Oleh : Brigjen TNI Kunto
Arief Wibowo, (Danrem 032 Wirabraja)
Pepatah klasik sudah berkata bahwa setiap pertemuan pasti ada
perpisahan, tak ada yang kekal. Tanggal 10 Januari 2019 lalu, saya melaksanakan
serah terima jabatan (Sertijab) kepemimpinan Komandan Korem 032 Wirabraja.
Posisi baru sebagai Danrem diserahkan kepada saya setelah sebelumnya dipegang
oleh Brigjen Mirza Agus. Sekarang, tak lama lagi, rotasi kembali terjadi,
sayapun harus pindah ke posisi baru, dan sosok Danrem barupun akan hadir di
Padang. Begitulah siklusnya dan semua pihak akan mengalami.
Selama 1,3 tahun saya berada di Ranah Minang, berhubungan
dengan berbagai unsur yang ada. Mulai dari pemerintahan, masyarakat, pengusaha,
petani, nelayan, pemuda, bahkan sampai ke penghuni Lapas, hubungan sudah
dijalin. Saya juga sudah menelusuri berbagai wilayah di Sumatera Barat ini,
masuk ke lembah, ngarai, naik ke gunung, bukit, menyelam ke lautan, menyusuri
pulau-pulau yang ada, termasuk pula berenang disungai-sungainya. Apa yang
dilakukan bukanlah untuk melancong, tapi bagian dari tugas utama tentara rakyat
yang harus dekat dan berhubungan dengan rakyat. Semua juga bagian dari
“belajar” di masyarakat, sesuai adagium Alam Takambang Jadi Guru.
Berbekal itu juga, sesuai dengan pengalaman dan traveling
yang dilakukan, sayapun memahami berbagai masalah di Sumbar ini, yang sering
dikatakan orang sebagai miniatur Indonesia atau sering juga disebut sebagai
satu daerah yang menentukan berdirinya negara ini.
Hal utama yang selalu harus diingat ketika masuk daerah ini
bahwa Sumbar adalah daerah terbuka, daerah yang sangat mudah dimasuki berbagai
pengaruh dari luar, tapi disisi lain juga kuat mempertahankan sesuatu yang
dianggap prinsip bagi warganya. Perubahan sosial sudah dan terus berlangsung di
provinsi ini, perubahan itu masuk dari berbagai lini dan sektor, baik dari lini
informasi, teknologi, pendidikan dan sebagainya, yang kemudian menerpa berbagai
sisi kehidupan masyarakat. Hubungan sosial dan modal sosial adalah yang paling
kuat diterpanya. Masyarakat Sumbar sedang berada di wilayah itu. Mencoba
bertahan pada ranah tradisi dan adat, disisi lain terus menerima asupan
perubahan. Dinamika dan dialektika ini terus berlangsung dan terkadang ada rasa
gamang yang timbul di masyarakat.
Sebagai daerah yang terkenal akan keelokan alamnya, berbukit
bergunung, lurahnya dalam dan ombaknya berdebur di pantai, Sumbar punya ancaman
yang selalu menghantui. Itulah yang disebut sebagai bencana, baik faktor alam
maupun non alam. Longsor dan banjir, itulah rutinitas di musim penghujan yang
bakal dialami, serta kekeringan di musim kemarau mulai mengintai. Bencana non
alam ini semakin menunjukkan intensitasnya, seiring invasi manusia ke alam juga
makin meluas. Sementara Tsunami dan gunung meletus juga terus mengintai,
megatrust, tetap memberikan ketakutan yang tak bisa dipastikan kapan datangnya.
Ancaman kerusakan lingkungan, terutama karena faktor manusia
patut jadi catatan serius di daerah ini. Ekspansi pertambangan (baik dikelola
rakyat ataupun perusahaan) terus meluas, karena memang banyak sumber alam yang
bisa dikelola, baik emas, nikel, batubara dan sebagainya. Ini sudah jadi benang
kusut yang membutuhkan keseriusan dan ketegasan mengatasinya. Hukum dan ekonomi
harus berjalan beriringan.
Di sisi lain, terdapat pula beberapa daerah yang selama ini
dikatagorikan sebagai daerah tertinggal dan hampir tidak merasakan
keIndonesiaan dalam kesehariannya. Kepulauan Mentawai adalah salah satunya.
Sentuhan sangat diperlukan, dan sebisa mungkin sudah menjadi sebuah rangkulan.
Daerah ini juga terkenal dengan adagium “adat basandi syarak,
syarak basandi kitabullah,” yang intinya menekankan bahwa Sumbar adalah daerah
yang beradat, kuat tradisi, patuh dengan agama. Ini memang menjadi hal penting,
walaupun sebetulnya perubahan sosial dan rasa “gamang” tadi tetap menghantui
dan bahkan sudah nyata dalam institusi adat. Mulai dipolitisasinya kelembagaan
adat, keikutsertaan oknum-oknum lembaga adat dalam ajang politik, adalah
tanda-tanda sekaligus penanda bahwa sakralitas adat sudah berangsur-angsur
digeser. Ancamankah ini? Jelas, karena sebetulnya itulah pondasi masyarakat
Minangkabau.
Dalam setahun kehadiran saya di masyarakat Minangkabau,
dicobakanlah beberapa hal sebagai terapi bersama yang bisa diterapkan. Pertama,
perubahan tak bisa dipungkiri, tak bisa dihindari, pasti terjadi. Yang bisa
dilakukan adalah menguatkan masyarakat dan komponen lain agar tetap eksis
walaupun perubahan terus datang. Kuncinya adalah memanfaatkan dan memberdayakan
segala potensi lokal yang dimiliki. Kita percaya, masyarakat punya kemampuan,
kapasitas, hanya peluang dan kesempatan tak diberikan. Sisi inilah yang
disentuh Korem 032 selama setahun ini. Mulai dari sumberdaya perbengkelan,
pertanian, perikanan, tambak dan sebagainya. Semuanya dimaksimalkan kekuatan
lokal.
Kedua, suntikan dan dorongan inovasi dari luar sangat
diperlukan. Masyarakat terkadang sudah tahu dan mau berubah, tapi terhambat
pada sumber daya lainnya. Disinilah inovasi diperlukan, kreatifitas harus
dimunculkan. TNI AD masuk ke wilayah ini, sebagai bagian dari pelaksanaan
fungsi binter. TNI yang sudah terbiasa dengan inovasi, mencoba menularkan itu
ke masyarakat dengan pendekatan teknologi terapan.
Ketiga, kunci penting dalam masyarakat yang berubah dan era
milineal sekarang adalah kembali pada kepentingan rakyat banyak, bukan
sekelompok orang. Oleh karena itu mari selalu dorong dan contohkan wujud
keberpihakan tersebut, jangan hanya retorika tapi tampak nyata. Korem 032
sangat komit terhadap hal ini. Institusi adat, politik, pemerintahan punya
peran penting pada sisi ini. Boleh saja kita dapat untung dari satu hal, tapi
keuntungan bagi orang banyak tetap harus nomor satu.
Keempat, ada ikon utama di Sumbar yang selama ini sudah
dikenal kemana-mana yaitu Danau Singkarak dan Danau Maninjau. Ini potensi yang
luar biasa, baik ekonomi maupun pariwisata. Tetapi seiring waktu, masalah berat
menimpanya, yang ternyata justru bermula dari masyarakat itu sendiri. Danau
yang selama ini begitu indah dan bersih, sekarang merana dan menjadi kuburan
ribuan ikan yang mati keracunan. Normalisasi dengan mengembalikan fungsi danau
adalah hal yang harus dilakukan. Korem terlibat disini, dengan menggunakan
berbagai teknologi terapan, mulai dari Bios 44 sampai ke pemberdayaan
masyarakat, semua dicoba. Progres sudah berjalan dan itu akan terus
berlangsung. Perlu dijaga dan dikawal secara terus menerus.
Kelima, ancaman tanah longsor dan banjir karena aktifitas
pertambangan, perlu pola-pola teknologi terapan dan pendekatan kemasyarakatan.
Semua sudah dicoba tapi memang tak bisa selesai semalam. Diperlukan upaya terus
menerus, menekankan pada sisi mitigasi bencana dan kesiapan masyarakat serta
kekuatan pendekatan hukum.
Keenam, soliditas team work juga jadi penting. Baik dari
internal maupun kolaborasi secara ekternal. Peran Pemda, Polri, unsur
masyarakat, seluruh komponen cadangan dan komponen penunjang sangat vital.
Tanpa kerjasama semua pihak, tentu sulit keberhasilan bisa dicapai. Tak lupa,
media massa baik cetak, elektronik, TV, radio dan semuanya, sangat menunjang
aktifitas selama ini. Terimakasih atas kolaborasinya, dan tentunya penerus ke depan
akan lebih memaksimalkannya.
Ketujuh, saat ini juga, di momentum keberangkatan saya,
diwarnai dengan wabah pandemik luar biasa. Covid 19 melanda seantero negeri.
Hubungan yang selama ini dekat, sekarang harus berjarak. Entah sampai kapan,
tak ada yang tahu. Tapi optimistis harus dimunculkan karena masa depan tetap
ada. TNI tetap berperan, inovasi dilakukan, bantuan disalurkan, disinfektan,
kampanye dan sebagainya. TNI juga rentan terkena virus, tapi tugas harus
dilakukan. Saya tak bisa hadir secara dekat ke masyarakat, tapi tulisan ini
jadi penghubung kita.
Di Sumatera Barat saya banyak belajar, pada alamnya, pada
orangnya, pada semuanya. Pelajaran yang luar biasa, terutama soal berhubungan
sosial dan semakin memahami alam. Yang terbaik tentu jadi ilmu bagi saya dan
akan dikembangkan di daerah lain. Pergi membawa yang terbaik, itulah
filosofisnya.
Terus terang, masih banyak pekerjaan rumah yang harus
diselesaikan di negeri yang permai ini. Waktu tak akan pernah cukup. Dunia ini
begitu luas dan tantangan begitu banyak. Sekali lagi saya katakan, apa yang
sudah dan sedang dilakukan adalah bukti kekuatan tim dan kerjasama apik semua
lini. Dalam kesempatan ini, saya sampaikan ucapan terimakasih sekaligus
permohonan maaf kepada semua pihak. Tentu dalam berbagai kesempatan, ada sikap
ucapan dan tindak tanduk yang mungkin menyinggung. Tersinggung ketika naik,
tersenggol ketika turun, rela dan maaf sama-sama dihaturkan. Insyaallah,
bapisah bukannyo bacarai.**