-->

Latest Post


MPA,SOLOK -- Untuk meningkatkan kesehatan di Provinsi Sumatera Barat, Dinas kesehatan (Dinkes) Sumatera Barat mengelar Rapat kordinasi pembangunan kesehatan Tahun 2019 yang diselenggarakan di aula BAPPEDA Kota Solok, Rabu (30/1/2019).
Wakil Gubernur Sumatera Barat Nasrul Abit dalam sambutannya menyampaikan, sekarang pemahaman terhadap imunisasi untuk mencegah Measless Rubella (MR) di Sumbar masih menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat, namun Nasrul Abit menegaskan bahwa imunisasi untuk mencegah MR tetap dilanjutkan, namun tidak ada paksaan bagi orang tua untuk melakukan imunisasi, menurut MUI secara Islam hukumnya haram, namun dibolehkan karena alasan sebab kedaruratan.
"Ada tiga hal yang perlu kita benahi dalam pembangunan kesehatan yaitu, masalah pemerintahan, masalah ekonomi dan pembangunan dan masalah sosial kemasyarakatan," kata wagub.
Lanjut Wagub mengatakan, kegiatan ini amat penting, karena saat ini masalah sosial kemasyarakatan yaitu masyarakat kita tengah mengalami perubahan pola penyakit transisi epidemiologi yang ditandai dengan meningkatnya kematian akibat penyakit tidak menular (PTM) seperti stroke, jantung, diabetes dan lain-lain.
"Ini perlu ada Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) dilingkungan kita, permasalahan sosial kemasyarakatan ini yang perlu kita perhatikan, seperti narkoba, LGBT yang saat ini sudah merajarela di Sumbar dan rokok," ujar Wagub.
"Hal yang kecil saja, kita bisa hidup sehat di mulai dari Kawasan Tanpa Rokok (KTR), sudah hampir daerah memiliki Perda tentang Rokok, tentunya saya berharap kota solok segera memiliki Perda Rokok, sekurang-kurangnya peraturan Walikota," tambahnya.
Dalam arahan wagub menyampaikan, bagaimana kita bisa mensosialisasikan kepada masyarakat agar jumlah perokok dapat berkurang, sekarang jumlah perokok di Sumbar ada 38 persen, ini jumlah yang besar, dari 10 orang ada 4 yang perokok. Untuk menguranginya harus ada tempat-tempat yang dilarang merokok seperti, Sekolah, tempat ibadah, fasilitas pelayanan kesehatan, tempat bermain anak, angkutan umum, tempat umum dan tempat kerja.
Sebelumnya Sekda Kota Solok dalam ini mewakili Walikota Solok menyampaikan sambutannya, bahwa kegiatan Rakor Pembangunan Kesehatan ini baru yang pertama diadakan di Sumbar, dan ditempatkan di Kota Solok, ini adalah perubahan yang sangat bagus untuk mensosialisasikan kegiatan kesehatan ini.
Apalagi ini merupakan saran dari Wakil Gubernur, agar setiap Rakor dapat diadakan bergiliran disetiap daerah.
Kemudian Sekda juga melaporkan, program Germas harus dilaksanakan oleh semua stakeholder terkait. Ini adalah program nasional yang telah dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia, dalam meningkatnya pembiayaan pelayanan kesehatan yang harus ditanggung oleh masyarakat dan pemerintah, menurunnya produktivitas masyarakat, menurunnya daya saing yang pada akhirnya mempengaruhi kondisi sosial ekonomi masyarakat kita.
Rakor ini dihadiri Wakil Gubernur Sumatera Barat Nasrul Abit, Sekretaris Daerah Kota Solok (mewakili Walikota Solok), Kepala Dinas Kesehatan Sumbar dr. Merry Yuliesday, MARS, dan Kepala Dinas Kabupaten/kota se Sumbar, serta undangan lainnya yang berjumlah 50 orang.(*)



MPA Presiden Joko Widodo kembali menyinggung soal lamanya proses perizinan. Kali ini, Presiden meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk mempercepat proses perizinan penangkapan ikan. Hal itu disampaikan Kepala Negara karena masih adanya keluhan lamanya proses perizinan.

"Jangan sampai mengurusi izin sampai berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Apaan-apaan ini. Saya tidak bisa menerima hal yang seperti itu," ujarnya di Istana Negara, Jakarta, saat bersilaturahmi dengan para pelaku usaha perikanan tangkap pada Rabu, 30 Januari 2019.

Menurut Kepala Negara, di tengah perkembangan teknologi yang pesat, tidak semestinya proses perizinan memakan waktu hingga berminggu-minggu atau berbulan-bulan lamanya.

Suwarto, pelaku usaha perikanan tangkap asal Indramayu diminta Presiden untuk menceritakan pengalamannya tentang pengurusan izin yang dibutuhkan. Mulanya, ia mengatakan bahwa proses tersebut berlangsung dengan cepat. Namun, setelah didesak Presiden untuk _blak-blakan_, akhirnya diketahui bahwa pengurusan izin masih dirasakan terlalu lama.

"Berarti intinya masih belum cepat ya. Sekarang, mengurus izin berapa hari?" tanya Presiden.

"SIPI (Surat Izin Penangkapan Ikan) enggak sampai satu bulan, kurang lebih dua puluh harian," jawabnya.

Mendengar jawaban itu, Kepala Negara mengatakan bahwa waktu dua puluh hari yang dibutuhkan untuk mengurus izin masih terlalu lama. Ia mencontohkan sejumlah perizinan awal di Badan Koordinasi Penanaman Modal yang kini hanya membutuhkan waktu dua jam saja.

"Masih lama dua puluh hari. Saya berikan contoh izin di BKPM yang dulu bertahun-tahun sekarang kita ubah 2 jam bisa keluar 9 izin. Ini zaman kayak gini masak masih berhari-hari, jam sekarang urusannya!" kata Presiden.

Dalam acara itu, Kepala Negara meminta Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dan para jajaran terkait untuk mencatat dan menindaklanjuti keluhan-keluhan yang disampaikan. Presiden juga meminta seluruh kementerian untuk membangun sistem yang dapat mempermudah pelayanan dan perizinan di tengah masyarakat.

"Bangun sistem. Kita sekarang _blak-blakan enggak_ apa. Yang dulu-dulu enggak usah kita urus lagi tapi ke depan memang harus diperbaiki kecepatan perizinan secara baik," tutur Presiden.

*Perolehan Ikan Harusnya Melimpah*

Di samping soal perizinan, Kepala Negara menuturkan bahwa dirinya merasa senang bila para nelayan di Tanah Air mendapatkan hasil tangkap yang melimpah. Apalagi saat ini pemerintah bersikap tegas terhadap para pelaku pencurian ikan di wilayah perairan Indonesia oleh kapal-kapal penangkap ikan milik asing.

"Sekarang ini sudah tidak ada lagi atau hampir tidak ada lagi yang namanya _illegal fishing_. Karena sering saya sampaikan 7.000 kapal asing ilegal yang bertahun-tahun lalu-lalang di laut kita itu sekarang dapat dikatakan sudah tidak ada," ucapnya.

Hal tersebut diamini oleh nelayan bernama Kadahan dari Pulau Morotai yang sempat berbincang dengan Presiden. Ia mengaku hasil tangkapannya meningkat sejak kebijakan pelarangan kapal asing diterapkan.

“Sekarang lebih banyak Pak, dulu banyak nelayan Filipina sampai tinggal di belakang rumah kita. Sekarang sudah tidak ada. Dulu sehari (dapat) kecil-kecil 4-5 ekor ukuran 3-5 Kg, sekarang sehari paling sedikit 1-3 ekor ukuran 30 Kg ke atas,” jelas Kadahan.

Tapi Presiden juga mempertanyakan perolehan ikan yang dirasa masih kurang. Presiden mengatakan, seharusnya hasil penangkapan ikan dapat melimpah seiring dengan hampir tidak adanya kapal asing yang beroperasi di perairan nasional.

“Saya tanyakan ke menterinya, hasilnya naik _nggak?_ Ada ini angkanya. _Kok_ naiknya _dikit_. Kalau dilihat dua pertiga (wilayah) Indonesia adalah air, masa laut _segede gitu_ kita masih kekurangan ikan. Ini yang enggak _bener_ yang _nangkap_ atau ikannya yang lari? Kebangetan sekali kalau kita kalah sama negara kanan kiri kita urusan _nangkap_ ikan,” ungkap Presiden.

Namun dalam kesempatan yang sama, Presiden juga sekaligus mengingatkan para nelayan dan pengusaha ikan tangkap untuk turut menjaga kelestarian laut untuk kebutuhan generasi di masa mendatang.

"Kita ingin sumber daya alam laut kita ini memberikan manfaat yang berkelanjutan. Tidak hanya untuk kita saja, tapi juga untuk anak cucu kita. Oleh sebab itu penangkapan ikan mestinya ada pengaturannya," kata Presiden.

Turut hadir mendampingi Presiden, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.


Jakarta, 30 Januari 2019
Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden

Bey Machmudin



MPA,PADANG – Rasa haru dan banga terlihat jelas dari raut wajah seorang bapak yang berasal dari daerah kota Lubuk linggau Sumatra Selatan, pada Senin pagi (21/1)" saat mengantar anak sulungnya yang ternyata lulus menjadi dosen di salah satu kampus yang ada di kota padang Sumatera Barat. 

Herman yang ke seharian nya bekerja di salah satu instansi pemerintah yang ada di kota Lubuk linggau, juga bapak dari tiga orang anak ketika ditemui wartawan mediaportalanda saat sedang sarapan pagi dikedai yang ada di seputaran gerbang menuju arah kampus Unand mengisahkan, anak sulungnya Rahmat Hersi Martinsyah lulusan S2 Agroekoteknologi faperta tahun 2018 dari Universitas Bengkulu.

Jarak beberapa bulan Rahmat lulus dari Unib kebetulan ada peluang kerja sebagai Dosen di Univertas Limau  Manis (Unand) Padang Sumatera Barat, dan rahmat pun lalu mendaftar, alhasil tak lama kemudian Rahmat mendapat panggilan untuk segera mengikuti tes di kampus Unand, terang Herman warga kota llg ini.

Dia menambahkan, setelah Rahmat mengikuti tes, beberapa minggu kemudian Rahmat di minta untuk mengantarkan berkas lamaran nya,  makanya kami kembali lagi ke padang.

Dengan raut wajah yang ceria Herman mengatakan. Alhamdulillah anak sulung saya lulus tes, dan di terima bekerja menjadi dosen di kampus Unand.  Mungkin ini pertama anak Linggau yang jadi dosen di Unand, tutur Herman.
(ar)                                           



Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.