-->

Latest Post


MPA, PADANG – Operasi Keselamatan Singgalang 2020 telah berakhir sejak tanggal 19 April 2020 yang lalu. Setelah operasi itu usai, Polda Sumbar telah melakukan analisa dan evaluasi (anev) terkait operasi tersebut.

Kabid Humas Polda Sumbar Kombes Pol Satake Bayu Setianto, S.Ik mengatakan, selama operasi Keselamatan Singgalang 2020 yang berlangsung selama 14 hari ini telah melaksanakan beberapa kegiatan seperti Preemtif, Preventif dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas.

“Pada kegiatan Preemtif pelaksanaannya diperbanyak untuk penyuluhan dan penyebaran pemasangan spanduk imbauan di tengah masyarakat,” katanya.

Lebih lanjut katanya, dalam kegiatan itu untuk tahun 2020 terjadi peningkatan di bandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2019 penyuluhan sebanyak 1.370 giat, sedangkan tahun 2020 sebanyak 3.806 (naik 178%). Kemudian penyebaran pemasangan spanduk pada tahun 2019 dilakukan sebanyak 9.257, sedang di tahun 2020 dilakukan 13.496 kali (naik 45%).

Pada tahun ini, jajaran lalu lintas di Polda Sumbar juga tidak melasanakan razia, karena semua kegiatan dialihkan untuk memberikan imbauan-imbauan kepada masyarakat, pembagian sarung tangan, masker dan lain sebagainya.

“Dalam operasi  ini, Polda Sumbar dan jajaran tidak melakukan penindakan, melainkan menjadikan operasi tersebut sebagai operasi kemanusiaan. Karena untuk mengantisipasi penyebaran virus Corona” terangnya.

Sedangkan kegiatan Preventif, yang dilakukan berupa Pengaturan Lantas, Penjagaan Lantas, Pengawalan Lantas, dan Patroli Lantas. Berikut perbandingan kegiatan di tahun sebelumnya :

Pengaturan Lantas
Tahun 2019 : 9386
Tahun 2020 : 9217
Keterangan : Turun  169 (-2 %)

Penjagaan Lantas
Tahun 2019 : 5463
Tahun 2020 : 5852
Keterangan : Naik 389 (7 %)

Pengawalan Lantas
Tahun 2019 : 116
Tahun 2020 : 75
Keterangan : Turun  41 ( -35 %)

Patroli Lantas
Tahun 2019 : 6908
Tahun 2020 : 6861
Keterangan : Turun  47 (-1 %)

Untuk giat Pelanggaran Lantas yakni berupa Teguran yang mengalami penurunan 35 % dibanding tahun sebelumnya. Pada tahun 2019 dilakukan teguran sebanyak 6.543 kali, sedangkan di tahun 2020 dilakukan sebanyak 4.236 kali.(*)


Sumber : Bidhumas Polda Sumbar



Oleh : Brigjen TNI Kunto Arief Wibowo, (Danrem 032 Wirabraja)

Pepatah klasik sudah berkata bahwa setiap pertemuan pasti ada perpisahan, tak ada yang kekal. Tanggal 10 Januari 2019 lalu, saya melaksanakan serah terima jabatan (Sertijab) kepemimpinan Komandan Korem 032 Wirabraja. Posisi baru sebagai Danrem diserahkan kepada saya setelah sebelumnya dipegang oleh Brigjen Mirza Agus. Sekarang, tak lama lagi, rotasi kembali terjadi, sayapun harus pindah ke posisi baru, dan sosok Danrem barupun akan hadir di Padang. Begitulah siklusnya dan semua pihak akan mengalami.

Selama 1,3 tahun saya berada di Ranah Minang, berhubungan dengan berbagai unsur yang ada. Mulai dari pemerintahan, masyarakat, pengusaha, petani, nelayan, pemuda, bahkan sampai ke penghuni Lapas, hubungan sudah dijalin. Saya juga sudah menelusuri berbagai wilayah di Sumatera Barat ini, masuk ke lembah, ngarai, naik ke gunung, bukit, menyelam ke lautan, menyusuri pulau-pulau yang ada, termasuk pula berenang disungai-sungainya. Apa yang dilakukan bukanlah untuk melancong, tapi bagian dari tugas utama tentara rakyat yang harus dekat dan berhubungan dengan rakyat. Semua juga bagian dari “belajar” di masyarakat, sesuai adagium Alam Takambang Jadi Guru.

Berbekal itu juga, sesuai dengan pengalaman dan traveling yang dilakukan, sayapun memahami berbagai masalah di Sumbar ini, yang sering dikatakan orang sebagai miniatur Indonesia atau sering juga disebut sebagai satu daerah yang menentukan berdirinya negara ini.

Hal utama yang selalu harus diingat ketika masuk daerah ini bahwa Sumbar adalah daerah terbuka, daerah yang sangat mudah dimasuki berbagai pengaruh dari luar, tapi disisi lain juga kuat mempertahankan sesuatu yang dianggap prinsip bagi warganya. Perubahan sosial sudah dan terus berlangsung di provinsi ini, perubahan itu masuk dari berbagai lini dan sektor, baik dari lini informasi, teknologi, pendidikan dan sebagainya, yang kemudian menerpa berbagai sisi kehidupan masyarakat. Hubungan sosial dan modal sosial adalah yang paling kuat diterpanya. Masyarakat Sumbar sedang berada di wilayah itu. Mencoba bertahan pada ranah tradisi dan adat, disisi lain terus menerima asupan perubahan. Dinamika dan dialektika ini terus berlangsung dan terkadang ada rasa gamang yang timbul di masyarakat.

Sebagai daerah yang terkenal akan keelokan alamnya, berbukit bergunung, lurahnya dalam dan ombaknya berdebur di pantai, Sumbar punya ancaman yang selalu menghantui. Itulah yang disebut sebagai bencana, baik faktor alam maupun non alam. Longsor dan banjir, itulah rutinitas di musim penghujan yang bakal dialami, serta kekeringan di musim kemarau mulai mengintai. Bencana non alam ini semakin menunjukkan intensitasnya, seiring invasi manusia ke alam juga makin meluas. Sementara Tsunami dan gunung meletus juga terus mengintai, megatrust, tetap memberikan ketakutan yang tak bisa dipastikan kapan datangnya.

Ancaman kerusakan lingkungan, terutama karena faktor manusia patut jadi catatan serius di daerah ini. Ekspansi pertambangan (baik dikelola rakyat ataupun perusahaan) terus meluas, karena memang banyak sumber alam yang bisa dikelola, baik emas, nikel, batubara dan sebagainya. Ini sudah jadi benang kusut yang membutuhkan keseriusan dan ketegasan mengatasinya. Hukum dan ekonomi harus berjalan beriringan.

Di sisi lain, terdapat pula beberapa daerah yang selama ini dikatagorikan sebagai daerah tertinggal dan hampir tidak merasakan keIndonesiaan dalam kesehariannya. Kepulauan Mentawai adalah salah satunya. Sentuhan sangat diperlukan, dan sebisa mungkin sudah menjadi sebuah rangkulan.

Daerah ini juga terkenal dengan adagium “adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah,” yang intinya menekankan bahwa Sumbar adalah daerah yang beradat, kuat tradisi, patuh dengan agama. Ini memang menjadi hal penting, walaupun sebetulnya perubahan sosial dan rasa “gamang” tadi tetap menghantui dan bahkan sudah nyata dalam institusi adat. Mulai dipolitisasinya kelembagaan adat, keikutsertaan oknum-oknum lembaga adat dalam ajang politik, adalah tanda-tanda sekaligus penanda bahwa sakralitas adat sudah berangsur-angsur digeser. Ancamankah ini? Jelas, karena sebetulnya itulah pondasi masyarakat Minangkabau.

Dalam setahun kehadiran saya di masyarakat Minangkabau, dicobakanlah beberapa hal sebagai terapi bersama yang bisa diterapkan. Pertama, perubahan tak bisa dipungkiri, tak bisa dihindari, pasti terjadi. Yang bisa dilakukan adalah menguatkan masyarakat dan komponen lain agar tetap eksis walaupun perubahan terus datang. Kuncinya adalah memanfaatkan dan memberdayakan segala potensi lokal yang dimiliki. Kita percaya, masyarakat punya kemampuan, kapasitas, hanya peluang dan kesempatan tak diberikan. Sisi inilah yang disentuh Korem 032 selama setahun ini. Mulai dari sumberdaya perbengkelan, pertanian, perikanan, tambak dan sebagainya. Semuanya dimaksimalkan kekuatan lokal.

Kedua, suntikan dan dorongan inovasi dari luar sangat diperlukan. Masyarakat terkadang sudah tahu dan mau berubah, tapi terhambat pada sumber daya lainnya. Disinilah inovasi diperlukan, kreatifitas harus dimunculkan. TNI AD masuk ke wilayah ini, sebagai bagian dari pelaksanaan fungsi binter. TNI yang sudah terbiasa dengan inovasi, mencoba menularkan itu ke masyarakat dengan pendekatan teknologi terapan.

Ketiga, kunci penting dalam masyarakat yang berubah dan era milineal sekarang adalah kembali pada kepentingan rakyat banyak, bukan sekelompok orang. Oleh karena itu mari selalu dorong dan contohkan wujud keberpihakan tersebut, jangan hanya retorika tapi tampak nyata. Korem 032 sangat komit terhadap hal ini. Institusi adat, politik, pemerintahan punya peran penting pada sisi ini. Boleh saja kita dapat untung dari satu hal, tapi keuntungan bagi orang banyak tetap harus nomor satu.

Keempat, ada ikon utama di Sumbar yang selama ini sudah dikenal kemana-mana yaitu Danau Singkarak dan Danau Maninjau. Ini potensi yang luar biasa, baik ekonomi maupun pariwisata. Tetapi seiring waktu, masalah berat menimpanya, yang ternyata justru bermula dari masyarakat itu sendiri. Danau yang selama ini begitu indah dan bersih, sekarang merana dan menjadi kuburan ribuan ikan yang mati keracunan. Normalisasi dengan mengembalikan fungsi danau adalah hal yang harus dilakukan. Korem terlibat disini, dengan menggunakan berbagai teknologi terapan, mulai dari Bios 44 sampai ke pemberdayaan masyarakat, semua dicoba. Progres sudah berjalan dan itu akan terus berlangsung. Perlu dijaga dan dikawal secara terus menerus.

Kelima, ancaman tanah longsor dan banjir karena aktifitas pertambangan, perlu pola-pola teknologi terapan dan pendekatan kemasyarakatan. Semua sudah dicoba tapi memang tak bisa selesai semalam. Diperlukan upaya terus menerus, menekankan pada sisi mitigasi bencana dan kesiapan masyarakat serta kekuatan pendekatan hukum.

Keenam, soliditas team work juga jadi penting. Baik dari internal maupun kolaborasi secara ekternal. Peran Pemda, Polri, unsur masyarakat, seluruh komponen cadangan dan komponen penunjang sangat vital. Tanpa kerjasama semua pihak, tentu sulit keberhasilan bisa dicapai. Tak lupa, media massa baik cetak, elektronik, TV, radio dan semuanya, sangat menunjang aktifitas selama ini. Terimakasih atas kolaborasinya, dan tentunya penerus ke depan akan lebih memaksimalkannya.

Ketujuh, saat ini juga, di momentum keberangkatan saya, diwarnai dengan wabah pandemik luar biasa. Covid 19 melanda seantero negeri. Hubungan yang selama ini dekat, sekarang harus berjarak. Entah sampai kapan, tak ada yang tahu. Tapi optimistis harus dimunculkan karena masa depan tetap ada. TNI tetap berperan, inovasi dilakukan, bantuan disalurkan, disinfektan, kampanye dan sebagainya. TNI juga rentan terkena virus, tapi tugas harus dilakukan. Saya tak bisa hadir secara dekat ke masyarakat, tapi tulisan ini jadi penghubung kita.

Di Sumatera Barat saya banyak belajar, pada alamnya, pada orangnya, pada semuanya. Pelajaran yang luar biasa, terutama soal berhubungan sosial dan semakin memahami alam. Yang terbaik tentu jadi ilmu bagi saya dan akan dikembangkan di daerah lain. Pergi membawa yang terbaik, itulah filosofisnya.

Terus terang, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan di negeri yang permai ini. Waktu tak akan pernah cukup. Dunia ini begitu luas dan tantangan begitu banyak. Sekali lagi saya katakan, apa yang sudah dan sedang dilakukan adalah bukti kekuatan tim dan kerjasama apik semua lini. Dalam kesempatan ini, saya sampaikan ucapan terimakasih sekaligus permohonan maaf kepada semua pihak. Tentu dalam berbagai kesempatan, ada sikap ucapan dan tindak tanduk yang mungkin menyinggung. Tersinggung ketika naik, tersenggol ketika turun, rela dan maaf sama-sama dihaturkan. Insyaallah, bapisah bukannyo bacarai.**


PADANG – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Padang memutuskan untuk meniadakan salat tarwih di masjid dan mushalla di Kota Padang. Keputusan ini diambil secara bersama-sama melalui rapat bersama MUI se-Sumatera Barat melalui video conference beberapa waktu lalu.

“MUI Sumatera Barat dan MUI Kota Padang sepakat bahwa Ramadan tahun ini tanpa tarawih di masjid dan mushalla,” ungkap Ketua MUI Kota Padang, Duski Samad, Selasa (21/4/2020).

Dikatakan Duski, keputusan ini diambil guna menerapkan physical distancing untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona.

“Kita sekarang ditengah wabah virus Corona, jika berkumpul dipastikan mudaratnya bagi perorang maupun komunitas. Apalagi akibat yang tak akan tertanggung oleh kita semua,” ucapnya.

Duski Samad mengungkapkan, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat mulai Rabu 22 April hingga 5 Mei 2020 akan menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) guna memutuskan mata rantai penularan Covid-19.

"Untuk itu kami berharap, Pemerintah Kota Padang dapat bergandengan dengan MUI Kota Padang mensosialisasikan PSBB kepada masyarakat. Sehingga PSBB dapat berjalan dengan baik selama 14 baik kedepan," pungkasnya. (**)



Sumber Humas Kota Padang

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.