-->

Latest Post

Selebritas, Musisi, Seniman, dan Pelaku Industri Kreatif Foto Bersama Dengan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat. | Foto Celebestopnews

MPA,BOGOR, Sekitar 100 selebritas dan pelaku industri kreatif bertemu Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu (17/7/2019) sore. 

Didampingi oleh Menteri Sekretaris Negara Prof. Dr. Pratikno, Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Triawan Munaf, dan Erick Thohir Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN), Presiden Joko Widodo menerima para selebritas, seniman, musisi dan pelaku industri  kreatif yang mengusungnya pada Pilpres 2019, di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu (17/7/2019) sore. 

Mewakili para selebritas pentolan grup musik Kahitna Yovie Widiyanto, dalam penyampaiannya. menjelaskan bahwa potensi dan kreatifitas para artis, musisi, seniman, dan pelaku industri kreatif Indonesia cukup dikenal di tingkat internasional,

“Indonesia seharusnya bisa berbangga karena talenta dari kawan-kawan musisi, artis penyanyi, seniman,dan para pelaku industri kreatif cukup disegani ditingkat internasional, bahkan dalam beberapa kompetisi tingkat internasional tak jarang kita selalu meraih juara pertama” ujar Yovie.

Yovie berharap agar dalam masa periode pemerintahan kedua ini Presiden Jokowi dapat memberikan perhatian lebih, demi meningkatkan sumber daya dan kesejahteraan para pelaku seni dan kreatif agar semakin kompetitif di tingkat internasional.

“Atas dasar prestasi-prestasi itulah saya mewakili kawan-kawan berharap agar pak Jokowi di periode kedepan nanti dapat memberikan dukungan guna meningkatkan sumber daya dan kesejahteraan para pelaku industry kreatif, seniman, musisi, dan artis-artis Indonesia agar kedepannya bisa lebih berprestasi dan semakin kompetitif ditingkat internasional” ujar Yovie yang serentak disambut dengan tepuk tangan oleh ratusan selebritas yang hadir.

Pada kesempatan itu Presiden Joko Widodo  menyampaikan bahwa dalam masa pemerintahan  lima tahun kedepan ia telah merencanakan untuk memberikan dukungan dana untuk meningkatkan pengembangan industri kreatif.
.
“Saya yah..disini juga hadir pak Pratikno dan pak Triawan yah… sudah merencanakan untuk memberikan dukungan dana guna pengembangan industri-industri kreatif, yah termasuk anda semua ini tentunya”  ujar Jokowi

Jokowi menjelaskan bahwa ada sejumlah dana abadi yang seharusnya dapat dianggarkan untuk memberikan dukungan guna pengembangan potensi dan  sumber daya di industri kreatif

“Ada.. agar diketahui dana itu ada…Yah semacam dana abadi yang jumlahnya lumayan besar, dan dapat diberikan untuk pengembangan potensi dan  sumber daya di industri kreatif, saya pasti akan alokasikan itu, tapi baru akan berjalan dan dimulai pada tahun depan.” Tegas Jokowi.

Namun Jokowi belum bisa memastikan bagaimana mekanismenya karena menurutnya itu akan kembali dibicarakan dan semoga DPR-RI juga dapat memberikan dukungan yang sama denganya menyangkut pengalokasian dana abadi tersebut.

“Mengenai mekanisme seperti apa, saya akan kembali bicarakan ini dengan berbagai pihak terkait baik itu dalam kementrian-kementrian terkait  dan..itu… Terutama ke DPR-RI yah… Karena pengalokasian ini nantinya akan masuk ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020. .. Yah.. semoga saja DPR memberikan dukungan yang sama…  Tapi saya yakin betul DPR-RI pasti juga akan mendukung, nanti gimana mekanismenya kami akan carikan jalan yah” ujar Jokowi.

Turut hadir dalam kesempatan tersebut diantaranya, fotografer senior Indonesia Darwis Triadi, presenter sekaligus anggota DPR RI terpilih 2019-2024 Muhammad Farhan, Andre Hehanusa,  Andre Opa Sumual Ketua Umum relawan Teman Jokowi, Mona Ratuliu dan suaminya Indra Brasco, Novita Angie, solois kondang Marcel Siahaan, bintang sinetron Kirana Larasati, Rian D’Masiv, Titi Rajo Bintang, Rival Achmad Labbaika Ketua Umum Aliansi Jurnalistik Online (AJO) Indonesia, Ike Muti, Dennis Adhiswara, dan David Bayu vokalis Band Naif.[***]


MPA,JAKARTA - Wempi Hendrik Obeth Ursia, seorang mahasiswa tingkat akhir dari Fakultas Hukum Universitas Bung Karno (UBK) Jakarta melakukan wawancara dengan Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, di Sekretariat PPWI Nasional, Jl. Anggrek Cenderawasih X Nomor 29, Kemanggisan, Palmerah, Slipi, Jakarta Barat, Kamis, 18 Juli 2019. Wawancara tersebut dilakukan mahasiswa asal Ambon itu dalam rangka penyusunan skipsi yang dipersyaratkan bagi penyelesaian studi yang bersangkutan.

"Terima kasih atas waktu dan kesediaan Pak Wilson untuk membantu saya memberikan informasi terkait penelitian saya sebagai tugas akhir atau skripsi saya," ujar Wempi saat menyampaikan maksud kedatangannya.

Adapun tema penelitian mahasiswa strata-1 itu adalah terkait kedudukan Dewan Pers dalam melakukan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) di dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999. Sebagai salah satu pimpinan organisasi yang mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) Dewan Pers terkait kebijakan mewajibkan seluruh pekerja pers, khususnya wartawan untuk mengikuti Uji Kompetensi Wartawan, Wempi menilai Ketua Umum PPWI itu perlu dijadikan salah satu responden dalam penyusunan skipsi-nya.

"Saya sedang meneliti tentang keabsahan lembaga Dewan Pers mengadakan Uji Kompetensi Wartawan berdasarkan UU Pers. PPWI sebagai salah satu organisasi pers yang menggugat Dewan Pers terkait UKW tersebut, saya menilai sangat relevan untuk menjadi narasumber utama penyusunan skripsi saya ini," jelas Wempi sambil menyodorkan Surat Permohonan Penelitian dari Fakultas Hukum UBK kepada Wilson.

Sang peneliti Wempi kemudian menyampaikan pertanyaan utamanya kepada narasumber Wilson untuk mendapatkan jawaban. "Mengapa Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) dan Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI) tidak sependapat dengan Dewan Pers dalam melakukan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) sehingga mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat?" tanya Wempi setelah sebelumnya mengaktifkan perangkat rekam suara miliknya.

Menjawab pertanyaan itu, Wilson menyampaikan secara singkat bahwa ada 4 hal yang menjadi landasan berpikir untuk menganalisa suatu kebijakan, terutama dalam konteks UKW Dewan Pers. "Ada 4 hal yang kita gunakan sebagai landasan pijak dalam mengajukan gugatan PMH Dewan Pers ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait kebijakan UKW, yaitu, pertama dasar hukum pelaksanaan UKW oleh Dewan Pers," kata Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu.

Menurut Wilson, tidak ada satupun pasal dari 21 pasal UU No 40 tahun 1999 tentang Pers yang secara jelas mengatakan bahwa Dewan Pers dapat menyelenggarakan dan mewajibkan wartawan mengikuti UKW. "Urusan uji kompetensi dan sertifikasi profesi berada di bawah kewenangan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), bukan Dewan Pers," tegas Wilson dalam wawancara tersebut.

Kedua, menurut Wilson lagi, adalah kejanggalan dalam proses pelaksanaan Uji Kompetensi Wartawan. Dengan system pelaksanaan UKW saat ini, kebijakan tersebut mendegradasi dan mendeligitimasi hasil pendidikan formal yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan, khususnya fakultas yang menghasilkan lulusan sarjana ilmu komunikasi dan jurnalistik.

"Fakta lapangan membuktikan adanya lulusan SMP yang dengan berbagai cara mendapatkan sertifikat kompetensi tingkat utama, bahkan menjadi team penguji UKW. Namun hasil-hasil karyanya berbentuk berita bohong dan main catut lembaga Kementerian Dalam Negeri. Lulusan SMP di-UKW bersama lulusan sarjana oleh Dewan Pers, hasilnya tentu tidak kredibel yàa," ungkap lulusan tiga universitas terbaik di Eropa, Birmingham University Inggris, Utrecht University Belanda, dan Linkoping University Swedia ini.

Alasan ketiga, kata Wilson, adalah terkait implikasi atau dampak dari UKW tersebut. "UKW melahirkan diskriminasi dan kriminalisasi di lapangan. Apalagi dengan adanya surat edaran Dewan Pers hingga ke daerah, bahwa pejabat dan siapapun boleh menolak wawancara terhadap wartawan yang belum UKW. Jadi narasumber bisa memilih-milih sesuai kehendak hatinya, bisa menolak wartawan yang tidak bisa menunjukkan sertifikat UKW. Polisi boleh mengerangkeng setiap wartawan yang diadukan atas tuduhan mencemarkan nama baik akibat tulisannya, hanya karena siwartawan belum UKW," jelas Wilson panjang-lebar.

Dan keempat, yakni pihak yang berwenang mengelola dan menyelenggarakan UKW. Berdasarkan peraturan perundangan, yang berwenang mengatur segala persoalan di lingkup kompetensi dan sertifikasi profesi adalah BNSP, bukan Dewan Pers. "Pasal 15 huruf (f) yang selalu digunakan sebagai dalil pembenaran oleh Dewan Pers itu keliru total. Peningkatan kemampuan wartawan itu tidak identik dengan ujian-ujian seperti yang dipaksakannya kepada semua wartawan, peningkatan kemampuan adalah urusan organisasi dan/atau lembaga-lembaga pelatihan, sedangkan urusan ujian kompetensi adalah kewenangan BNSP atau lembaga yang ditunjuk sesuai UU," pungkas alumni program persahabatan Indonesia Jepang Abad 21 ini. (APL/Red)


Oleh : Indra Tanamo

Konon katanya, kegagalan adalah hal yang terbilang biasa. Setiap usaha yang dilakukan seseorang tentu mengandung kata gagal atau sukses. Namun bagi sebagian orang, kegagalan bisa menjadi akhir dari segala-galanya. Terutama untuk orang yang tergolong sangat pesimis.

Apalagi untuk mencoba sesuatu yang belum pernah dilakukan, atau hendak mencoba sesuatu yang baru sudah pasti akan dibarengi dengan pemikiran yang matang akan bagaimana jadinya nanti. Jadi kitalah yang harus membangun impian, jika tidak orang yang akan membangun impian itu, dan kita sebagai pekerja.

Sedikit tip buat si pesimis yang ingin berusaha untuk membangun sebuah impian, atau ingin mengambil langkah maju, janganlah memakai istilah “Mungkin atau Andai”  tapi, melangkahlah dengan niat serta semangat pantang menyerah. Karena dibalik kata gagal ada kata sukses sedang menanti.

Mungkin kita semua sudah tau, kalau orang-orang hebat dari berbagi penjuru dunia ini sempat mengalami kegagalan, namun dari kegagalan itu mereka bahkan bisa menjadi lebih baik bahkan bisa menginspirasi dunia.

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.