-->

Articles by "Tajuk"

Showing posts with label Tajuk. Show all posts


Oleh : Novri Investigasi

Wartawan Utama


Berita Gamawan Fauzi, comeback menghebohkan dunia maya. Bahkan, juga menjadi perbincangan hangat di dunia nyata. Trending topik di warung DPR ( Dibawah Pohon Rindang).  Sebegitu hebohnya, tiada hari tanpa membincangkan comebacknya Gamawan Fauzi. Bak, lantunan lagu, perbincangan itu, mengalun syahdu dan merdu. Ada rasa rindu, terhadap sosok mantan Bupati Kabupaten Solok itu.


Pelantun lagu Sibunian Bukik Sambung itu, dikenal sosok yang familiar dan dekat dengan berbagai kalangan. Mantan Menteri Dalam Negeri semasa Presiden SBY masa jabatan 22 Oktober 2009 -  20 Oktober 2014, diyakini melepaskan kerinduan kepada pemimpin yang merakyat. Segunung harapan, terbias dihati agar Gamawan Fauzi maju kembali, memimpin Sumatera Barat ini. Apakah  sebuah impian?


Harapan itu, bukan tanpa alasan. Mantan Bupati Kabupaten Solok ke 13 dua priode 2 Juli 1995 - 2 Agustus 2005 tersebut, sosok yang cerdas,  rendah hati, bervisi, taat dan jujur. Ia sangat memahami, banyak persoalan diberbagai bidang. Kapasitasnya, tak diragukan lagi dan sangat memahami tata kelola pemerintahan good governance, bermanajerial yang baik secara akademi, mampu menjawab persoalan yang terjadi di Sumbar.


Anggapan majunya Gamawan Fauzi maju pada Pilgub 2024, berarti turun kasta dari Menteri kembali ke gubernur, tak sebuah alasan. Toh, Anies Baswedan dan Kofifah juga mantan Menteri dan sukses memimpin daerahnya. Apalagi rakyat sangat merindukan sosok kepemimpinan  Gamawan Fauzi. Sosok pemimpin yang fenomenal dan berharap sumbangan pikiran serta jaringan membangun Sumatera Barat.


Viralnya berita Gamawan Fauzi comeback, memang menjadi kegamangan dan kegalauan sebagian pihak. Tapi, akan menjadi spirit baru politik lokal di Sumbar. Persaingan menjadi orang nomor satu di Rumah Bagonjong itu, semakin ketat. Berujung akan melahirkan pemimpin pilihan rakyat yang akan mewakili suara hati rakyat demi pembangunan Sumatera Barat.


Pengalaman Gamawan Fauzi menjadi bupati, gubernur, hingga menteri, menjadi jaminan untuk kemajuan Sumbar kedepan. Soal birokrasi tak diragukan lagi. Dan, sangat memahami kebutuhan masyarakat. Sosok pemimpin yang memikirkan Sumatera Barat secara keseluruhan, bukan sebatas kelompok atau golongan. Kerinduan itulah, rakyat sangat menginginkan Gamawan Fauzi maju pada Pilgub 2024 nanti.


Jejak digital Gamawan Fauzi, semasa menjabat Menteri Dalam Negeri, juga sangat fenomenal.  Gamawan Fauzi, berperan penting dalam penyelesaian Undang Undang Keistimewaan Yogyakarta yang mengatur Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2012. Tak kalah fantastisnya, Gamawan Fauzi, saat menjadi Menteri Dalam Negeri, sukses mencapai target penyelesaian Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-ktp).


Bahkan, melampai kinerja e-ktp negara maju, seperti Jerman, Amerika Serikat dan Hindia. Sungguh kinerja yang luar biasa. Berbekal pengalaman dan kinerja mumpuni itu, wajar berbagai kalangan merindukan sosok Gamawan Fauzi untuk memimpin Sumbar. Namun, semuanya berpulang kepada Gamawan Fauzi untuk menjawab keinginan rakyat merindukan sosok kepemimpinan yang merakyat. Masih ada waktu, menunggu jawaban itu. (**)


Khalid Zabidi, 

Aktivis 98

Pendiri Independent Society

Ketua Bidang PP JMSI


Bulan Mei adalah bulan penting dalam kalender politik bangsa Indonesia. Pada bulan ini kita merayakan hari kebangkitan nasional sebagai momentum kesadaran kolektif berbangsa, dan hari reformasi 1998 di mana kita meluruskan perjalanan sejarah tidak didasarkan pada sistem otoriter melainkan demokrasi.


Tetapi bulan Mei tahun 2022 ini lain dari bulan Mei tahun sebelumnya. Eskalasi konflik Rusia dan Ukraina meningkat menjadi perang dagang berskala global antara orde politik internasional liberal yang dipimpin Amerika dan Eropa Barat serta orde nasionalis yang berporos pada Rusia, Tiongkok dan Iran. Kubu Amerika menghantam Rusia dengan berbagai sanksi politik dan ekonomi sebagai balasan atas Pemerintah Kremlin yang menginvasi Ukraina dengan dalih demiliterisasi dan denazifikasi.


Kubu Rusia melawan balik dengan mengancam menghentikan pasokan gas ke Eropa Barat terutama Jerman yang bersifat ambivalen di tengah sikap keras Amerika. Rusia berhasil membuat Eropa kebingungan untuk membayar pembelian gas dengan mata uang Rubel alih-alih menggunakan Dolar. Harga migas pun melambung tinggi diikuti harga komoditas pangan global seperti gandum, yang tentu saja berpengaruh pada Indonesia sebagai negara importer komoditas energi dan pangan.


Konflik Rusia-Ukraina yang bereskalasi menjadi perang dagang global berimbas pada stabilitas regional di Asia Pasifik, khususnya dalam hubungan negara-negara yang menjadi mitra dagang Amerika, Rusia dan Tiongkok. ASEAN misalnya, terpecah dalam menyikapi invasi Rusia ke Ukraina di mana Malaysia, Filipina dan Singapura bersikap tegas menolak invasi, sementara Indonesia sebagai pendiri dan negara ASEAN terbesar bersikap ambivalen. Indonesia menyatakan menyesalkan konflik Ukraina, namun tidak secara tegas mengutuk Rusia. Indonesia sebagai tuan rumah pertemuan G-20 bahkan bersikukuh mengundang Rusia sebagai salah satu anggota tetap yang dianggap penting G20 walaupun Amerika, Inggris dan Kanada mengancam tidak hadir dalam pertemuan tersebut.


Tiongkok sebagai salah satu negara super power  dan memiliki hubungan erat dengan Rusia melanjutkan sikap asertifnya dalam isu Laut Cina Selatan (LCS). Sementara negara-negara ASEAN didukung Amerika, Australia dan Jepang mempertahankan kebebasan melintas  _(freedom of navigation)_ di LCS, Tiongkok tetap menekan ASEAN untuk mencari jalan tengah tentang klaim ‘Sembilan Garis Putus-putus’ _(Nine Dash Line)_. Tiongkok sendiri meningkatkan latihan militernya di wilayah perairan Taiwan, dan beberapa kali melintasi udara beberapa saat setelah Rusia mengumumkan operasi militernya di Ukraina.


Krisis Kapitalisme dan Demokrasi


Konflik global hari ini sudah diprediksi jauh-jauh hari sebelumnya. Huntington (1991) meramalkan akan adanya benturan peradaban antara Barat dengan demokrasi liberal dan kapitalismenya melawan yang lain _(the West versus the Rest)._ Dunia setelah runtuhnya Komunisme menjadi unipolar di mana Amerika dan Barat menjadi pemimpinnya, sekarang menjadi multipolar karena banyak kekuatan emerging yang mampu mengimbangi dominasi Barat.


Titik balik perubahan keseimbangan global itu terjadi saat dunia dilanda krisis finansial global tahun 2008. Yang luput dari perhatian publik, krisis tersebut dipicu perang dagang antara blok Amerika melawan Rusia dan Tiongkok. Tiongkok diuntungkan dalam perang dagang tersebut dan menjadi kekuatan ekonomi terbesar kedua dengan pertumbuhan dua digit, sementara Rusia terkena hantaman keras. Rusia membalasnya dengan mengambil alih Republik Krimea pada awal tahun 2014 dari Ukraina karena merasa terancam dengan sikap elit politik Ukraina yang hendak menjadi anggota Uni Eropa dan pakta pertahanan NATO.


Peradaban Barat mengalami tantangan paling berat sejak peristiwa tersebut. Sebelumnya menurut Fukuyama (1992), keruntuhan komunisme dipandang sebagai kemenangan kapitalisme dan demokrasi liberal. Namun Fukuyama dalam buku terbarunya _‘Liberalism and Its Discontents’_ terbit pada Maret 2022, orde liberal dunia mendapatkan tantangan keras dari segala hal yang merupakan versi ekstrem dari prinsip-prinsipnya sendiri. 


Maka kita bisa melihat bagaimana kapitalisme mendapat tantangan dari nasionalisme ekonomi, demokrasi liberal yang elitis menghadapi ancaman populisme. Demi mempertahankan stabilitas politik dan ekonomi, Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Tiongkok Xi Jinping menggunakan jargon nasionalisme untuk melawan hegemoni Amerika, sembari mengubah konstitusi agar tetap mempertahankan kekuasaan otoriter mereka. 


Bahkan Turki yang merupakan anggota NATO dan sekutu Amerika, mengubah konstitusi mereka sehingga Erdogan melanjutkan jabatannya dari Perdana Menteri menjadi Presiden dengan kekuasaan eksekutif, dan AKP sebagai partai beraliran Islamis dan kebijakan ekonomi pasar tetap menjadi partai penguasa dominan. 


Krisis tidak hanya terjadi terhadap sistem politik dan ekonomi Barat. Sistem masyarakat mereka yang bercirikan individualisme menghadapi guncangan saat dunia dilanda pandemi Covid-19. Saat Tiongkok sukses menekan penyebaran wabah tidak lama setelah merebak pada awal tahun 2020, Amerika dan Eropa menghadapi protes keras warga yang tidak mau _lockdown_ dan menerima vaksin. Berbeda dengan masyarakat Tiongkok yang kolektif karena dipimpin rezim Partai Komunis yang otoriter, masyarakat Barat terbelah antara mereka yang mau mematuhi protokol kesehatan Covid-19 dengan mereka yang menganggap wabah ini rekayasa kaum globalis. 


Polarisasi masyarakat Barat kemudian berimbas pada politik seperti yang terjadi dalam pemilu presiden Amerika dan Perancis. Dunia politik menjadi terpecah antara mereka yang menerima orde internasional liberal dengan mereka yang mencoba mendirikan orde populisme. Kita bisa mengamati bagaimana Amerika hampir mengalami pembangkangan sipil skala nasional ketika Presiden Donald Trump kalah dari Joe Biden. Presiden Emmanuel Macron yang menang tipis dari politisi kanan jauh Marine Le Pen, mengulangi pemilu lima tahun sebelumnya dengan kondisi masyarakat yang tengah mengalami kesulitan akibat kebijakan ekonomi Emmanuel Macron.


Indonesia di Tengah Ancaman Krisis Pangan dan Kerentanan Kawasan


Saat dunia mengalami krisis politik, ekonomi dan sosial sebagai dampak konflik global, Indonesia mengalami backwash effect yang tidak diduga sebagai negara subur di kawasan tropis yaitu kenaikan harga pangan. Invasi Rusia ke Ukraina membawa dampak kenaikan harga gandum dan minyak dunia, yang tentu saja berefek pada Indonesia sebagai negara importir gandum untuk keperluan pangan, dan kenaikan harga minyak berdampak tarif logistik.


Beberapa pengamat menganggap krisis harga pangan disebabkan kesalahan kebijakan Pemerintah. Misalkan kenaikan harga minyak goreng disebabkan kebijakan Pemerintah mengalihkan supply kelapa sawit untuk menghasilkan bahan bakar energi selain konsumsi pangan. Namun tentu saja pandemi dan krisis politik global adalah faktor utama ketidakstabilan ekonomi. Bisa dikatakan Pemerintah hampir tak dapat mengendalikan penyebab krisis tersebut.


Prinsip politik bebas-aktif Indonesia dalam situasi global hari ini juga membuat banyak negara yang berkepentingan menyeret kita untuk terlibat menggunakan tekanan. Singapura dan Malaysia dengan tegas bersekutu dengan Amerika, Inggris dan Australia dalam menyikapi klaim Tiongkok atas Laut Cina Selatan, berlainan dengan sikap Indonesia yang mengutamakan penyelesaian di meja diplomasi. 


Indonesia mengambil sikap tersebut karena menjadi salah satu mitra dagang terbesar Tiongkok sejak lama, berbeda dengan Singapura dan Malaysia yang secara historis dan sosial merupakan sekutu Barat. Sikap yang sama juga terjadi dalam menyikapi invasi Rusia, jika Singapura menolak tegas langkah Rusia, seperti apa yang dikatakan PM Lee pada perayaan hari kemerdekaannya pada awal Mei 2022 lalu. Indonesia menyesalkan eskalasi konflik Ukraina menjadi perang tanpa menyebut Rusia sebagai negara penyerang.


Dalam pertemuan antara para pemimpin ASEAN dengan Presiden AS Joe Biden pada 12 Mei 2022, perbedaan sikap itu tampak nyata. Pemimpin Singapura dan Malaysia bersikap tegas menolak klaim Tiongkok tentang _Nine Dash Line_ sementara Indonesia bersikap netral. 


Amerika melanjutkan lobi politik menyekat Tiongkok pada _Quadrilateral Meeting_ di Tokyo pada 24 Mei 2022 dengan pemimpin Australia, India dan Jepang atau koalisi QUAD.


Dalam hal mempertahankan _freedom of navigation_ Amerika memang menunjukkan sikap asertifnya. Klaim Tiongkok atas LCS dipandang sebagai ancaman bagi kepentingan Amerika sebagai kekuatan maritim dominan di Samudera Hindia dan Pasifik. Oleh karena itu Amerika akan selalu menekan negara-negara kawasan Asia-Pasifik yang masih bersikap netral untuk memihak mereka.


Setelah Amerika menggunakan soft-diplomacy termasuk latihan perang besar-besaran dengan Indonesia pada tahun lalu bertajuk Garuda Shield, bukan tidak mungkin mereka akan menekan Indonesia secara keras melalui negara-negara sekutunya seperti Australia, Singapura dan Malaysia agar menunjukkan sikap memihak Amerika.


Penutup


Bulan Mei adalah bulan suci negara Republik Indonesia, di mana kita memperingati hari kebangkitan atas kesadaran pentingnya berdemokrasi dan memiliki kolektifitas kuat sebagai suatu bangsa. Ancaman krisis pangan, krisis ekonomi yang menyebabkan kerentanan kawasan di depan mata seharusnya menjadi momentum bagi pemimpin dan masyarakat Indonesia untuk bersatu merumuskan langkah-langkah ekonomi politik dengan cepat.


Tensi tinggi hasil polarisasi politik global sudah saatnya diturunkan walau tidak mungkin dihilangkan sebagai konsekuensi menjalankan prinsip berdemokrasi. Sebagai bangsa yang secara konsekuen mampu mempertahankan prinsip kemerdekaan berasaskan Proklamasi Kemerdekaan dan Pembukaan UUD 1945 alinea 4 dalam percaturan politik global selama 77 tahun merdeka, Indonesia akan mampu menjawab tantangan tersebut. Tentu saja jika para pemimpin dan masyarakat bersatu, mampu merumuskan langkah prioritas kebangsaan dan kenegaraan dengan cepat, dan berjalan dengan ketetapan yang ada.


Demi Tuhan, Demi Bangsa dan Demi Negara, Merdeka!!!

Catatan H. Dheni Kurnia: Pemimpin Redaksi Harian Vokal, Ketua JMSI Riau dan Ketua Dewan Kehormatan Provinsi (DKP) PWI Riau.


TEMAN saya seorang walikota. Dia mengatakan, jadi walikota itu tak enak. "Saya menyesal," katanya. Saya terkejut. Loh, kenapa Abang dulu maju jadi walikota. Berapa uang yang  dihabiskan sampai terpilih? 


Dia gelak mengekeh. Tapi walau tidak enak, aku mau maju lagi. Mau dua priode, katanya. Saya makin heran. Lalu dia menjawab; "Karena jadi walikota itu sungguh sangat enak. Menyesal kalau saya tak jadi lagi."


Kali ini kami tertawa berdua. Menurut saya, itu candaan yang tidak lucu. Tapi bagi teman saya itu, tampaknya jadi walikota adalah sebuah prestise dan kebanggan. Dia sangat bangga jadi walikota, meski dia harus menghadapi banyak tantangan tak selesai serta berbagai pengorbanan untuk menang. 

Seorang teman saya (juga) jadi bupati di sebuah kabupaten di Riau. Meski dia mantan pesuruh, tapi kini gayanya tak macam pembantu lagi. Dia sering kunjungan kerja. Acap jumpa gubernur dan menteri, bahkan presiden RI. Mobilnya keren, meski minyaknya ditanggung pemerintah. Kemana pergi selalu punya ajudan. Sebagian masyarakat pun memuja-muja dia separuh mati. 


"Saya sebenarnya gak punya cita-cita jadi bupati. Dulu saya mau jadi pedagang beras saja. Hidup aman dan bebas. Tapi teman-teman dan masyarakat terus mendorong saya. Ya, saya coba-coba uji nyali. Saya maju dan menang," ujarnya dengan bangga. 


Kali ini saya tertawa ngakak. Menurut saya, pernyataan ini lucu sekali. Sangat aneh dan dibuat-buat, terkesan sederhana dan main-main. Tapi mengantarkan dia jadi bupati. Tabeklah! 


Saya cerita walikota dan bupati, karena akhir-akhir ini nama pejabat  (PJ) bupati Kampar dan Walikota Pekanbaru segera diumumkan. Karena jabatan keduanya akan berakhir 22 Mei 2022, sementara pemilihan serentak baru 2024. 


Jadi ada waktu 2 tahun lebih lagi menjadi pejabat. Konon, nama PJ itu sudah disetujui dan ditandatangani Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian. Katanya, nama tersebut sudah diteken lebih cepat, sebab Mendagri nak berangkat ke luar negeri. Tapi nama-nama ini, belum sampai ke Riau. 


Sebelumnya, sesuai aturan, Gubernur Riau Syamsuar, mengajukan tiga nama untuk PJ Wako Pekanbaru dan tiga nama untuk PJ bupati Kampar. Tapi kabar yang berkembang, tidak nama yang dikirimkan yang akan dipilih. Jelas ini tak sesuai dengan ekspetasi gubernur. 


Syamsuar jadi kaget. Saya juga. Tapi untuk tertawa ngakak, saya kurang berani. Karena setahu saya, nama-nama yang dikirim ke mendagri adalah orang-orang hebat dan sudah teruji kemampuannya. Mereka adalah para eselon dua yang notabene adalah petinggi di kabinet Syamsuar. 


Menurut cerita, mendagri lebih memilih pejabat lain, yang juga punya jabatan eselon dua, anak buah Gubernur Riau Syamsuar. Entah bagaimana nama mereka bisa muncul. Mungkin mereka melobi sendiri ke Pusat atau malah mereka saudara dekatnya 

"Orang Pusat".


Secara moral, mereka adalah orang Syamsuar. Namun, nama mereka tak tertera dalam daftar. Andailah nanti mereka benar-benar ditunjuk Mendagri, apa mereka tidak risih dan malu. Apalagi beralasan macam-macam. Yang jelas, menurut saya mereka ini adalah "bawahan" yang melawan toke. Tak bermoral dan tak punya muka malu. 


Kabar ini merebak cepat. Pro dan kontra  bermunculan, seperti tendawan tumbuh di hutan lembab. Ada yang menyebut, nama yang diajukan Syamsuar tidak terampil dan punya masalah. Ada pula yang bilang ini haknya Mendagri sesuai Permendagri No. 1 tahun 2018, tentang kepala daerah. Tak sedikit yang beranggapan, keputusan Mendagri tersebut, menabrak otonomi daerah. 


Memang, sejauh ini ada provinsi yang ditolak Mendagri pengajuan pejabat yang diajukan gubernur. Sumatera Barat, Jawa Barat serta Jawa Tengah misalnya. Gubernur Sumbar kecewa. Begitu juga Jawa Barat.  Tiga paket calon PJ yang diusulkan Gubernur Ridwan Kamil untuk Kota Cimahi, Kota Tasikmalaya, dan Kabupaten Bekasi ditolak dan diganti. Ridwan meradang, tapi tak bisa berbuat apa-apa. 


Di Jawa Tengah, Gubernur Ganjar Pranowo, memilih "diam karung" atau kalem saja, meski dia kader PDIP. 

Enam kabupaten dan kota yang akan dipimpin PJ di Jateng adalah; Kabupaten, Banjarnegara, Batang, Jepara, Pati, Cilacap, Brebes dan Kota Salatiga. Tapi tak semua diakomodir. 


Bagaimana dengan Riau? Tampaknya, meski masyarakat panas bergejolak atau dingin bersarung, Gubernur Syamsuar tampaknya memilih arif saja. Tak tampak arus kekecewaan di wajahnya, meski menurut saya pasti dia kecewa dan direndahkan. 


Sebagai orang Melayu dia memilih bijak. Layaknya sultan-sultan di Riau zaman dulu; Tak emas, bungkal diasah, tak kayu jejang dibelah. Andai yang dia ajukan beda dengan putusan Mendagri, mungkin dia akan memilih diam. Tapi dia pasti punya cara lain untuk memperlakukan pilihan itu. 


Halnya mengenai Permendagri No.1 tahun 2018, pasal 5, ayat 3 yang menyebut PJ kepala daerah bisa diangkat Mendagri di luar yang diusulkan, Syamsuar saya kira juga tidak mempermasalahkannya. Meski maksud Permendagri itu, bukan seperti yang dibicarakan banyak pihak selama ini. 


Setelah saya baca, Permendagi No. 1 tahun 2018 tersebut,  mengatur tentang penunjukan kepala daerah jika Gubernur sedang cuti panjang. Mendagri berhak menunjuk penggantinya atau pejabat yang di bawahnya. Dengan alasan, agar lebih "leluasa" berkomunikasi dengan pusat.


Ketika hal ini ditanyakan kepada Gubernur Syamsuar, dia menyebut; "Kami belum tahu menahu soal nama yang akhirnya disetujui Mendagri sebagai PJ walikota Pekanbaru dan bupati Kampar," katanya singkat


Sedang Kepala Biro Tata Pemerintahan Setdaprov Riau, Firdaus, kepada wartawan mengatakan, Mendagri memang sedang kunjungan kerja ke luar negeri. Surat Keputusan (SK) calon PJ kedua kepala daerah sudah ditandatanganinya. Namun Pemprov Riau belum mendapatkan perintah untuk menjemput SK tersebut.


Mengenai kebenaran tentang PJ Walikota Pekanbaru dan Bupati Kampar bukan orang yang ditunjuk gubernur, Firdaus mengatakan tak tahu, karena belum melihat SK-nya. Katanya lagi, SK itu berkemungkinan diserahkan Selasa 17 Mei 2022 ini, atau beberapa hari sebelum jabatan walikota dan bupati berakhir. 


"Tugas kami hanya mengantarkan usulan dari Gubernur dan mengambil SK kalau sudah diperintahkan," ujarnya. Tugas yang sederhana sekali. Menurut saya, tak ada keberanian Firdaus untuk mempertanyakan kepada Mendagri, siapa yang akhirnya di-SK-kan. Mungkin Firdaus takut pula melawan induk semangnya. 


Dari tiga nama yang diajukan Gubernur, saya menilai H. Masyrul Kasmi layak dipilih menjadi PJ Walikota Pekanbaru. Salah seorang Asisten Sekdaprov ini, pantas dipilih karena memiliki pengalaman dan jam terbang yang tinggi. Hanya saja kemudian dia diisukan terlibat dalam kasus Jembatan Dorak, ketika dia menjadi Wakil Bupati Kepulauan Meranti. 


Sedangkan untuk calon Pj Bupati Kampar layak disandang Imron Rosadi Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Tapi kabarnya, tokoh-tokoh dari Kampar, menganggap dia kurang cergas dan menginginkan pihak yang "sepenciuman" dengan mereka.


Begitulah! Sebenarnya, menjadi PJ Wako Pekanbaru atau bupati Kampar itu bukanlah pekerjaan semudah membalik daun pisang. Diperlukan sosok yang benar-benar berpihak kepada masyarakat. Bukan pesanan atau sesuai keinginan seseorang saja atau pula kelompok tertentu. Dan saya melihat, Gubernur Syamsuar sudah paham betul mengenai hal ini. 


Saya kurang yakin, orang yang ditunjuk Pemerintah Pusat mengerti persoalan di daerah, meski dia dari Riau ini juga. Ada yang lebih faham dan mengerti tentang tata pemerintahan dan bisa mencari solusi serta bekerja sama dengan pemimpin daerah lainnya. Dan seharusnya pemerintah pusat faham juga masalah ini. 


Karena menjadi walikota atau bupati, bukan karena enaknya saja, atau karena coba-coba, atau pula pendekatan sana-sini lalu terpilih. Dia haruslah orang yang paham dan loyal pada aturan, masyarakat dan orang yang lebih tinggi darinya.


Walikota dan bupati, menurut saya, harus menerima jabatan dan keberadaan gubernur. Begitu pula gubernur harus mengakui keputusan menterinya. Kuncinya, memang saling terkait dan saling menghargai.


Apa jadinya kalau sama keras dan sama adu kepala. Sama-sama rusak dan sama-sama bubar kerjasama yang dibangun sesuai aturan dan harapan masyarakat. Mari kita menimang-nimangnya dengan kepala yang cerdas. Kalau ini masih tetap terjadi, mari pula kita sama-sama tertawa terkekeh-kekeh, sambil menyaksikan kisah lucu dan lawak-lawak saja. ***


Oleh : Firli Bahuri


Beberapa hari yang lalu, kita merayakan Hari Pendidikan Nasional, sebuah momen  penting, salah satu hari bersejarah bagi bangsa Indonesia, sejatinya  tiap tahunnya selalu diperingati.


Perayaan  Hardiknas  seharusnya bukan sekedar  seremoni,  juga bukan sekedar untuk mengenang jasa pahlawan pendidikan dimasa lalu, tapi seyogyanya makna dan esensi atas pengorbanan besar para pahlawan bagi bangsa dan negara inilah yang harus dikapitalisasi menjadi nilai dan spirit perjuangan generasi saat ini.


Tidak sedikit tauladan dan nilai - nilai yang menjadi legacy dari kehidupan pahlawan pendidikan yang dapat kita gali,  dari tekad kuat serta kerelaan luar biasa saat berjibaku membabat habis benih kebodohan yang disemai kaum penjajah pada ladang pemikiran bangsa Indonesia kala itu. 


Kita semua sependapat bahwasanya  

Ki Hadjar Dewantara telah memberikan banyak tauladan akan pentingnya pendidikan bagi kehidupan dan kemajuan bangsa ini. 


Tokoh sekaligus Pahlawan Pendidikan kita,     Ki Hadjar Dewantara berpesan, _"Tak ada hukuman yang lebih menyedihkan dari terpenjara kebodohan."_ 


Kebodohan adalah pangkal kemiskinan yang sangat erat kaitannya dengan kemaksiatan atau kebatilan. Hanya pendidikanlah, hal-hal buruk tersebut dapat diberantas tuntas sampai ke akar-akarnya. 


Tidak dapat dipungkiri, tauladan yang diberikan Ki Hadjar Dewantara beserta pahlawan pendidikan lainnya, yang telah mengubah sudut pandang bangsa Indonesia untuk menyongsong masa depan dan mewujudkan cita-cita bangsa dengan pendidikan. 


Karenanya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak dari awal memandang pendidikan sebagai elemen yang sangat penting untuk mengakselerasi segenap daya upaya pemberantasan korupsi di NKRI. 


Pendidikan adalah jantung serta urat nadi dalam membangun pondasi dasar pembentukan karakter serta integritas anak-anak bangsa, sehingga memiliki _ruh_ serta kepribadian Antikorupsi  dalam dirinya. 


Atas dasar itulah, KPK mengedepankan pendidikan sebagai salah satu _"national interest"_  dalam  road map pemberantasan pemberantasan korupsi 2022 - 2045. Dimana pada tahun 2045 mendatang akan menjadi tahun penting karena tahun tersebut Indonesia akan menjadi 5 kekuatan ekonomi dunia, dengan syarat Indonesia harus bersih dari korupsi. 


Bahkan dalam Rencana Strategi Pemberantasan korupsi KPK tahun 2019 - 2024 menempatkan pendidikan sebagai strategi pertama dari trisula pemberantasan korupsi. Pendidikan menjadi salah satu hal yang fundamental disamping pencegahan dan penindakan yang merupakan _core bussiness_ KPK. 


Oleh karenanya, melalui dan menggunakan   jejaring pendidikan formal hingga non formal, mulai dari Taman Kanak-Kanak hingga Peguruan Tinggi, KPK telah memasukan unsur serta nilai-nilai pendidikan Antikorupsi kepada segenap anak-anak bangsa di republik ini. Pendekatan ini bertujuan membentuk paradigma baru dalam memandang korupsi bukanlah hal biasa, terbiasa, apalagi dianggap sebagai budaya atau warisan kultur bangsa. 


Melalui strategi pendidikan kita ingin membangun budaya dan peradaban bangsa Indonesia yaitu Budaya dan peradaban Antikorupsi.


Internalisasi unsur  serta nilai-nilai Antikorupsi kedalam setiap jenjang pendidikan di Indonesia, Insya Allah akan membentuk _mindset_ dan _budaya Antikorupsi_ yang lambat laun menjadi peradaban generasi penerus bangsa. Selayaknya, semua pemangku kepentingan di negeri ini, tidak hanya KPK berharap, budaya Antikorupsi secepatnya membumi di bumi pertiwi. 


Jika melihat perjalanan republik ini dari masa kemasa, pendidikan jelas menjadi satu senjata yang paling ampuh yang bisa kita gunakan untuk mengubah dunia _(Education is the most powerful weapon which you can use to change the world)_ , dimana bangsa kita yang awalnya terbelakang karena kebodohan, kini menjadi bangsa superior yang cerdas dimata dunia, seiring dengan meningkatnya kualitas pendidikan rakyat Indonesia. 


Napak Tilas Menggapai Bintang


Melalui tulisan ini, saya  ingin berbagi kisah hidup saya yang berubah karena pendidikan. Sebagai bungsu dari 6 bersaudara yang berasal dari keluarga miskin di pelosok dusun Sumatera Selatan. Sebagai  anak dari keluarga miskin, yang menjadi spirit dan motivasi terbesar dalam hidup saya yaitu  petuah orang tua, terutama ibu, tentang pentingnya pendidikan untuk mengubah keadaan khususnya kondisi ekonomi keluarga yang sangat sulit saat itu. 


Dengan segala keterbatasan ekonomi keluarga, apalagi usai ditinggal wafat ayah saat usia saya baru menginjak 5 tahun. Dari tangan Ibu lah saya mendapatkan pendidikan kehidupan yang begitu mempengaruhi hidup saya, lalu dengan itu pula saya menguatkan tekad dan diri untuk terus sekolah setinggi-tingginya agar nasib dapat berubah.


Proses pendidikan  yang saya  lalui teramat berat bahkan terasa perih. Di kala teman SD berangkat diantar orang tua atau saudaranya dengan sepeda, saya harus berjalan kaki "nyeker" pergi dan pulang ke sekolah sejauh 16 KM setiap hari. Jangankan memiliki sepatu, sandal saja tidak punya.


Untuk bayar SPP saja bukan dengan uang, melainkan "barter" buah kelapa atau durian. Beruntung Kepala Sekolah memahami betul kondisi kehidupan saya, yang menerima kelapa atau durian,  bahkan  ikan hasil tangkapan sendiri  sebagai pengganti uang SPP. 


Semasa SMA, saya ikut kakak mengontrak di dekat SMA 3 Palembang, saya ingat betul, setiap pulang sekolah bersama kakak, kami mencari ikan di rawa untuk di tukar dengan pisang serta beras ketan. 


Oleh kakak, beras  ketan dan pisang tadi diolah  menjadi  pepes ketan. Selanjutnya saya yang menjualnya ke warung-kewarung atau "ngider" dari kampung ke kampung. Dari hasil berjualan pepes ketan, kami gunakan untuk membayar uang sekolah. 


Untuk membeli peralatan dan keperluan sekolah lainnya, saya bekerja sebagai pembantu rumah tangga, tukang cuci mobil, atau menjual spidol yang saya beli di Pasar Cinde, lalu saya jual kembali dengan sedikit keuntungan di Taman Ria Palembang. 


Usia tamat SMA, kondisi perekonomian kami belum berubah, karenanya saya tidak memiliki uang untuk melanjutkan jenjang pendidikan di Universitas. Jadi saya mendaftarkan diri ikut sekolah yang dibiayai negara yakni Akabri. Itupun 3 kali mendaftar, 3 kali nya gagal. 


Tiga kali gagal tes Akabri tidak membuat saya patah arang. Berbekal tekad yang kuat, saya memutuskan untuk tes sekolah Bintara. Berkat do’a Ibu dan ketekunan, saya  akhirnya lulus menjadi anggota polisi berpangkat Sersan. 


Meski sudah bekerja, petuah ibu tentang pentingnya pendidikan tidak pernah saya lupakan, sehingga saya putuskan untuk kembali mengikuti tes Akabri untuk yang keempat dan kelima kalinya, namun tatap saja gagal. Barulah kesempatan yang ke-6, pada tahun 1987 saya bisa dierima sebagai Capratar ( Calon prajurit Taruna).


Alhamdulillah, tes untuk keenam kalinya ini, saya dinyatakan lulus dan mengikuti pendidikan sebagai seorang perwira polisi, perlahan namun pasti menggapai bintang, dan akhirnya kini diberikan mandat untuk berkarya kepada bangsa dan negara, mengabdi untuk ibu pertiwi membebaskan dan membersihkan NKRI dari praktik-praktik Korupsi.


Apa yang saya alami, adalah contoh nyata bahwasanya pendidikan menjadi begitu amat penting, mengingat pendidikan sebagai satu upaya mewujudkan tujuan negara mencerdaskan kehidupan bangsa, dimana dengan bangsa yang cerdas, maka akan membawa kesejahteraan umum bagi segenap rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke, mulai Miangas hingga Pulau Rote. 


Dengan semua catatan itu, marilah kita berani untuk mengatakan bahwa pendidikan adalah yang terpenting dalam mencapai cita - cita peradaban nasional sebuah bangsa dan negara yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, yaitu memajukan kesejahteraan umum dan yang mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut serta di dalam perdamaian dunia yang berdasarkan kepada perdamaian abadi dan keadilan sosial.


Sekali lagi, saya  ingin ingatkan sembari memotivasi segenap anak bangsa, bahwasanya masa depan bangsa ini tidak ditentukan saat dia terlahir, namun dengan pendidikan serta semangat belajar, berjuang, bekerja keras, Insya Allah masa depan NKRI akan semakin baik. 


Selamat memperingati Hari Pendidikan Nasional, mari tanamkan selalu nilai-nilai Antikorupsi dalam setiap jenjang pendidikan di republik ini, agar cita-cita merdeka dari pengaruh laten korupsi, dapat segera kita raih dan wujudkan Indonesia zero kejahatan korupsi. 


Penulis adalah Ketua Komisi Pemberantasan Korups (KPK) RI.

Oleh : Novri Investigasi

"Don't Judge a book from its cover". Jangan melihat buku dari penampilan luar, tapi lihat isinya.


Andam sarasah namo lagunyo

Lagu bakisah kasih jo sayang

Usah liek buku dari sampulnyo

Basabab takicuah di nan tarang


Kini jalan lah basimpang duo

Dek cinto babaluik duto

Pilkada lah makin dakek juo

Satiok mambagi tantu ado maunyo


Dulu kito sairing sajalan 

Kandak rang tuo nan mamisahkan

Usah tadayo jo pencitraan

Janji manih basalimuik  rayuan.


Pemimpin yang baik, belum tentu jadi  pilihan. Pemimpin yang sering berbagi, belum tentu meraih mencapai tujuan. Tanpa diiring branding atau pencitraan. Berbuat dan berbagi kepada warga, bukan kerja nyata semata. Ada pencitraan mengiringi niatnya. Apalagi, diekspos besar besaran. Karena,   ada niat apa yang dilakukan, menarik simpati dan pujian warga.


Begitu juga pemimpin pencitraan. Kurang berbagi, tapi kegiatan sosial dan keagamaan dijadikan modal menarik simpatisan. Pemilih tradisional menjadi tujuan. Sebab, pemilih tradisional, masih berakar keagamaan. Ceramah dan tidur di mesjid, dijadikan untuk pencitraan. Berharap pujian dari warga. Dan, menarik simpatik warga demi mencapai kekuasaan. 


Sekarang warga sudah cerdas. Kerja nyata dan pencitraan, hanya bertujuan untuk mengharapkan suara mereka. Jabatan dan kekuasaan menjadi tujuannya. Begitu juga pemimpin pencitraan, hanya berharap suara warga. Setelah terpilih, tak terlihat perubahan. Bahkan, pencitraan berlanjut dengan acara seremonial.


Jangan melihat buku dari sampulnya. Buku bagus itu tergantung pada isinya. Cover yang bagus belum tentu isinya bagus. Cover sederhana, kadang isinya, lebih bermakna dan enak dibaca. Jangan lihat pemimpin dari kerja nyatanya semata. Jangan nilai pemimpin dengan pencitraannya. Apa yang dilakukan, pasti ada tujuan. Harus jeli melihat dan cerdas menilai apa yang mereka harapkan. 


Ingat, mereka  punya segudang perlengkapan untuk membangun pencitraan dirinya. Dampaknya, sekecil apapun dilakukan, akan terlihat besar. Begitu  Kalaupun dilakukan sangat besar, akan dibesarkan besarkan. Sehingga Gemanya, memecah hiruk pikuk gelangggang. Tak puas, ia pun ikut mempromosikan diri dan kerjanya nyata didunia maya. Seakan, hanya ia yang berbuat untuk warga.


Kerja nyata dan pencitraan, tujuannya sama. Menarik simpati warga untuk memperoleh kekuasaan. Itu bolah saja, karena bagian dari politik. Alangkah, eloknya kerja nyata diiringi dengan sikap yang baik ditengah masyarakat. Bukan menjadi kesombongan dan membesar besarkan bantuan diberikan kepada warga. Kerja keras dan cerdas, mungkin lebih menarik hati warga.


Begitu juga politik pencitraan, menjadikan agama sebagai landasan. Juga harus diiringi kerja nyata . Seiring sejalan perkataan dan perbuatan. Bungkusan agama juga disertai, kepedulian kepada warga. Bukan setelah meraih jabatan, diperhatian orang yang sehaluan. Padahal, kekuasaan yang diperoleh, karena warga. 2024 nanti, warga lebih cerdas lagi dalam menentukan pilihan. Jangan melihat buku karena bagus sampulnya.

Catatan Andarizal


Selama bisa berbuat baik kepada sesama, kita bisa terus saling memberi. Karena berbagi itu indah, inilah prinsip dari Irwan Basir, SH, MM Datuk Rajo Alam, yang sesungguhnya.


Pembina FKAN Pauh IX Kuranji ini dikenal sebagai tempat mengadu oleh anak kemenakan. Tempat seiya sekata oleh semua warga. Padahal. Ia bukan anggota dewan. Bukan juga kepala daerah yang duduk disinggasana berkat warga. 


Sebaliknya, dalam membantu warga, Ketua LPM Kota Padang ini tidak menggunakan dana APBN atau APBD. Ia menggunakan uang pribadi. Ia  juga selalu hadir ketika warga sedang kesusahan. Muncul saat warga tertimpa kemalangan dan semua yang ia lakukan tersebut tanpa berharap pamrih.


Ketua MPA KAN Pauh IX Kuranji ini adalah figur yang tepat dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi ditengah masyarakat. Mencari solusi ditengah beragamnya persoalan. Bak kata pepatah, Jangan pernah lelah melakukan hal kecil untuk orang lain. Terkadang hal kecil ini mampu memberikan kebahagiaan yang indah buat sesama, semboyan inilah yang memicu sosok dari Irwan Basir untuk selalu berbuat pada sesama.


Kini, Kabid Linjamsos Dinas Sosial Sumatera Barat ini menjadi harapan bagi warga untuk membawa kota Padang menjadi lebih baik lagi kedepan. Meskipun begitu, berdasarkan pantauan penulis, hal tersebut belum terpikirkan oleh yang bersangkutan. Yang jelas ia masih selalu berbuat untuk warga nan membutuhkan.(**)






Oleh : Zainal Bintang 


Akhir – akhir ini silang sengkarut asap kegaduhan politik berkobar, akibat tabrakan aneka macam kasus hot yang asimetris. Sebutlah, wacana perpanjangan masa jabatan presiden tiga priode; unjuk rasa mahasiswa penentang di depan gedung MPR DPR (11/04/22) dan penganiayaan Ade Armando, yang ada dan tiada diantara dua pertentangan itu. 


Ketiga isu asimetris itu berkelindan merebut dan menguasai hampir semua ruang publik. Direproduksi dengan aneka macam versi. Penuh bumbu sensasi. Dengan aroma artifisial kemanusiaan dan peradaban. Melalui berbagai transmisi media. Terutama media sosial (medsos). 


Belum reda semua itu merata ke atas permukaan bumi. Dunia politik kembali gaduh. Empat orang pelaku mafia minyak goreng ditangkap Kejaksaan Agung. Ramai diberitakan di jaringan multi media (19/04/22) dan diekspose di televisi Siang malam 24 jam.


Pejabat eselon satu Kementerian Perdagangan, Indrasari Wisnhu Whardana ditangkap bersama tiga orang manajer perusahaan besar perkebunan kelapa sawit high class dunia.


Masing–masing, Master Parulian Tumanggor, Komisaris Utama PT Wilmar Nabati Indonesia; Stanley MA Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Grup dan Pierre Togar Sitanggang, General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas. Semuanya langsung diborgol. Langsung berbaju oranye. langsung ditahan. 


Mafia? Apakah merekalah yang disebut – sebut dalam banyak pemberitaan sebagai mafia minyak goreng? Ternyata tidak juga. Ada pejabat yang menyebut mereka mafia. Ada  yang membantah, tidak ada mafia minyak goreng. 


Dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR di Jakarta, Kamis (17/3/2022), Menteri Perdagangan Muhammad Luthfi mengungkap langka dan tingginya harga minyak goreng disebabkan oleh permainan mafia minyak goreng. 


Para mafia itu, kata dia, menyelundupkan minyak goreng yang mestinya menjadi konsumsi masyarakat ke industri-industri, bahkan hingga diimpor ke luar negeri.


Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel mengomentari pernyataan pihak Kemendag terkait adanya mafia minyak goreng. Menurutnya, saat ini tidak ada mafia minyak goreng dan hanya ada ketidaktepatan kebijakan. Di sektor pangan memang ada mafia di sejumlah komoditas, tapi tidak ada di minyak goreng. 


“Yang ada adalah ketidaktepatan dalam regulasi sehingga pengusaha mencari celah untuk mencari keuntungan,” kata Gobel dalam keterangan tertulisnya pada Senin (21/03/22). Menurutnya, saat ini adalah persoalan pengaturan dalam tata niaga. Kemudian permasalahan dalam kepemimpinan, manajerial, dan pendekatan dalam pengelolaan tata niaga minyak goreng.


Muhammad Luthfi dan Rachmat Gobel berlatar belakang sama: pengusaha. Sama – sama petinggi Kadin (Kamar Dagang dan Industri) Indonesia. Gobel pernah menjabat Menteri Perdagangan dalam Kabinet Kerja 2014-2019. Tapi, hanya bertugas setahun, kena reshuffle. Tanpa kejelasan, apa sebabnya. Diganti Thomas Lembong. 


Masuk akal kalau Gobel tahu persis, ada tidaknya permainan tidak sehat dalam distribusi minyak goreng. Termasuk dalam bisnis lain sebagai sebagai turunannya. 


Mungkin karena dia pernah lama studi di Jepang. Boleh jadi mengetahui praktik sejenis mafia di negeri Sakura yang disebut Yakuza itu, beda dengan yang ada di dunia minyak goreng. 

Luthfi masuk ke kabinet periode kedua rezim Jokowi. Menggantikan posisi Agus Suparmanto yang terkena reshuffle. 


Dilantik 23 Desember 2020 lalu. Lulusan Purdue University, Indiana, Amerika Serikat tahun 1992. Pernah menjabat sebagai Duta Besar Republik Indonesia untuk Amerika Serikat (AS), 14 September 2020 – 23 Desember 2020.


Sebelumnya pernah Menteri Perdagangan dan Kepala BKPM di era SBY. Lalu di priode pertama Jokowi dia jadi Duta Besar di Jepang

Menilik identitas dan latar belakang kehidupan empat tersangka itu , memang “berbeda – beda”, namun tampaknya “tetap satu jua”.


Sama–sama penjahat ekonomi dan pelaku kejahatan kemanusiaan. Sama–sama punya akses ke pusat kekuasaan. Memenuhi syarat untuk dikategorikan sebagai “white collar crime” sejati. 


Jika menelisik nama–nama tersangka, publik sepertinya memperoleh cahaya penuntun untuk menyebutnya “kejahatan dan pejahat itu” punya korelasi dengan pusat kekuasaan. Serentak, industri rumahan yang bernama medsos – medsos ramai–ramai urun rembuk. 


Merespons dan mereproduksi catatan hitam atau jejak digital para tersangka yang terhubung Istana. Publik, seolah mendapat “wangsit” mendorong Presiden Jokowi yang dikenal populis itu, mau bertindak tegas. 


Memberantas komunitas “sampah” perusak kesehatan bangsa itu. Yang terang benderang. Yang ada di sekitarnya. Jokowi selama ini dikenal mahir mengelola isu kerakyatan. Penggemar blusukan. Jurus pemantik simpati rakyat kecil. Yang akrab dengan derita. Ke sanalah, Jokowi diminta berlabuh. 


Atas nama penderitaan rakyat kecil, maka dia wajib hukumnya bertindak cepat. Melangkah tegas. Bergerak lugas  memberantas mafia minyak goreng itu bersama geng-nya. Sampai ke akar – akarnya. 


Apapun istilahnya, pemilik suara terbanyak – publik itu – bersepakat mengatakan, kasus mafia minyak goreng yang digoreng oleh pejabat resmi, berkomplot dengan perusahaan perkebunan besar milik konglomerat besar alias oligarki. 


Sesungguhnya, momentum ini, merupakan pintu masuk (entry point) bagi presiden Jokowi untuk menancapkan legacy atau warisan berharga. Menoreh sejarahnya untuk seluruh rakyat Indonesia. Menumpas habis – habisan, mereka yang telah membuat rakyat kecil menderita. 


Antri berhari – hari untuk satu liter minyak goreng. Bahkan ada yang meninggal dunia.

Saatnya Jokowi tampil memimpin perlawanan menumpas kekuatan oligarki di negeri ini. Yang banyak diyakini bercokol di Istana. 


Di pusat kekuasaan itulah sesungguhnya problema besar bangsa besar ini. Harus dijawab Jokowi: Menumbangkan imperialisme dan kolonialisme ekonomi, yang menghisap darah bangsa ini. 


Apabila Jokowi mau menindak mafia minyak goreng, yang diback up kekuatan oligarki, bersama agen – agennya, yang banyak disebut - sebut bercokol di Istana, dipastikan dia akan meraih dukungan suara terbanyak (electoral vote) masyarakat akar rumput. 


Tanpa kampanye. Tanpa tim sukses. Tanpa buzzer. Tanpa Influencer. Tanpa intrik. Tanpa represi. Tanpa baliho. Cuma tentu saja ada berita “buruknya”: terjadi pengangguran massal para buzzer Istana. 


Mereka akan kehilangan jabatan bergengsi. Kehilangan sumber nafkah, yang sesungguhnya dibalik itu , malah banyak melukai hati orang lain. Mereka yang tidak sejalan. Orang yang tidak berdosa. 


Langkah kuda Jokowi yang berani dinanti. Itulah yang sebenar – benanya yang patut disebut “revolusi mental”. Bukan yang lain. Yang remeh temeh dan complicated.. 


Dapatkah atau maukah Jokowi menghibahkan sisa pemerintahannya yang dua tahun lagi:  mengerahkan keberaniannya. Bermutasi menjadi “Gundala” alias “Putera Petir”, untuk membongkar komplotan penjahat kemanusiaan. Yang sudah terang – terangan ada di sekeliling Istana. Yang bernama Oligarki dan antek – anteknya. 


Merekalah mungkin Brutus itu. Atau anak asuh Sang Brutus? 

Wallahu A’lam Bishawab!! 


Penulis, wartawan senior dan pemerhati masalah sosial budaya.-

Oleh : Akhiruddin Mahjuddin 


Tulisan ini tidak sedang membahas terkait penindakan apalagi operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasn Korupsi (KPK). Tapi lebih dari itu, memotret hal yang lebih substantif, yaitu tentang subsidi listrik dan anggaran yang diperuntukkan untuk kesejahteraan nelayan. 


Dua hal di atas, saat ini menjadi konsen KPK, dengan tujuan untuk memastikan data penerima subsidi listrik tidak saja harus tepat sasaran, tapi juga tepat jumlah dan zero penyimpangan. Demikian halnya dengan anggaran kesejahteraan bagi nelayan, selain tepat sasaran dan tidak disalahgunakan oleh penyelenggara negara, tapi juga tepat dan berdaya guna.


Ketua KPK, Firli Bahuri mengemukakan bahwa kajian terhadap data penerima subsidi listrik ini merupakan bagian dari strategi nasional pencegahan tindak pidana korupsi.


Menurutnya, upaya  penyamaan data NIK dengan data pelanggan PLN di seluruh Indonesia bertujuan memberikan masukan kepada PLN berapa nilai subsidi yang seharusnya diberikan kepada masyarakat, termasuk mendalami berapa nilai subsidi untuk pengguna 900 watt dan 450 watt. 


Firli berharap apa yang dilakukan oleh lembaga yang dipimpinnya ini dapat membantu Pemerintah agar subsidi listrik diberikan kepada orang yang tepat.  


Ia  dengan cara sederhana mencontohkan bagaimana subsidi listrik ini diterima oleh orang yang tidak tepat. Ia menjelaskan bahwa bisa saja ada 40 orang yang menerima  subsidi listrik, setelah diverifikasi, ternyata 40 orang tersebut merupakan penyewa. Dengan demikian maka pemilik lah yang diuntungkan. 


Meski pencegahan merupakan pendekatan yang tidak populer, namun Ia yakin apa yang  Ia dan lembaganya kerjakan, setidak - tidaknya dapat memastikan alokasi anggaran subsidi listrik tepat sasaran, yaitu  mereka yang paling berhak lah  yang menikmati fasilitas subsidi dari pemerintah. 


Dengan demikian, negara tidak saja telah merumuskan program yang efektif, tapi juga efisien dari sisi anggaran. Sehingga hal ini memastikan terpenuhinya rasa keadilan bagi publik. 


Ia  meyakini, subsidi listrik yang tepat sasaran akan menjadi salah satu instrumen Pemerintah guna menurunkan angka kemiskinan. Karena subsidi listrik ini, selain dapat meningkatkan daya beli, juga dapat menjadi alat pengungkit produktivitas bagi penerima manfaat. Paling tidak kegiatan produktif skala  rumah tangga. 


Sehingga secara otomatis akan meningkatkan pendapatan per kapita, lebih lanjut akan meningkatkan taraf hidup dan derajat kehidupan mereka, yang ujungnya dapat mengeluarkan rakyat dari belenggu kemiskinan. 


Selain subsidi listrik, Firli dalam tulisannya, tepat pada peringatan ke 62 hari Nelayan Nasional, yang mana tulisan itu  selain  ungkapan rasa terimakasih kepada nelayan.  Ia memastikan, KPK dan institusi penegak hukum lainnya akan membongkar semua praktik korupsi yang menyengsarakan para nelayan Indonesia, tanpa terkecuali.  


Bahkan Ia mengingatkan agar aparatur Pemerintah,  termasuk pejabat yang terkait agar tidak main-main dengan hajat hidup nelayan, khususnya pada aturan dan program kesejahteraan bagi nelayan. Karena jika terjadi, maka lembaga yang dipimpinnya  akan menjerat siapapun menggunakan pasal tindak pidana korupsi dengan ancaman hukuman paling berat. 


Tidak hanya itu, Ia bahkan mendorong agar nelayan diangkat sebagai Pahlawan  Devisa Samudera, serta Pahlawan Pertahanan dan Kedaulatan Negara.  


Jadi catatan Firli ini bukanlah sekedar catatan biasa, tapi merupakan catatan yang bermakna ganda, yakni keberpihakan kepada kelompok miskin dan rentan. Karena Ia yakin dengan   pencegahan yaitu mengawal dan memastikan program Pemerintah diterima oleh yang berhak lah yang akan mengeluarkan masyarakat  Indonesia dari kemiskinan. 


Makna lain dari catatan ini, merupakan peringatan bagi pejabat korup agar tidak main - main pada program yang diperuntukkan bagi kelompok marginal. Karena Ia memastikan lembaganya akan menindak dengan keras dengan menggunakan ancaman hukuman paling berat.


Penulis adalah Pengamat Kebijakan Publik

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.