-->

Latest Post


MPA, JAKARTA - Didorong empati terhadap nasib korban tsunami Palu yang telah 11 bulan di pengungsian, meski baru kembali dari Tugas di Ambon, Yonif 711/RKS langsung terjunkan personelnya untuk membantu warga dalam program karya bakti.

Hal tersebut disampaikan Danyonif 711/Rks, Letkol Inf Fanny Pantouw M.Tr.Han.,M.I.Pol.,dalam rilis tertulisnya di Palu, Sulawesi Tengah, Senin (2/8/2019).

Diungkapkan Danyon, karya bakti yang dilaksanakan oleh 100 personel yonif 711/Rks pada Sabtu (31/8/2019) di kompleks pengungsian Balaroa ini, sebagai bentuk kepedulian terhadap warga korban likufaksi di Balaroa. 

“Sudah kurang lebih 11 bulan bencana berlalu, akan tetapi sampai saat ini masih ada para pengungsi yang masih tinggal di tenda pengungsian,” ujarnya.

Lebih lanjut dikatakan, Yonif 711 menggelar karya bakti di komplek pengungsian ini selain sebagai wujud perhatian kepada saudara yang membutuhkan, juga sebagai wujud kepedulian sosial kepada mereka yang tertimpa bencana.

“Kita berharap dengan kegiatan semacam ini dapat menumbuhkan kesadaran dan kepedulian para pengungsi untuk menjaga kebersihan lingkungan dan kesehatan," jelas Fanny Pantouw.

Dijelaskan pula, sebagai prajurit TNI, karya bakti yang dilakukan, selain untuk mendukung program pembangunan infrastruktur juga ditujukan untuk membangun budaya hidup bergotong-royong.

“Dengan adanya karya bakti seperti ini akan meningkatkan rasa peduli dan simpati, serta saling tolong-menolong terhadap sesama di kalangan masyarakat,” ucapnya.

Kegiatan tersebut juga mendapat apresiasi dari masyarakat, hal itu dapat dilihat dari banyaknya warga yang ikut berpartisipasi.

Asrin, Ketua RT di pengungsian Balaroa mengucapkan terima kasih kepada prajurit Yonif 711/Rks yang telah peduli dari awal bencana sampai sekarang.

“Kepedulian bapak TNI kepada para pengungsi sungguh besar, walau waktu itu mereka lagi tugas di Maluku, perhatian dan bantuannya tak pernah berhenti,” tuturnya.

Dirinya pun berharap, kehadiran TNI melaksanakan karya bakti di tempat pengungsian ini sebagai wujud perhatian kepada sesama yang membutuhkan bantuan.

“Semoga kebaikan seperti ini menjadi contoh bagi masyarakat untuk ikut juga peduli kepada sesamanya,” pungkasnya. (Dispenad)


MPA, KUBU RAYA  - Komando Daerah Militer (Kodam) XII/Tanjungpura secara serentak melaksanakan pemeriksaan kendaraan dinas yang digunakan oleh Prajurit dan PNS di lingkungan Kodam XII/Tpr. Pemeriksaan dilakukan dalam rangka pengecekan rutin serta penegakan ketertiban dalam satuan yang dilaksanakan di halaman parkir Makodam XII/Tpr, Jalan Arteri Alianyang, Kubu Raya.Senin (2/9/19)

Kegiatan pemeriksaan kendaraan dinas dilakukan usai pelaksanaan upacara bendera yang dilakukan Tim Pemeriksa yang terdiri dari personel Pomdam XII/Tpr, Provos, Staf Intelijen, Staf Logistik dan Paldam XII/Tpr. Pemeriksaan meliputi kelengkapan administrasi kendaraan maupun pengemudi seperti STNK, SIM serta kelengkapan kendaraan antara lain lampu penerangan, lampu sign, spion, sistem pengereman, aki, mesin, ban/roda dan sabuk pengaman kendaraan.

Kepala Penerangan Kodam XII/Tpr, Kolonel Inf Aulia Fahmi Dalimunthe S.Sos., saat memberikan keterangan mengatakan, pemeriksaan ini sebagai salah satu cara untuk memastikan kendaraan dinas yang akan digunakan dalam mendukung operasional tugas sehari-hari selalu dalam kondisi terbaik dan siap digunakan kapan saja.

"Selain itu, pemeriksaan ini dilakukan untuk meminimalisir pelanggaran dan kepatuhan anggota dalam berlalu lintas serta memberikan contoh kepada masyarakat untuk tertib dalam berlalu lintas," terang Kapendam XII/Tpr.

Masih kata Kapendam XII/Tpr, dari kegiatan pemeriksaan, apabila ada ditemukan kendaraan Prajurit TNI yang tidak lengkap, serta kelengkapan STNK, SIM akan di data dan kemudian sesegera mungkin untuk dilengkapi kekurangannya.

"Dari hasil pemeriksaan belum ditemukan pelanggaran, namun kegiatan pemeriksaan ini akan terus dilakukan secara rutin untuk mencegah pelanggaran bagi para anggota," tegas Kapendam XII/Tpr mengakhiri. (Pendam XII/Tpr)


MPA, PADANG -- Forum Eksekutif Media (FEM) mendukung segala upaya yang bertujuan mengembalikan marwah, harkat dan martabat profesi jurnalistik,  termasuk pemberian perlindungan dan jaminan keselamatan terhadap jurnalis dalam pelaksanaan tugas di bidang pers sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 

"Kami, FEM, sangat mengecam apapun bentuk pelecehan, kriminalisasi, apalagi tindak kekerasan yang jelas-jelas mencederai jurnalis baik secara fisik maupun mental. Kami sekaligus mengapresiasi respons Dewan Pers yang secara tegas mendesak pengusutan tuntas kasus penyerangan dengan upaya pembunuhan terhadap jurnalis oleh orang tak dikenal (OTK) di Banda Aceh, Sabtu (31/8/2019), diduga terkait pemberitaan yang dipublikasikan media online deliknews.com dalam beberapa hari terakhir mengenai adanya dugaan praktek KKN di Pemerintah daerah setempat," ujar Ketua FEM Ecevit Demirel, dalam siaran pers-nya, Senin (2/8/2019). 

FEM sekaligus mengapresiasi inisiatif teman-teman jurnalis yang berhimpun di Komite Keselamatan Jurnalis di Jakarta memprotes tindak kekerasan terhadap sejumlah jurnalis saat meliput aksi massa buruh di kawasan DPR/MPR pada Jumat (16/8/2019). 

"Kami, FEM, sepaham bahwa apapun bentuk  kekerasan terhadap jurnalis, baik secara fisik maupun mental, tak bisa ditolerir. FEM juga menolak praktik-praktik impunitas terhadap pelaku kekerasan terhadap jurnalis," tegasnya lagi. 

Selaku wadah berhimpun owner dan pimpinan media, tekannya, FEM sangat berempati terhadap rekan jurnalis korban kekerasan. Sebab, jurnalis selaku pekerja pers adalah elemen terpenting dan merupakan asset berharga bagi eksistensi usaha media. Sebaliknya kepada masyarakat luas, pejabat publik, maupun aparatur pemerintah hendaknya memahami tugas pokok dan fungsi pers, memiliki wawasan kemediaan, sehingga hal-hal tak diinginkan yang berdampak merugikan satu, dua atau beberapa pihak dapat dihindari. 

"Pada Pasal 8 UU Pers dinyatakan bahwa dalam menjalankan profesinya jurnalis mendapat perlindungan hukum. Merujuk pada KUHP dan Pasal 18 UU Pers, pelaku kekerasan terancam hukuman dua tahun penjara atau denda Rp500 juta," ulasnya. 

Sekaitan banyaknya kasus kekerasan terhadap jurnalis, FEM mengimbau pihak owner maupun perusahaan media agar proaktif dalam penanganan kasus kekerasan yang menimpa jurnalisnya.

Sekretaris FEM Eri Gusnedi menambahkan, mengacu pada Pedoman Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Wartawan yang telah diterbitkan Dewan Pers pada 2012, tanggung jawab utama penanganan kasus berada di tangan perusahaan pers.

"Ketika terjadi tindak kekerasan terhadap jurnalis yang bekerja di media-nya, pihak owner maupun perusahaan pers agar segera melaporkan kepada pihak berwajib. Dengan demikian, pihak owner maupun perusahaan pers telah terhindar dari praktik impunitas terhadap pelaku kekerasan terhadap jurnalis, selain jurnalis selaku individu yang bekerja pada perusahaan pers merasa terlindungi," ujarnya mengimbau.  

*(rel)*

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.