-->

Latest Post



MPA, JAKARTA --  Ketua Umum (Ketum) Dharma Pertiwi, Ny. Nanny Hadi Tjahjanto secara resmi membuka acara Workshop Robotik bagi siswa-siswi sekolah Taman Kanak-Kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD) dibawah naungan Yayasan Dharma Pertiwi, bertempat di Gedung Panti Prajurit, Balai Sudirman, Jl. Dr. Sahardjo No.268 Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (18/8/2019).

Kegiatan Workshop Robotik ini dalam rangka memperingati HUT RI Ke-74 dan menyambut HUT Ke-74 TNI tahun 2019, dengan mengangkat tema “Dharma Pertiwi Bersama Rumah Robot Mengantar Siswa Generasi Emas Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Menuju Era 4.0”.

Ketum Dharma Pertiwi dalam sambutannya menyampaikan bahwa manfaat yang paling utama dari kegiatan Workshop Robotik adalah untuk membentuk karakter anak ke depan dalam mengasah kemampuan melakukan inovasi, ekspresi dan kreatif. “Robotik mempunyai aspek yang menarik dan ada komponen teknologinya, matematiknya dan seninya,” ucapnya.

Menurut Ny. Nanny Hadi Tjahjanto, setiap harinya bahkan setiap jamnya teknologi berkembang begitu pesat. Hal ini  terjadi karena belum adanya kesempurnaan dalam teknologi untuk melayani kebutuhan manusia seperti teknologi komunikasi.

“Banyak media komunikasi yang telah menyebar di kehidupan ini, mulai dari yang lama hingga yang paling canggih saat ini, baik itu telepon rumah, handphone dan internet. Kesemuanya itu dalam kehidupan sehari-hari cukup membantu dalam berkomunikasi,” ujar Ketum Dharma Pertiwi.

Dalam kesempatan tersebut, Ny. Nanny Hadi Tjahjanto mengungkapkan bahwa Komunitas Masyarakat Robotika pertama di Indonesia resmi dibentuk pada bulan Januari 2019 di Bogor, Jawa Barat.  Dengan tujuan menjadi wadah organisasi yang dapat menjadi standar perkembangan dunia teknologi robotika guna meningkatkan efisiensi industri dan menyesuaikan laju dalam era-milenial saat ini.

 “Untuk itu, melalui Workshop Robotik ini kedepannya bisa mewadahi dan mengajak seluruh lapisan masyarakat Indonesia terutama generasi muda untuk terus berinovasi dan melakukan pengembangan serta penguatan sumber daya manusia,” harapnya.

Turut serta mendampingi Ketum Dharma Pertiwi diantaranya, Ketum Persit Kartika Chandra Kirana Ny. Hetty Andika Perkasa, Ketua Harian IKKT Pragati Wira Anggini Ibu Wiwik Joni Supriyanto, dan Ketua Harian Dharma Pertiwi Ibu Metti Herindra.

Autentikasi : Kabidpenum Puspen TNI, Kolonel Sus Taibur Rahman.


MPA, GARUT - Seusai upacara Dirgahayu Kemerdekaan Republik Indonesia ke-74 Sabtu kemarin, sekelompok siswi berseragam SMP dan SD membuat sebuah video amatir dengan isi permohonan dibangunkan sekolah SMPN1 Talegong, Garut. Minggu, (18/08/2019).

Seorang siswi bernama Esti, berbicara menyampaikan permohonan yang tertuju kepada Bupati dan DPRD Garut, Kepala Dinas Pendidikan, Kepala Sekolah dan aparat Desa.

"Assalamualaikum warahmatullahi wa barokatuh,... Yang terhormat, Bapak Bupati Garut, Ketua DPRD Garut, Kepala Dinas Pendidikan, Kepala Sekolah SMPN1 Talegong dan aparat pemerintahan Desa Sukamaju. Kami memohon, tolong bangunkan kami sekolah, kami ingin punya bangunan sendiri, kami malu terus numpang di sekolah lain, tolong segera bangunkan kami sekolah", tuturnya  dengan nada lirih.

"Kami ingin mandiri,... Kami ingin mandiri,... Kami ingin mandiri,... Tolong jadikan kami, SMPN1 Talegong. Demikian... wassalam alaikum warahmatullahi wa barokatuh", tutupnya secara bersama-sama.
(Red)



MPA, JAKARTA -- Komite Keselamatan Jurnalis mendesak pengusutan tuntas kasus kekerasan terhadap jurnalis yang melakukan liputan aksi massa buruh di kawasan DPR/MPR pada Jumat (16/8/2019).

Komite Keselamatan Jurnalis juga mendorong Polri menjadikan Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dengan Polri Nomor 2/DP/MoU/II/2017 sebagai Peraturan Kapolri.

Alasannya MoU tersebut belum efektif membendung kekerasan terhadap jurnalis, utamanya pelaku kekerasan yang berasal dari anggota Polri.

Peristiwa terbaru, enam jurnalis dari media cetak, online, dan televisi mengalami kekerasan fisik dan intimidasi saat meliput aksi unjuk rasa di sekitar Gedung DPR/MPR Jakarta, Jumat (16/8/2019) yang diduga pelakunya adalah aparat kepolisian.

Kekerasan serupa juga pernah terjadi terhadap jurnalis saat meliput aksi 21-22 Mei lalu. AJI Jakarta mencatat ada 7 pelaku kekerasan diduga anggota Polri dari 20 kasus kekerasan terhadap jurnalis selama dua hari tersebut.

Dalam catatan AJI, selama Januari-Desember 2018, polisi juga menjadi pelaku terbanyak dengan 15 kasus dari 64 kasus kekerasan yang menimpa jurnalis.

Padahal menurut Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dengan Polri Nomor 2/DP/MoU/II/2017 pasal 4 ayat 1 menyebutkan para pihak berkoordinasi terkait perlindungan kemerdekaan pers dalam pelaksanaan tugas di bidang pers sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Komite Keselamatan Jurnalis menilai kepolisian tidak serius menangani pelaku kekerasan terhadap jurnalis yang diduga berasal dari anggotanya. Hal itu terlihat dari belum adanya anggota polisi yang mendapat hukuman, meski telah melakukan kekerasan terhadap jurnalis.

Pasal 8 UU Pers menyatakan dalam menjalankan profesinya jurnalis mendapat perlindungan hukum. Merujuk pada KUHP dan Pasal 18 UU Pers, pelaku kekerasan terancam hukuman dua tahun penjara atau denda Rp500 juta.

Komite Keselamatan Jurnalis juga menyoroti lemahnya tanggung jawab perusahaan dalam penanganan kasus kekerasan yang menimpa jurnalisnya. Menurut Pedoman Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Wartawan yang telah diterbitkan Dewan Pers pada 2012, tanggung jawab utama penanganan kasus berada di tangan perusahaan pers.

Kelemahan tersebut tergambar dari 20 kasus kekerasan yang terjadi pada 21-22 Mei, hanya ada 2 kasus yang dilaporkan kepada kepolisian. Sementara 18 kasus lainnya tidak dilaporkan dengan berbagai pertimbangan dari perusahaan dan korban.

Secara tidak langsung, sikap perusahaan media dan jurnalis tersebut turut mendorong praktik impunitas terhadap pelaku kekerasan terhadap jurnalis. Kendati demikian, Komite Keselamatan Jurnalis juga memaklumi jika ada jurnalis-jurnalis yang tidak berani melaporkan kasusnya dengan alasan takut dan tidak mendapat dukungan dari perusahaan media.

Atas dasar tersebut, Komite Keselamatan Jurnalis menyatakan sikap:

1. Mendesak Kapolri dan Kapolda Metro Jaya untuk menindak tegas anggotanya yang terbukti melakukan kekerasan dan penghalangan jurnalis yang melakukan kegiatan jurnalistik. Kekerasan tersebut bukan saja merugikan kebebasan pers, namun juga merusak citra Polri sebagai pengayom masyarakat.

2. Mendorong perusahaan pers untuk aktif dalam penanganan kasus kekerasan yang menimpa jurnalisnya sebagai bagian tanggung jawab memutus impunitas pelaku kekerasan.

3. Mendesak Dewan Pers dan Polri segera melakukan koordinasi sesuai amanat MoU Perlindungan Kemerdekaan Pers minimal satu kali dalam setahun
.
4. Selanjutnya untuk mencegah keterulangan kasus kekerasan, Kapolri segera menindaklanjuti Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dengan Polri sebagai Peraturan Kapolri agar lebih bersifat mengikat.

5. Komite Keselamatan Jurnalis juga membuka posko pengaduan bagi jurnalis yang mengalami kekerasan melalui hotline Komite Keselamatan Jurnalis: 0812-4882-231.

Jakarta, 17 Agustus 2019 
Komite Keselamatan Jurnalis AJI Indonesia, LBH Pers, AJI Jakarta, IJTI, PWI, SINDIKASI, FSPLM, Amnesti Internasional Indonesia, IMS, YLBHI, dan Safenet
Juru bicara Komite Keselamatan Jurnalis: 
Sasmito Madrim +6285779708669
Ade Wahyudin +6285773238190

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.