Baca Juga
- Enam Fraksi DPRD PP Sampaikan Pandangan Umum Ranperda APBD 2024 serta Ranperda Pajak dan Retribusi Daerah, Pj Walikota, Sonny Budaya Putra: Kita Akan Segera Beri Jawaban
- Serahkan Bentor pada 5 Kelompok Tani di Pessel, Anggota DPRD Sumbar Fraksi PPP Imral Adenansi : Semoga Manfaatnya Dapat Dirasakan
- Anggota MPR RI, H. Leonardy Harmainy Sosialisasikan Empat Pilar ke Masyarakat Hukum Adat Nagari Kurai Limo Jorong Bukittinggi
PADANG - Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat sebagai
tim pembahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Nagari menggelar rapat
dengar pendapat dengan Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) dan
Bundo anduang, Rabu (14/6).
Ketua
Komisi I DPRD Sumatera Barat Achiar bersama wakil ketua Sabrana dan anggota
antara lain Aristo Munandar, Rahayu Purwanti dan Taufik Hidayat mendengarkan
pendapat terkait pendalaman terhadap Ranperda Nagari. Dari LKAAM Sumatera Barat
hadir Dewan Pertimbangan Hasan Basri dan anggota LKAAM, Akmal serta dari Bundo
Kanduang adalah Puti Reno Raudah Thaib. Disamping itu, juga dihadirkan Charles
Simabura dari akademisi dan pengurus Forum Walinagari.
Dewan
Pertimbangan LKAAM Sumatera Barat Hasan Basri dalam kesempatan itu berpendapat,
nagari di Minangkabau bukan sekedar pemerintahan administrasi. Nagari merupakan
kesatuan masyarakat adat yang tidak bisa dipisahkan antara urusan administrasi
dan urusan adat.
"Nagari
merupakan masyarakat kesatuan adat, bukan sekedar pemerintahan administrasi.
Ini berbeda dengan pemerintahan desa," katanya.
Melihat
implementasi dari sistim pemerintahan nagari di Sumatera Barat, dia menilai
pihak eksekutif sangat lamban. Hal ini karena pemerintah provinsi tidak
memperhatikan saran-saran dari kaum adat.
Anggota
LKAAM Akmal menambahkan, nagari sebagai sistim pemerintahan harus memiliki tiga
unsur yaitu walinagari, badan musywarah nagari atau semacamnya serta perangkat
adat. Walinagari beserta jajarannya sebagai pihak eksekutif dan Bamus Nagari
sebagai pihak legislatif.
Dia
menegaskan, apabila Sumatera Barat memilih sistim pemerintahan terendah adalah
desa adat bernama nagari, maka harus ada perangkat adat. Undang - Undang nomor
6 tahun 2014 tentang Desa mengatur Desa Adat, dan tentunya harus tunduk kepada
pasal-pasal mengenai desa adat.
Menurut
Akmal, kalau diterapkan pemerintahan adat, nantinya tidak akan ada pemilihan
langsung seperti sekarang ini.
"Pada
sistim pemerintahan nagari tidak ada pemilihan langsung. Demokrasi berlangsung
dengan asas musyawarah dan mufakat, tidak ada one man one vote seperti
sekarang," katanya.
Sementara
itu, Puti Reno Raudah Thaib menegaskan, di dalam Ranperda Nagari yang sedang
dibahas tidak memasukkan unsur Bundo Kanduang adalah sebuah kesalahan besar.
Ranperda
tersebut dinilai cacat sebelum memasukkan unsur Bundo Kanduang.
"Ranperda
ini masih cacat karena tidak memasukkan unsur Bundo Kanduang," tegasnya.
Menurutnya,
Bundo Kanduang merupakan "Mande Sako" di dalam adat, pemegang kunci
rumah gadang. Kalau unsur Bundo Kanduang tidak masuk, dia memastikan sistim
pemerintahan nagari yang akan dibangun nantinya akan kacau.
Selain
unsur tersebut yang menurutnya harus ada di dalam unsur perangkat adat dan
tertuang di dalam Perda, dia melihat aturan lain di dalam pasal-pasal secara
umum sudah baik. Pada dasarnya, apapun yang diatur di dalam Perda,
pelaksanaannya akan kembali kepada prinsip Adat Salingka Nagari.
Ranperda
Nagari merupakan tindaklanjut dari pelaksanaan Undang-Undang nomor 6 tahun 2014
tentang Desa dimana Sumatera Barat memilih menggunakan sistim Desa Adat sebagai
pemerintahan terendah. Ranperda ini sudah dibahas sebelumnya oleh DPRD namun
dikembalikan kepada pemerintah provinsi untuk disempurnakan sambil menunggu
peraturan pemerintah lebih lanjut. (*)