-->

Latest Post

Photo Istimewa
N
MPA, JAKARTA - Menko Polhukam Mahfud MD, pernah menyebutkan bahwa praktik korupsi pada sektor swasta ternyata begitu mengerikan, bahkan tak kalah jahat dari praktik korupsi APBN. Sehingga menurut Mahfud, sangat penting juga dilakukan pencegahan.

Senada dengan Mahfud, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi H. Firli Bahuri juga menegaskan bahwa fakta yang ada memang ada korelasi kuat antara korupsi di sektor swasta dengan para kepala daerah seperti Gubernur, Bupati dan Walikota. Sehingga praktik korupsi di swasta harus diberantas dengan pencegahan dan penindakan yang tegas.

“Apa yang disampaikan oleh Pak Mahfud MD, Menkopolhukam, benar. Memang sektor swasta juga saat ini tidak terlepas dari praktek-praktek korupsi dalam menjalankan bisnisnya.

Contohnya dalam Pilkada. Pihak swasta yang berperan sebagai sponsor paslon, pada akhirnya akan melakukan praktek kolusi dan korupsi, baik pada saat Pilkada berlangsung dan setelahnya jika paslon yang disponsorinya menang dan memegang jabatan sebagai Kepala Daerah,” kata Firli menjawab pertanyaan media, Minggu (13/09).

Menurut Firli, korupsi melibatkan pihak swasta karena para pelaku korupsi dan penyelenggara negara itu bekerja sama dengan pihak swasta terutama dalam hal Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) dan pembuat kebijakan. Para kepala daerah (gubernur, bupati dan walikota) itu sumberdana Pilkada dari kalangan swasta,” tegas Ketua KPK ini.

Mantan Kabaharkam Polri itu meneruskan, korupsi melibatkan swasta terbukti dari kasus fee proyek mendominasi dari pengungkapan korupsi.

“Pengalaman empiris saat saya Deputi Penindakan KPK, angka tertinggi pelaku korupsi yang tertangkap tangan pada tahun 2018, sebanyak 30 kasus korupsi dengan 122 tersangka dan itu terdapat 22 kepala daerah. Semuanya karena suap menyuap, fee proyek dengan pihak swasta,” tegasnya.

Perlu Perbaikan Sistem Pilkada
Firli menyebut, fakta bahwa para kepala daerah (gubernur, bupati dan walikota) itu sumber dana Pilkada dari kalangan swasta, maka menurut dia perlu adanya perbaikan sistem politik dan Pilkada. 

“Jadi sistem politik dan  pilkada yang perlu diperbaiki. Selain itu, pemberantasan korupsi perlu pendekatan pendidikan masyarakat dan pencegahan,” tegasnya.

Terkait pemberantasan korupsi tersebut, lanjut Firli, KPK lakukan melalui tiga pendekatan. Tiga pendekatan tersebut menjadi core bussiness KPK. Pendekatan pendidikan masyarakat menyasar kepada tiga sasaran antara lain, Pertama jejaring pendidikan formal dan informal mulai dari TK sampai dengan Pergurusn Tinggi. Kedua, penyelenggara negara dan partai politik. Ketiga, Badan Usaha Milik Negara (BUMN/BUMD) dan swasta. 

“Sektor nomor dua dan tiga ini merupakan sektor yang  menjadi sasaran karena mereka inilah yang sering terlibat perkara korupsi. Pihak swasta (usahawan) adalah terbanyak kedua setelah penyelenggara Negara,” tegas Firli.

Selanjutnya kata Ketua KPK itu, pencegahan  sasaran menghilangkan peluang dan kesempatan, dengan merasuk kepada perbaikan, penyempurnaan dan penguatan sistem. Prinsip tujuan pencegahan adalah menghilangkan kesempatan atau peluang korupsi dengan cara pembangunan atau perbaikan system, sehingga untuk itu perlu dilakukan penelitian dan pengembangan guna menelaah dan meneliti atas sistem yang ada. 

“Sesuai dengan teori yang pernah saya ketahui bahwa korupsi itu juga muncul disebabkan oleh sistem (by system corruption, corruption because of fail, bad and weak system). Jadi keberadaan direktorat monitoring yang melakukan monitoring pelaksanaan program pemerintahan negara menjadi penting untuk mengkaji dan meneliti serta memberikan rekomendasi kepada pemerintah khususnya dalam upaya perbaikan sistem (politik, ekonomi, perijinan, pelayanan publik). Apakah sistemnya gagal, sistemnya lemah atau sistemnya buruk. Adapun pendekatan terakhir adalah pendekatan penindakan dengan penegakan hukum yang tegas, berkeadilan dan tetap menjunjung tinggi Hak Azasi Manusia (law enforcement approach),”urai Firli.

Untuk itu tegas Firli kembali pentingnya pemberantasan korupsi pada sektor swasta karena berkorelasi erat dengan korupsi oleh penyelenggara Negara. 

“Jadi bisa dikatakan pada saat bersamaan dalam satu kesempatan terjadi praktek korupsi karena dilakukan oleh oknum penyelenggara negara dan pihak swasta secara bersama,” pungkasnya.*[-]

NTeguh Santosa, ( Photo Istimewa)

MPA, JAKARTA - Rencana pelantikan Pengurus Pusat Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) ditunda menyusul pengetatan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta. 

Sedianya selain pelantikan, Pengurus Pusat JMSI juga berencana mendaftarkan organisasi perusahaan media siber ini ke Dewan Pers.

“Pelantikan Pengurus Pusat kami tunda dulu sampai situasi pandemi di Jakarta memungkinkan. Kita percaya pemerintah baik di pusat dan daerah tengah bekerja keras mengatasi situasi pandemi. Kita juga bertanggung jawab dan berkewajiban memberikan dukungan karena darurat kesehatan ini mengancam kita semua,” ujar Teguh Santosa, Kamis (10/9).

“Untuk waktu pendaftaran sebagai konstituen Dewan Pers masih dikomunikasikan kembali. Kami sudah siap 100 persen, dan telah menyampaikan pendaftaran berkas pendaftararan awal pekan lalu (Selasa, 1/9),” sambung Teguh lagi dalam keterangan kepada media di Jakarta.

Sedianya pelantikan Pengurus Pusat JMSI dilakukan pada hari Senin (14/9) diikuti pendaftaran JMSI sebagai konstituen Dewan Pers pada hari Selasa (15/9).
Sejauh ini komunikasi JMSI dengan Dewan Pers berlangsung dengan cukup baik. Wakil Ketua Dewan Pers Hendry Ch. Bangun mengatakan dirinya akan mengawal pendaftaran JMSI sehingga organisasi pers yang didirikan pada 8 Februari lalu di Banjarmasin, Kalimantan Selatan segera terdaftar sebagai konstituen Dewan Pers.

Anggota Dewan Pers dan Ketua Komisi Penelitian, Pendataan dan Ratifikasi Pers, Ahmad Djauhar, ketika menerima berkas pendaftaran awal JMSI dari Sekjen Mahmud Marhaba juga menyampaikan harapan yang kurang lebih sama. 

Anggota Dewan Pers lainnya, Agung Dharmajaya, yang juga Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan, mengatakan dirinya mengenal baik pengurus JMSI dan mengakui bahwa organisasi ini didirikan dengan tekad untuk ikut membangun ekosistem pers yang sehat dan profesional.
“Kami akan kawal pendaftaran JMSI sebagai konstituen Dewan Pers,” ujar Ketua Dewan Pakar JMSI ini.

*Rapat Pleno Juga Ditunda*
Selain pelantikan Pengurus Pusat JMSI dan pendaftaran JMSI sebagai konstituen Dewan Pers, kegiatan lain yang direncanakan adalah Rapat Pleno Pengurus Pusat yang diperluas dengan melibatkan Pengurus Daerah JMSI.

“Ada beberapa program kerja yang sudah dibahas dalam rapat secara virtual beberapa waktu lalu, dan tadinya akan dibicarakan dengan lebih serius melibatkan Pengurus Daerah JMSI yang menghadiri pelantikan Pengurus Pusat JMSI dan pendaftaran JMSI sebagai konstituen Dewan Pers. Namun melihat perkembangan pandemi, hal ini juga harus kita tunda sampai situasi memungkinkan,” kata Teguh Santosa lagi. 

Dia juga menambahan, dalam waktu dekat JMSI akan menggelar rapat terbatas secara virtual untuk membahas agenda kegiatan Hari Pers Nasional (HPN) 2021.

“Kami akan mencari cara terbaik sehingga HPN 2021 tetap dapat dirayakan dengan baik. Berbagai perlombaan karya jurnalistik akan diselenggarakan. Kegiatan ini akan dipimpin Ketua Bidang Pendidikan, Pelatihan, dan Literasi, Sdr. Ramon Damora,” demikian Teguh Santosa. [-]


MPA, YOGYAKARTA - Kasus penghinaan  dan pencemaran nama baik melalui akun facebook terhadap Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (APKOMINDO) Ir. Soegiharto Santoso alias Hoky  kembali mencuat. Satu persatu oknum yang menghina Ketum APKOMINDO yang juga berprofesi sebagai wartawan itu kini harus duduk di kursi pesakitan sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Kali ini giliran Rudy Dermawan Muliadi, setelah sebelumnya dua pengusaha komputer yakni Ir. Faaz Ismail dan Ir. Michael Santosa Sunggiar sudah merasakan duduk di kursi pesakitan sebagai terdakwa kasus penghinaan dan pencemaran nama baik dalam sidang di Pengadilan Negeri Yogyakarta.

Sidang perdana perkara nomor : 199/Pid.Sus/2020/PN Yyk dengan terdakwa Rudi Muliadi berlangsung pada (10/09/2020) di PN Yogyakarta. Pada sidang ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) Slamet Supriyadi SH mendakwa Rudy sebagai orang yang telah melakukan perbuatan dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (3) UU RI nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. 

Dalam dakwaannya JPU berpendapat bahwa komentar Rudy di akun Facebook Group APKOMINDO jelas ditujukan kepada Soegiharto Santoso.  “Terdakwa telah menunjukan sindiran yang halus bahwa Soegiharto Santoso menjadi orang yang salah, setidaknya selama 43 hari pernah ditahan di lembaga pemasyarakatan,” ungkap JPU Slamet Supriyadi saat membacakan dakwaannya di hadapan Majelis Hakim yang diketuai Bandung Suhermoyo SH MHum dan Hakim Anggota Sari Sudarmi SH serta Nenden Rika Puspitasari SH MH, dengan panitera pengganti Noorman Nefonanto SH.

Fakta hukum yang sebenarnya, sebut JPU, putusan PN Bantul menyatakan Soegiharto Santoso tidak terbukti melakukan tindak pidana dan telah dibebaskan dari segala dakwaan, serta hak-haknya sudah dikembalikan, bahkan upaya kasasi oleh JPU atas Soegiharto Santoso telah ditolak oleh Mahkamah Agung RI. "Sehingga hal ini membuktikan bahwa tulisan terdakwa di akun Group Facebook APKOMINDO terhadap Soegiharto Santoso tidak terbukti  sebagai orang yang (dituduh) bersalah," kata JPU.

Menangapi dakwaan JPU tersebut terdakwa Rudy melalui kuasa hukumnya, Djunaedi SH langsung menyatakan keberatannya. Menurutnya ada beberapa poin dari dakwaan jaksa dianggap tak sesuai dengan apa yang sebenarnya terjadi.  “Atas dakwaan penuntut umum, kami akan mengajukan eksepsi atau keberatan,” tegasnya.

Sementara itu selaku korban Soegiharto Santoso mengaku sangat lega dan memberi apresiasi atas kinerja aparat penegak hukum yang telah memproses semua pihak terlapor hingga berujung ke meja hijau. Ia meminta agar kasus yang menimpanya itu dapat diusut dengan tuntas dan para pelaku mendapat hukuman setimpal.

“Saya tentu menuntut keadilan, agar hukum benar-benar ditegakan, apalagi laporan saya ini bukan hasil rekayasa, berbeda dengan mereka yang merekasaya hukum, bahkan diduga ada yang menyediakan dana, seperti terungkap dalam persidangan di PN Bantul oleh Henkyanto TA yakni Suharto Yuwono salah satunya, sehingga saya sempat ditahan secara sewenang-wenang selama 43 hari di Rutan Bantul padahal saya tidak melakukan perbuatan pidana, bahkan tuntutan JPU Ansyori SH dari Kejagung RI tidak main-main yaitu selama 6 tahun penjara dan denda Rp 4 Milyar,” urainya. 

Soegiharto juga mengaku heran atas komentar terdakwa diakun facebook yang sempat membawa-bawa nama Tuhan padahal itu menurutnya sangat sakral dan tidak pantas dikaitkan dengan permasalahan hukum. “Mungkin karena terdakwa sangat berambisi sekali menjabat sebagai Ketua Umum APKOMINDO sehingga berusaha merusak nama baik saya dan juga mengaku-ngaku sebagai  ketua umum APKOMINDO,” ujarnya. 

Soegiharto yang pernah menjadi ketua panita Kongres Pers Indonesia 2019 ini juga mengapresiasi kinerja pers yang tetap neral dan professional dalam mengawal kasus rekayasa hukum yang menimpa dirinya sejak dari ditahan selama 43 hari pada tahun 2016 lalu, sampai pada pemberitaan laporan polisi yang dilayangkannya di Polda DI Yogyakarta tahun 2017 hingga kini masih terus diberitakan, sehingga pihak polisi tetap memproses laporannya meskipun memakan waktu yang cukup panjang. “Lima tahun lebih saya menuntut keadilan dan pelaku rekayasa hukum terhadap saya saat ini satu-persatu sudah mulai diadili, dan saya yakin pers tidak berpihak kepada saya meskipun saya juga adalah seorang wartawan. Saya hanya berharap agar pemberitaan tetap dikawal dan wartawan tetap cover both side untuk mengungkap kebenaran dari peristiwa yang saya alami tanpa harus ditutup-tutupi,” imbuhnya. 

Sidang lanjutan dengan terdakwa Rudy Dermawan Muliadi akan digelar kembali pada Kamis (17/09/2020) mendatang. Pada sidang berikutnya majelis hakim akan memberikan kesempatan bagi pihak kuasa hukum terdakwa membacakan eksepsi. (***)

Sumber Ketum SPRI

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.