-->

Latest Post


MPA, JAKARTA - Sosok ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Komjen Pol Drs. H. Firli Bahuri, M.Si., ternyata berjiwa seni. Meski disibukkan dengan rutinitas yang padat, namun perwira tinggi Polri berbintang tiga ini selalu menyempatkan waktu untuk keluarga. Salah satunya berkomunikasi dan bermain musik bersama sang anak yakni Rizqi Arfiananda Dhira Putra, Sabtu (06/09/2020).

Kesederharanaan Firli terlihat saat mantan Kabaharkam Polri ini hanya mengenakan kaos berwarna putih dan menyanyikan lagu. Sementara sang anak, tampak mengenakan baju berwarna merah dan sedang memainkan gitar di sebelahnya. Namun, tak disangka, suara Firli begitu memesona dan fasih menyanyikan lagu Jawa ‘Sewu Kuto’ yang dipopulerkan Didi Kempot.

Ditanya wartawan terkait salah satu hobinya menyanyi selain berolahraga, Firli menyatakan bahwa hidup perlu keseimbangan dan mendapatkan makna dari kehidupan.

“Dalam hidup diperlukan keseimbangan. Agar arah dan tujuan hidup selalu bermakna. Dalam setiap makna hidup kita mengambil hikmah dibaliknya,” ungkapnya.

Firli menyatakan tak sembarangan memilih lagu ‘Sewu Kuto’ yang beraliran Campur Sari. Dia punya alasan, bahwa lirik lagu Sewu Kuto itu bagus.
“Dalam hidup kita tidak boleh berbohong, kita tidak boleh berdusta. Dalam lagu Sewu Kuto, ada kalimat “Aku Ora Ngapusi..... Artinya, aku tidak berbohong, kita harus jujur. Sama dengan memberantas korupsi, kita harus tanamkan sikap jujur ini,” terangnya.

Firli juga menukil penulis Boris Pasternak salah satu penulis yang dia sukai. "Man is born to live, not to prepare for life,".
Sebelumnya Firli juga sudah mengungkap alasan mengapa memilih lagu Sewu Kuto. Ketika diwawancarai Tribun Network, Firli mengaku lagu itu dia pilih karena syairnya bagus. Misalnya ribuan kota dia sudah dilalui, jutaan hati juga sudah ditanyakan, tapi tidak ada yang pernah tahu.

“Kenapa konsep itu saya pakai? Ada dalam sebuah buku yang ditulis oleh Boris Pasternak di situ disebutkan bahwa man is born to live, and not to prepare for life. Maknanya adalah setiap orang yang lahir hanya untuk hidup, tapi tidak disiapkan untuk hidup dan kehidupannya. Sehingga lagu itu syairnya cukup bagus. Seandainya kau sudah mulia, saya juga rela. Kira-kira begitulah.Jadi lagu itu kalau kita betul-betul maknai sangat dalam, semua sudah dilakukan, tetapi yang jelas ada kata dia tidak pernah berbohong, dia tidak pernah berdusta. Artinya adalah itu konsep naluri seseorang. Bahwa sesungguhnya manusia itu tidak boleh berbohong dan tidak boleh berdusta. Itu sebetulnya,” tegasnya.

Dalam menjiwai lagu, Firli juga menyatakan punya makna luas bukan hanya soal percintaan. “Tapi itu adalah gambaran yang lebih luas. “Contoh, seandainya ada satu lagu, mungkin kalau kita lihat itu misalnya Andaikan Kau Datang. Terlalu indah dilupakan, terlalu sedih dikenangkan. Itu sebetulnya, kalimat itu adalah kalimat seketika masuk dalam alam kubur yang begitu gelap dan kita tidak akan pernah kembali.Itu maknanya. Jadi seketika seseorang membuat lagu, itu tidak hanya susunan kata dan kalimat. Tapi begitu dalam maknanya.  Mampukah kita menyelami makna itu?” tuturnya.
Firli menambahkan, dia belajar menyanyi ketika pertama setelah masuk Akpol tahun 1987. 

“Kehidupan saya kan tidak lepas dari kampung. Enam kali daftar Akpol tidak lulus. Tahun 82, 83, 84, 85, 86, dan 87 saya baru lulus. Artinya tahun 87 saya menapakkan kaki di Jawa, masuk Akpol. Seiring dengan itu tentu perjuangan tidak hanya lewat begitu saja, tapi penuh makna dan perjuangan. 

Seperti yang tadi saya bilang, man is born to live, but not to prepare for life. Seketika orang menghadapi suatu cobaan, itu bisa saja dia akan putus asa dan akan patah semangat. Tetapi saya tidak begitu. Saya katakan bahwa manusia itu memang lahir untuk hidup, tetapi dia tidak disiapkan untuk hidup. 

Selanjutnya, karenanya kita harus mempersiapkan hidup dan kehidupan. Negara kesatuan Republik Indonesia telah dilahirkan dan didirikan. Sekarang saatnya bagi kita melanjutkan perjuangan hidup dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.  

“Begitupun kondisi kita sekarang, tentu kita harus berjuang karena perjuangan itu belum berakhir dan kita diwajibkan untuk belajar, mencari ilmu, bahkan diwajibkan untuk mengejar ilmu itu sampai ke negeri China. Maknanya sangat dalam,” pungkasnya.*[-]


MPA, JAKARTA - Sidang lanjutan terdakwa Direktur PT Hasdi Mustika Utama, Hasim Sukamto terus bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Terdakwa Hasim Sukamto tetap dituntut 2 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Erma Octora, SH,MH Pada sidang pembacaan replik. (2/9/2020). 

Erma berpendapat bahwa, terdakwa Hasim Sukamto telah terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana diuraikan dalam surat tuntutan sebelumnya.

“Analisa yuridis yang disampaikan Penasehat Hukum terdakwa hanya berdasarkan asumsi sendiri untuk kepentingan pembelaan terhadap terdakwa dan hal tersebut berbeda dengan fakta persidangan,” ungkap JPU Erma.

Perkara nomor: 359/Pid.B/2020/PN Jkt.Utr menjadikan Direktur PT Hasdi Mustika Utama, Hasim Sukamto duduk di kursi pesakitan lantaran diduga telah memalsukan tandatangan dan cap jempol saksi yang nota bene adalah istrinya, Melliana Susilo, untuk kepentingan mencairkan kredit di Bank CIMB Niaga senilai Rp 23 Milyar.

Dalam repliknya, Erma membantah pembelaan penasehat hukum terdakwa yang menyebutkan perbuatan terdakwa tidak didasari oleh niat jahat atau mens rea pada saat membubuhkan cap jari dikolom nama saksi Melliana Susilo, menurut JPU sebelumnya saksi Melliana menolak menandatangani dan memberikan cap jempol pada dokumen SKMHT sebagai persyaratan pencairan Kredit, kemudian tanpa sepengetahuan saksi, terdakwa membubuhkan cap jempol, dan mengatakan kepada Notaris PPAT bahwa, dokumen tersebut ditandatangan dan cap jempol sendiri oleh istrinya.

“Karena, berdasarkan keterangan saksi notaris menyebutkan SKMHT yang sudah ditandatangani dan sudah dicap jempol oleh Melliana Susilo tersebut diserahkan oleh terdakwa kepada Notaris, sehingga diperoleh fakta bahwa terdakwa telah memasukan keterangan tidak benar dalam akta otentik,” urai nya .

Erma juga membeberkan fakta tentang keterangan Notaris yang menyebutkan surat kuasa membebankan hak tanggungan merupakan syarat yang harus dipenuhi dalam hal take over kredit dari Bank Commenwelth ke bank CIMB NIAGA, sehingga cap jari yang ada di SKMHT tersebut tidak dapat dikatakan sebagai syarat pelengkap, karena kalau tidak ada SKMHT maka akta tersebut menjadi akta di bawah tangan.

Perbuatan Terdakwa tersebut dapat merugikan pihak Bank CIMB NIAGA termasuk saksi Melliana Susilo jika timbul permasalahan karena aset yang dijaminkan tersebut merupakan harta keluarga dan bukan seluruhnya milik terdakwa. 

Selanjutnya, Erma meminta majelis hakim untuk menolak pembelaan yang diajukan oleh pihak penasehat hukum terdakwa Hasim Sukamto dan mengabulkan tuntutan pidana sebagaimana telah dibacakan pada persidangan sebelumnya.

Menanggapi replik dari  JPU Erma Octora, SH,MH tersebut, pihak penasehat hukum Terdakwa menyatakan hanya akan menjawab secara lisan saja dan dengan singkat mengatakan; “Oleh karena tanggapan penuntut umum tadi repliknya tetap kepada tuntutannya kami juga akan tetap pada pledoi kami yang Mulia.” Ujar Teddi Adransyah, SH.,MH. 

Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Djoeyamto Hadi Sasmito,SH.,MH dan didampingi hakim anggota Taufan Mandala Putra, SH., MHum serta Agus Darwanta, SH selanjutnya menyatakan sidang ditunda dua pekan mendatang yakni Rabu, 16 September 2020 dengan agenda putusan.

Usai persidangan, pengacara Ranto P. Simanjuntak, SH., MH selaku penasehat hukum Melliana Susilo mengatakan, pihaknya berharap Majelis Hakim menjatuhkan vonis maksimal, karena tuntutan JPU 2 tahun penjara terlalu rendah bagi Terdakwa Hasim Sukamto, dimana sanksi hukum Pasal 266 KUHP itu 7 tahun, oleh karena itu saya berharap majelis hakim melakukan ultra petita karena terdakwa tetap tidak mau mengakui perbuatannya serta tidak ada itikad baik untuk meminta maaf atas perbuatannya meskipun fakta-fakta hukum selama persidangan telah terungkap,yaitu keterangan para saksi yang saling bersesuaian dengan alat bukti dan menunjukkan bahwa terdakwa Hasim Sukamto terbukti telah bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam diatur dalam pasal 266 ayat (1) ke-1 KUHP, “Terlebih terdakwa diduga akan mengulangi perbuatannya, karena ada laporan polisi atau LP baru yang dilaporkan sejak 02 Oktober 2019 lalu.” ungkap Ranto.

Ranto juga menduga pemalsuan tandatangan dan sidik jari itu adalah satu paket, tapi terdakwa tidak mau mengakuinya. Padahal menurutnya, sudah jelas orang yang paling berkepentingan dalam proses pencairan kredit di Bank CIMB Niaga senilai Rp 23 Milyar adalah terdakwa Hasim Sukamto. Terlebih, dalam sidang terungkap sidik jari hasil labkrim menunjukan sidik jari terdakwa yang berada di atas surat yang dipalsukan.

Ranto menyebut, argumentasi pledoi yang disampaikan tim penasehat hukum terdakwa juga ngawur dan sembarangan, dimana sempat dibacakan tentang ada biaya operasi plastik untuk Melliana hingga sejumlah Rp 500 juta, lalu mengatakan pihak Bank CIMB Niaga tidak dirugikan.

“Faktanya didalam persidangan tidak ada alat bukti pembayaran ataupun bukti kwitansi biaya operasi plastik untuk Melliana, serta faktanya Melliana telah melakukan gugatan terhadap bank CIMB NIAGA termasuk terhadap Hasim Sukamto beserta beberapa pihak terkait lainnya di Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan perkara gugatan nomor: 439/Pdt.G/2020/PN Jkt.Utr, sehingga hal tersebut merupakan bukti tentang argumentasi pledoi yang tidak benar dari tim penasehat hukum terdakwa”. Tegas Ranto P. Simanjuntak.

Ranto menambahkan, ternyata terdakwa Hasim Sukamto tercatat sebagai mediator non hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan Jakarta Barat, hal tersebut mudah diketahui sebab didalam gedung Pengadilan Negeri Jakarta Utara terpampang dengan jelas daftar nama-nama non hakim mediatornya, seharusnya terdakwa tidak melakukan perbuatan pidana tersebut dan bisa melakukan mediasi pribadi terhadap istrinya sendiri, akan tetapi hal tersebut tidak dilakukan sehingga proses hukum kasus pemalsuan ini terus berlanjut hingga ke persidangan.

“Sesungguhnya proses pemalsuan yang terjadi itu bukanlah dalam hal take over kredit dari Bank Commenwelth ke bank CIMB NIAGA, ujar Rianto, melainkan perjanjian kredit baru antara Bank CIMB NIAGA dengan PT Hasdi Mustika Utama, seperti tertulis pada perjanjian kredit nomor: 0771/LGL-MSME-JKT/SME/PK/MGD/XI/2017, tertanggal 29 Desember 2017 yang ditandatangai oleh Hadi Sukamto, selaku Direktur Utama, Hasan Sukamto selaku Komisaris Utama dan Lita Sukamto selaku Komisaris, serta ada lampiran akta jaminan fidusia dan akta surat kuasa memberikan hak tanggungan (SKMHT), yang disertai sidik jari para penghadap notaris Achmad Bajumi, SH. Yaitu, Hasan Sukamto bersama istri Alida Nur, lalu Hasim Sukamto bersama istri Melliana Susilo, dimana faktanya tandatangan dan sidik jari Melliana dipalsukan.” 

Ranto juga mengatakan, ada hal yang belum terungkap didalam surat perjanjian kredit, pada pasal 3 yaitu pada bagian agunan, bukan hanya aset-aset yang dijadikan agunan, melainkan masih ada personal guarantee atas nama Hasim Sukamto, padahal didalam pernikahan mereka tidak ada perjanjian pisah harta, sehingga apabila terjadi permasalahan dikemudian hari maka Meliana Susilo sebagai istri terdakwa akan dapat mengalami kerugian hingga pada diri pribadinya, dimana saat ini mereka sedang dalam proses perceraian, sehingga pantas jika majelis hakim melakukan vonis ultra petita karena JPU belum secara maksimal mengungkap fakta-fakta yang sebenarnya terjadi.(**)

Sumber Ketum SPRI 

Photo Istimewa

MPA, JAKARTA  - Organisasi perusahaan pers, Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), tengah mematangkan persiapan menjadi konstituen Dewan Pers. Sejauh ini persiapan yang dilakukan cukup memuaskan.

Hal itu terlihat ketika Sekretaris Jenderal JMSI, Mahmud Marhaba, bertemu dengan Anggota Dewan Pers dan Ketua Komisi Penelitian, Pendataan dan Ratifikasi Pers, Ahmad Djauhar, Selasa lalu (1/9). 

Dalam kesempatan itu, Mahmud Marhaba didampingi Ketua Bidang ITC JMSI, Zulfirkar Rachman. Sementara Ahmad Djauhar didampingi Kepala Bidang Sekretariat Dewan Pers, Irwan.

Dalam pertemuan yang berlangsung selama 60 menit, Ahmad Djauhar mengatakan bahwa pada prinsipnya Dewan Pers sangat mengapresiasi itikad JMSI menjadi konstituen Dewan Pers. Ahmad Djauhar mengatakan, kehadiran JMSI di tanah air akan membantu kerja Dewan Pers dalam hal membina dan menjadikan perusahan pers di tanah air khususnya media siber sebagai perusahaan pers yang profesional.

“Kami sangat mengapresiasi upaya pengurus JMSI yang siap mendaftarkan diri menjadi konstituen Dewan Pers. Tentunya ini akan sangat membantu tugas Dewan Pers untuk menjadikan media siber di bawah naungan JMSI menjadi media profesional yang terverifikasi administrasi dan faktual di Dewan Pers,” kata Djauhar.

Sekjen JMSI, Mahmud Marhaba, menyerahkan dokumen hasil keputusan Munas I JMSI  yang dilangsungkan secara virtual pada 29 Juni 2020 lalu. Dalam dokumen itu juga terdapat data Pengurus Daerah JMSI di 26 provinsi.

“Ini merupakan tahap awal untuk menyampaikan rencana pendaftaran JMSI ke Dewan Pers. Untuk itu kami menyerahkan dokumen hasil Munas I JMSI dan jumlah pengurus daerah yang pada tahap awal ini berjumlah 26 provinsi,” kata Mahmud di hadapan anggota Dewan Pers sambil membeberkan data kepengurusan dan jumlah perusahan pers yang tergabung di JMSI.

Soal jumlah Pengurus Daerah JMSI di tanah air diyakini Mahmud akan bertambah lagi saat pendaftaran tanggal 15 September mendatang. Dikatakannya, masih ada 4 daerah lagi yang sedang merampungkan berkas sebagai Pengurus Daerah JMSI di provinsi masing-masing.

Sementara itu, Ahmad Djauhar mengatakan, dari laporan sementara yang disampaikan Mahmud Marhaba, tampaknya JMSI telah memenuhi persyaratan jumlah minimal pengurus daerah, yakni di 20 provinsi.

Selain itu, setiap Pengurus Daerah JMSI juga telah memiliki minimal 10 anggota berupa perusahaan media siber yang memiliki akta badan hukum yang jelas, baik berupa PT, Yayasan, atau Koperasi.

Ini berarti, JMSI semakin dekat menjadi konstituen Dewan Pers.

Setelah penyerahan tahap awal ini, Pengurus Pusat JMSI segera melakukan koordinasi dengan seluruh pengurus daerah untuk kesiapan verifikasi Pengurus Daerah JMSI.

“Tentu ini harus diseriusi oleh Pengurus Pusat dan Pengurus Daerah, sehingga perjuangan dan cita-cita bersama akan terwujud. Meski ada 12 provinsi yang sudah berpengalaman menjalani verifikasi serupa saat berada dalam organisasi sebelumnya, tapi wajib bagi pengurus untuk mempersiapkan hal-hal adminstrasi dengan sebaik-baiknya,” tegas Mahmud Marhaba yang juga CEO Media Kabar Publik. [JMSI]

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.