-->

Latest Post

MPA,PADANG — Kinerja Dinas Perhubungan (Dishub) provinsi Sumatera Barat (Sumbar) selama 2 tahun belakangan ini, dinilai jauh merosot bahkan dianggap gagal.
Ada beberapa faktor yang menjadi tolak ukurnya kegagalan kinerja Dishub Sumbar tersebut.
Diantaranya serapan anggaran yang tidak dapat terealisasikan secara maksimal serta pertanggungan jawaban penggunaan anggaran belum sesuai sebagaimana mestinya.
Menurut sumber terpercaya, Dishub Sumbar pada tahun 2018 mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp21.404.215.823, namun yang dapat terealisasikan hanyalah sebesar Rp20.492.255.2014, atau 95,74 persen.
Artinya, ada banyak program yang tidak dapat terealisasikan sepenuhnya sehingga menjadi sisa anggaran (SILPA).
Diduga, Terjadinya hal itu, akibat kurang matangnya perencana yang dibuat sehingga program tersebut tidak dapat terlaksanakan dengan baik, serta kemampuan PImpinan/ASN yang ada.
Seperti halnya kegiatan Penyediaan jasa informasi, dokumentasi dan publikasi senilai Rp26.900.000, tapi terealisasikan hanyalah sebesar Rp10.496.000 atau 39,02 persen.
Dalam hal ini, Dishub Sumbar dinilai tidak mampu  (gagal) memberikan informasi terkait kegiatan yang dilakukannya kepada masyarakat publik.
Begitu juga dengan kegiatan penyediaan bahan bacaan dan peraturan Perundang undangan sebesar Rp36 juta, tapi yang terealisasikan hanyalah sebesar Rp16 juta atau 46 persen.
Parahnya, terindikasi adanya anggaran sebesar Rp669 juta  diduga diselewengkan. Yang Mana, penggunaan anggaran tersebut hingga saat ini masih belum dapat dilaporkan sebagaimana mestinya.
Untuk memastikan hal itu, seperti dilansir Laksusnews.com masih berupaya untuk melakukan konfirmasi kepada pihak terkait.
Namun hingga berita ini diturunkan, Kepala Dinas Perhubungan Sumbar, Heri Novriadi yang di hubungi via Whatsapp (WA) melalui no. Hp 08126630xxx masih belum memberikan jawabannya.

#Fit


Keterangan foto: Albert Wanggai, domisili di Serui, Papua

MPA,PAPUA - United Liberation Movement of West Papua (ULMWP) sebagai organisasi sayap sparatis yang diketuai Benny Wenda, yang berdomisi di luar negeri, mencoba kembali untuk membohongi rakyat Papua. Setelah sebelumnya pada tahun 2016 dan 2018 permintaan mereka untuk masuk menjadi anggota penuh organisasi Internasional Melanesian Spearheaded Groups (MSG) ditolak, ULMWP mencoba mencari perhatian lagi untuk mengajukan permohonan agar dapat diterima menjadi  keanggotaan penuh (full membership) di MSG.

Langkah ULMWP untuk menjadi anggota penuh MSG sudah barang tentu tidak akan berhasil, karena ini tidak mewakili orang asli Papua. Mereka ini adalah segelintir orang Papua yang mencari suaka di luar negeri seperti yang dilakukan oleh Benny Wenda Cs. Prinsip-prinsip dasar dalam pembentukan MSG yang sudah direvisi pada tahun 2015 secara jelas mengatakan jika anggota MSG wajib menghormati kedaulatan dan tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain. Prinsip dasar itu jelas bertolak belakang dengan apa yang dilakukan oleh ULMWP yang nyata-nyata menggangu dan tidak menghormati kedaulatan Indonesia.

Salah satu tokoh muda Papua mengatakan bahwa keinginan ULMWP bergabung ke MSG bukan keinginan rakyat di Papua. "Hal ini sudah tidak dibutuhkan lagi oleh Orang Asli Papua. OAP saat ini semakin banyak yang mengembangkan dirinya untuk membangun Papua daripada mengurus hal-hal yang tidak mungkin dicapai," ungkap Albert Wanggai, tokoh pemuda Papua yang tinggal di Serui itu.

Para pengamat dan diplomat luar negeri  menyimpulkan tindakan yang dilakukan ULMWP untuk dapat menjadi anggota penuh MSG hanya sebuah manuver mencari perhatian dunia internasional dan yang pada akhirnya akan sia-sia seperti tahun-tahun sebelumnya. Selain prinsip dan syarat dasar diterimanya menjadi anggota MSG tidak mungkin dipenuhi oleh ULMWP, juga minimnya dukungan negara yang tergabung dalam MSG sehingga semakin menguatkan sebuah keniscayaan.

Indonesia yang telah menjadi anggota penuh MSG sejak tahun 2015 lalu semakin menunjukkan eksistensi sebagai "leader" dalam berperan aktif untuk membantu negara-negara  di kawasan Pasifik tersebut. Sebagaimana diketahui, saat ini nilai perdagangan Indonesia dengan negara-negara MSG  mencapai US$ 260 juta. Nilai ini dipastikan kedepannya bisa ditingkatkan lagi.

Selain itu, pada Pertemuan KTT MSG terakhir tahun 2018 kemarin, Indonesia telah menyampaikan komitmennya untuk menjadi mitra yang kuat bagi negara anggota MSG dalam mewujudkan visi MSG 2038: _Prosperity for All,_ suatu rencana 25 tahunan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat di sub-kawasan Melanesia. Jelas langkah tersebut semakin membuat Indonesia memiliki tempat yang cukup berharga di kawasan Pasifik.

Isu-isu yang kerap dihembuskan oleh ULWMP di forum internasional tentang Indonesia pun tidak mendapatkan respon dari negara-negara pasifik. "Terlebih pada tahun 2018 kamarin lembaga internasional _Freedom House_ menyatakan bahwa pemilihan umum daerah di Indonesia, termasuk di Papua dan Papua Barat, adalah bebas dan adil. Hal tersebut menunjukkan jika masyarakat di Provinsi Papua dan Papua Barat adalah _politically free,_ memiliki kebebasan berdemokrasi untuk mengelola anggaran dan pembangunan sendiri, dan hal tersebut sudah diakui oleh dunia internasional," imbuh Albert Wanggai.

Yang pasti, semakin eksisnya Indonesia dalam kancah politik negara pasifik dan semakin banyaknya kebohongan-kebohongan politik yang dilakukan ULMWP membuat ULMWP kehilangan simpati di dunia internasional, nasional bahkan dari masyarakat Papua sendiri. "Jadi yang dilakukan ULMWP hanyalah sebuah pembodohan yang dapat mengganggu kemajuan generasi penerus Papua," tegas Albert Wanggai lagi. (JKO/Red)



#SalamDamaiPapua
#PapuaMajuBersamaIndonesia


Oleh: Wilson Lalengke

Pengantar: Tulisan ini merupakan penulisan kembali artikel penulis yang dibuat pada pasca pilpres 2014 silam, yang masih sama dan sebangun dengan situasi pasca pemilu serentak 17 April 2019 saat ini._

Jakarta – Perhelatan demokrasi pemilu serentak (Pilleg dan Pilpres) 2019 sudah berakhir. Proses penghitungan suara di KPU Pusat sudah selesai. Penetapan presiden dan calon presiden terpilih sudah juga dilakukan KPU. Hasilnya, pasangan dengan nomor urut 01, Ir. H. Joko Widodo dan Prof. Dr. KH. Ma’aruf Amin diputuskan sebagai presiden dan wakil presiden terpilih untuk periode 2019-2024 dengan perolehan 55,50 persen atau 85.607.362 suara. Pasangan calon nomor urut 02, Letjen TNI (Purn) H. Prabowo Subianto Djojohadikusumo dan H. Sandiaga Salahuddin Uno, B.B.A., M.B.A mendapat 44,50 persen atau 68.650.239 suara.

Walau sudah selesai, namun hingar-bingar pilpres tampaknya masih meninggalkan persoalan. Kubu pasangan nomor urut 02, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno, menyatakan bahwa telah terjadi kecurangan yang TSM (Terstruktur, Sistematis, dan Masif) dalam pelaksanaan pilpres kali ini. Para tim sukses, pendukung dan simpatisannya-pun tidak kalah galak. Mereka percaya ada skenario pihak tertentu dalam memenangkan pasangan Jokowi-MA. Pertikaian terkait hasil pilpres akhirnya bergulir ke Mahkamah Konstitusi (MK) dengan materi tuntutan paslon 02 agar MK mendiskualifikasi paslon 01, menetapkan Prabowo Subianto – Sandiaga Uno sebagai pemenang pilpres, atau pemilu diulang.

Terlepas dari hiruk-pikuk pilpres sebagai perwujudan faktual sistim pergantian kepemimpinan nasional secara demokratis, kiranya ada hal maha penting yang perlu dipahami secara benar tentang makna demokrasi yang sesungguhnya. Secara teori, demokrasi diartikan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Berdasarkan pengertian ini maka boleh dimaknai bahwa pelibatan dan keterlibatan rakyat menjadi pondasi utama dalam menentukan seseorang yang akan didudukkan di kursi presiden dan wakil presiden.

Beberapa istilah yang dimunculkan dalam proses pemilu sering salah kaprah, dan akhirnya menggiring kepada salah persepsi publik terhadap makna demokrasi itu. Contohnya, kata “kontestan” yang merujuk kepada para kandidat pasangan presiden dan wakil presiden membawa pengertian bahwa pasangan-pasangan calon adalah para peserta pertandingan memperebutkan kejuaraan.

Kontestan, atau yang sekonotasi dengan itu, sebenarnya adalah peserta perlombaan yang hanya dapat berhasil meraih gelar juara melalui sebuah adu kekuatan, kelebihan, dan kedigdayaan yang dimiliki oleh pribadi-pibadi atau kelompok peserta kontestasi atau lomba. Kekuatan fisik dan non-fisik personal menjadi pondasi utama bagi seseorang untuk menang atas peserta lainnya, tanpa melibatkan secara langsung orang lain diluar diri kontestan tersebut.

Dalam sisim demokrasi, hal sebaliknya yang terjadi. “Kemenangan” seseorang atau sebuah pasangan capres-cawapres ditentukan oleh orang lain. Artinya, rakyat banyak menjadi faktor utama keterpilihan seseorang, misalnya dalam ajang pemilihan pemimpin di suatu komunitas. Oleh karena itu, kegiatan demokrasi harus dipahami bukan sebagai sebuah ajang perlombaan, ajang kalah-menang, apalagi adu kekuatan (semisal adu kekuatan program, dan lain-lain). Demokrasi hakekatnya mesti dipandang sebagai wahana artikulasi kehendak, sebagai wadah menyampaikan keinginan atau aspirasi dari publik, para pemilih.

Sebagaimana halnya di masa lampau dan di berbagai penjuru dunia, pemilihan umum (termasuk Pilpres) hanyalah satu bentuk implementasi demokrasi di bidang politik. Ia harus dilihat sebagai wadah yang disediakan negara bagi rakyatnya untuk menyatakan pendapatnya, untuk menentukan pilihan-pilihannya. Oleh karena itu, sesuatu yang tidak dipilih oleh mayoritas rakyat tidak dapat dianggap lemah, tidak punya kelebihan, atau tidak bagus. Demikian juga seseorang yang tidak terpilih dalam sebuah ajang pilpres, misalnya, tidak bisa dikategorikan sebagai pihak yang kalah. Yang bersangkutan hakekatnya hanya tidak dipilih oleh orang kebanyakan.

Demokrasi terwujudkan dalam banyak bentuk. Perdebatan di forum parlemen yang bermuara pada keputusan-keputusan yang dihasilkan adalah salah satu bentuk demokrasi. Dalam perdebatan dan diskusi tersebut sesungguhnya tidak ada kalah-menang. Yang terjadi adalah sebuah proses “saling mencocokkan ide” dari masing-masing peserta debat. Nah, ketika sebuah keputusan dihasilkan, maka tidak semestinya ada pihak yang merasa dikalahkan atau dimenangkan.

Dalam proses bermasyarakat, demokrasi sangat penting bagi semua anggota komunitas. Demokrasi memungkinkan pertukaran gagasan, usulan, saran, dan pendapat. Melalui musyawarah yang dilandasi oleh semangat demokrasi, segala persoalan yang ada dapat dicarikan solusi pemecahannya. Semua pihak dilibatkan secara sama dalam menyampaikan ide atau gagasannya. Semua pihak juga dilibatkan secara sama dalam menerima gagasan dan ide dari sesama peserta musyawarah.

Ketika dalam diskusi tersebut terjadi proses voting atau pengambilan suara, maka wujud demokrasi harus ditampilkan sebagai bukan perlombaan atau kontestasi. Voting hanyalah sebuah mekanisme yang difungsikan untuk memilih altenatif-altenatif yang ditawarkan. Oleh karena itu, sekali lagi, jika sesuatu (ide, gagasan, usulan, dan sejenisnya) tidak dipilih mayoritas, maka tidak berarti sesuatu itu kalah. Ide atau gagasan yang tidak dipilih itu tetap memiliki kekuatan intrinsik di dalam dirinya yang tidak bisa dikatakan “dikalahkan” oleh sesuatu ide yang lain yang menjadi pilihan mayoritas.

Dalam konteks pilpres 2019, sesungguhnya merupakan kekeliruan besar untuk memberikan label “kalah” ke pasangan Prabowo-SU. Dalam pemaknaan demokrasi yang benar, pasangan ini hanya tidak dipilih oleh mayoritas rakyat. Kekuatan, kelebihan, kedigdayaan, dan sejenisnya tetaplah masih melekat pada diri pasangan ini, dan tidak dapat dikatakan “dikalahkan” oleh kekuatan, kelebihan, dan kedigdayaan pasangan Jokowi-MA. Buktinya, pasangan nomor 02 dipilih oleh 68.650.239 rakyat pemilih Indonesia atau sebesar 44,50 persen. Bukankah itu berarti hampir setengah dari jumlah keseluruhan rakyat di negeri ini menilai mereka sebagai yang terbaik?

Sekali lagi, pilpres yang demokratis bukan soal menang-kalah, tetapi soal terpilih atau tidak terpilih. Menang-kalah ditentukan oleh kekuatan dan kelemahan individu, sedangkan keterpilihan ditentukan oleh orang lain. Kedepan, kedewasaan menyikapi kehendak rakyat yang direpresentasikan oleh akumulasi suara orang per orang dalam sebuah komunitas amat urgent dan mendesak untuk ditingkatkan oleh setiap warga masyarakat di negeri ini. (*)

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.