-->

Latest Post

PADANG - MEDIAPORTALANDA - MPC Pemuda Pancasila (PP) Kota Padang menggelar aksi sosial bagi-bagi masker gratis kepada pengguna jalan raya, Kamis (05/8/2021).

Giat ini dilakukan dalam rangka menyambut hari jadi Kota Padang ke 352, mulai pukul 11.00 hingga 18.00 Wib, sebanyak 20 ribuan masker tersalurkan pada pengendara yang berada disejumlah titik keramaian, dengan melibatkan seluruh PAC PP se Kota Padang.


Ketua MPC PP Kota Padang, Roy Madea Oka mengatakan, bagi-bagi masker ini dilakukan sebagai wujud kepedulian ormas PP kepada masyarakat agar terhindar dari penyebaran virus corona yang saat ini makin meningkat.


Pembagian masker tersebut untuk pengguna jalan yang tidak menggunakan masker saat berada di luar rumah. 


“Aksi sosial ini memang sengaja kami lakukan guna mengantisipasi penyebaran Covid-19. Kepada masyarakat khususnya Kota Padang kami mengajak untuk selalu melakukan 3M (Mencuci tangan, menjaga jarak dan memakai masker) agar tidak tertular," ucap Boni.


Selanjutnya, Boni juga mengucapkan selamat Hari Jadi Kota Padang ke 352, "semoga Kota Padang menjadi kota yang unggul dan mampu bersaing disegala bidang dengan tidak meninggalkan pondasi Minangkabau yaitu Adat Basandi Sarak, Sarak Basandi Kitabullah (ABS SBK)," pungkas Boni.


Giat ini dihadiri oleh, Kabid Kesehatan MPC PP Ulfa, Kabid Ideologi Politik, Kabid Ekonomi, Koti dan seluruh PAC PP se Kota Padang. (**)


PADANG - MEDIAPORTALANDA - Kita dilahirkan dengan berbagai jenis kepribadian yang berbeda-beda. Kepribadian itu akan menggambarkan bagaimana cara seseorang dalam berpikir, bertindak, berinteraksi, dan bekerja. 

Hal ini tergores dalam benak beberapa awak media saat bertemu dengan Suaidi, ST, MT, Pejabat Pelaksana Kegiatan (PPK) 2.3 Pelaksanaan Jalan Nasional (PJN) Wilayah Sumbar 2. Setelah bincang bincang, kekakuan berganti dengan keakraban hingga membuat suasana diskusi menjadi nyaman.


Dalam diskusi tersebut, Suaidi menceritakan pengabdian ia selama di Sumbar, terutama tentang Jalan Padang - Painan yang menjadi tanggungjawabnya.


Niat tulus tergambar dari ceritanya. Suaidi ingin jalan Padang Painan menjadi jalan Mantap Nasional. Ini bukan sebuah mimpi, tapi terwujud dengan kerja keras dan kerja cerdas. Ia menyadari, kerja keras tidak bisa berjalan sendiri tanpa dukungan berbagai pihak, termasuk media.


Baginya keberadaan media sangat mendukung sekali dalam melakukan kontrol dilapangan untuk mewujudkan pekerjaan yang maksimal.


Dengan dukungan media kita bisa mengetahui setiap permasalahan yang ada. Kontrol media akan membuat konsultan pengawas serta rekanan bekerja lebih profesional hingga target tercapai, ulas Suaidi.


Kemudian, berkat media juga pekerjaan jalan nasional Padang Painan, bisa berjalan dengan baik. Sesuai bestek dan progres terus terjaga. Alhasil, tak begitu banyak masalah yang mencuat mengiringi pekerjaan jalan nasional Padang Painan. Sehingga jalan nasional Padang Painan menuju jalan Mantap Nasional bakal terwujud.


Meski, ia tak setiap hari mengawasi pekerjaan, tapi ada rekan rekan media yang mengawasi setiap waktu. Media menjadi corong sekaligus pengawas dilapangan. Dan, ia akan menjadikan media sebagai mitra untuk mewujudkan pengabdian di Ranah Minang.

Suaidi berharap kerjasama dengan media tetap terjalin selagi ia bertugas di Sumbar. Segenap pikiran serta pengabdian ia berikan kepada daerah ini hingga terwujudnya impian jalan jalan nasional Padang Painan menjadi jalan Mantap Nasional. (Red)

Oleh H. Dheni Kurnia

Kisah unik yang berindikasi penipuan. Semula menakjubkan, tapi kemudian jadi ranah (dugaan) pembohongan. Bayangkan, 270 juta penduduk Indonesia, termasuk gubernur, danrem dan Kapolda Sumatera Selatan, ikut terkena "prank". Bahasa kerennya "tertipu" atau sengaja ditipu. 


Awalnya, semua orang kagum. Termasuk (mungkin Presiden RI), beberapa menteri kabinet Indonesia Maju, mantan menteri, anggota MPR/DPR-RI dan sejumlah orang yang kagum dengan keluarga Akidi Tio. Mereka memuji-muji  setinggi ombak di laut, awan di langit dan setinggi bentuk kepedulian di dunia. Tapi akhirnya, semua jadi gelap dan tak jelas. 






Adalah Heriyanti atau sering disapa Ahong, warga Sumatera Selatan. Dia mengaku sudah bicara dengan saudara-saudaranya untuk menyumbangkan warisan ayahnya sebesar 2 triliun rupiah. Meski saudaranya pada cuek, uang itu kemudian diserahkan secara simbolis melalui Kapolda Sumsel, untuk bantuan dana penanggulangan Covid-19 Senin pekan lalu. 


Ahong, wanita pendiam itu, merupakan anak ke-7 dari almarhum Akidi Tio yang meninggal 2009 lalu di usia 89 tahun. Akidi adalah pengusaha Tionghoa yang tinggal di Palembang Sumsel. Konon, mereka berasal  dari Langsa Kabupaten Aceh Timur dan hijrah ke Palembang beberapa tahun lalu. 


Sumbangan ini diserahkan Ahong bersama dokter keluarga mereka di Palembang, Prof. Dr. dr Hardi Darmawan, kepada Kapolda Sumsel disaksikan Gubernur Sumsel Herman Deru dan beberapa anggota Forkompinda lainnya. Wajah Kapolda Sumsel Irjen (Pol) Eko Indra Heri, Gubernur Herman, Danrem 044/Gapo Brigjen TNI Jauhari Agus, begitu sumringah hari itu. Karena Rp.2 triliun bukanlah jumlah yang sedikit. 


"Alhamdulillah," kata Kapolda. "Luar biasa," sambut Gubernur. Masyarakat Sumsel pun, mengelu-elukan keluarga Akidi. Tak hanya di Sumsel, kabar sumbangan ini kemudian merebak ke seluruh Indonesia. Bagai bau parfum impor dan wangi lemang hangat, cerita 2 T ini berkibar dari Sabang sampai Merauke, dari langit sampai dasar bumi. 


Nama Almarhum Akidi Tio dan istrinya (juga sudah meninggal) seakan hidup kembali. Marwah keluarga mereka meroket bak Falcon-9 buatan SpaceX. Semua orang memujinya, membicarakannya, bahkan para YouTuber, penulis, wartawan, kolomnis hebat, memburu keluarga Akidi untuk konten mereka. 


Halnya mengenai sumbangan yang baru ditulis di atas karton atau sejenisnya, diserahkan melalui Kapolda Sumsel, bukan kepada Gubernur Sumatera Selatan, karena ayah Ahong (Akidi Tio) sudah lama mengenal Kapolda Eko Indra Heri. 


Cerita ini, dibenarkan Kapolda Sumsel. Bahkan dia menambah cerita ketika jumpa wartawan, Akidi Tio sudah dikenalnya saat bertugas di Aceh beberapa tahun silam. Jadi keluarga Akidi mempercayakan kepadanya untuk memberikan bantuan kepada masyarakat Sumsel. 


"Kita akan atur nanti penyalurannya. Sekalian kita bentuk tim untuk pengawasannya," sebut kapolda. 


Cerita kemudian menjadi gelap, setelah seminggu lebih uang 2 T tersebut tak kunjung cair, tak juga masuk rekening Kapolda Sumsel. Akibatnya, Ahong pun "diundang" ke kantor polisi, termasuk sang Profesor Hardi Dermawan. Semula mereka akan dijadikan tersangka karena ngeprank. Tapi belakangan, beredar kabar mereka hanya dimintai keterangan. 


Pasalnya, ada yang menyebut sumbangan  Rp.2 triliun itu, masih ada di Bank Singapura.

Uang itu hasil usaha Akidi Tio dengan partner bisnis di Singapura dan Hongkong. Mereka juga dikatakan punya aset gedung-gedung di Negeri Singa itu. Jumlahnya cukup mengejutkan. Sekitar 11 triliun rupiah. 


Melalui kisah yang berkembang, Ahong alias Heryanti sudah berusaha mencairkan, tetapi tak berhasil. Bahkan untuk mengurus semua itu, Ahong terhutang sebesar Rp.3 miliar kepada rekannya.


Menurut kabar angin, dari anak-anak Akidi Tio yang masih hidup, hanya Ahong yang terus nyinyir mengurus pencairan dana peninggalan ayahnya. Saudaranya yang lain malah sudah nyerah. Terakhir, merasa dana itu segera akan keluar, Ahong menghubungi Profesor Hardi dan Kapolda Sumsel. 


Berita ini, bahkan bisa menyaingi kesuksesan Grysia Polii dan Apriyani Rahayu yang memenangkan Emas di Olimpiade Tokyo Jepang, untuk cabang bulu tangkis beregu Puteri. Prestasi anak bangsa di kancah internasional ini, bergalau dengan berita tak masuk-masuknya uang 2T itu ke rekening Eko Indra Heri, pemeriksaan terhadap Ahong dan sang guru besar. 


Nasi memang belum jadi bubur. Kalaupun toh nanti jadi bubur, tinggal menambah ricisan ayam atau gula enau, karena masih nikmat juga dimakan. Artinya, kasus ini kemudian berkembang jadi jutaan versi. Ada versi polisi, ada versi masyarakat, versi penjabat, dan adapula versi dangdut; Makin di goyang makin asik, bahkan ada yang sampai teler mengulasnya. 


Hanya saja, menurut seorang wartawan, rekan saya di Malaysia; "Alamak. Hebat you di Indonesia. Bisa dapat berita dengan mudah. You tak perlu kemane-mane." Saya pun lalu menjawab dengan tertawa besar. Hahaha. 


Rupanya, tak hanya (diduga) 270 juta orang Indonesia yang menggunjingkan kasus Ahong dengan pejabat pemerintah ini. Media-media di Malaysia pun, kata sahabat saya itu, juga menulis kisah Ahong di halaman satu media mereka. Mungkin juga media di Singapura atau Filipina, Brunai Darussalam. Entahlah. 


Judulnya, tak ada satupun yang membela Heriyanti atau Ahong. Mereka menyebut kasus ini mulai dari "Penipuan Bodoh" sampai "Wang Gelapkan Mata Pejabat".


Kisah ini, kata media Malaysia, seibarat Nabi Adam memakan buah quldi. Dirayu iblis, Adam lalu memakannya, tapi tersangkut di tenggorokan. Lalu Adam dihukum Allah SWT dengan diturunkan ke Bumi. 


Di Palembang, sejauh ini memang belum ada hukuman untuk Ahong. Juga untuk kapolda dan gubernur Sumsel serta orang-orang yang menjadikan kisah ini sebagai "peristiwa nasional". Ahong baru berstatus tersangka. Perlu dicari kebenarannya. Mana tahu uang 2 T itu memang ada. Manatau Ahong memang anak dermawan yang suka bagi-bagi uang untuk orang sakit dan teraniaya. Manatau Akidi Tio memang punya uang Rp.11 triliun di Bank Singapura dan Hongkong. Manatau kisah ini berakhir dengan saling peluk dan saling memaafkan. Mana tahu atau tempe. Hehehe! 


Yang jelas menurut Prof Hardi ketika diperiksa Polda Sumsel, jika uang itu memang tidak ada, Ahong memang harus minta maaf kepada masyarakat Indonesia. Meski Polda Sumsel terlanjur bikin siaran pers dan Gubernur Herman Deru menyebut tindakan bantuan ini luar bisa, semuanya memang harus ada proses. Ada hitung-hitungan hukum untuk  penyelesaiannya. 


Karena kasus seperti ini bukan pertama kali di Indonesia. Sejak dulu kisah prank yang menasional seperti ini, beberapa kali terjadi. Misalnya, seorang Menteri Agama yang bermimpi bahwa Indonesia punya harta karun triliunan rupiah di Prasasti Batutulis, yang bisa melunasi hutang luar negeri Indonesia.


Atau pula kisah tukang becak yang mengaku Raja dan seorang Pekerja Seks Komersial (PSK) yang mengaku Ratu dari Pedalaman Jambi bisa menyelesaikan kasus-kasus di Papua. Pun, kisah seorang dermawan yang akan membantu 3.000 rumah bagi korban gempa di tanah air. Termasuk cerita lelang motor listrik seharga 2 miliar rupiah lebih, yang semuanya hanyalah prank atau hoaks belaka.


Begitulah! Kita memang belum bisa memastikan  akhir dari cerita Heriyanti atau Ahong ini. Karena semuanya masih terselimut kabut misteri. Yang pasti, banyak orang, banyak pejabat negara yang "terlibat" di sana. 


Yang bisa kita lakukan saat ini, tentulah "menunggu", seperti judul lagi Ridho Rhoma. Menunggu akhir kisah prank berdurasi 2 triliun rupiah, sebagaimana bait lagu Ridho di bawah ini;


Sekian lama aku menunggu

Untuk kedatanganmu

Bukankah engkau telah berjanji

Kita jumpa di sini

Datanglah, kedatanganmu kutunggu

Telah lama, telah lama 'ku menunggu. (**)


Dheni Kurnia; Ketua Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Riau dan Ketua DKP Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Riau.

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.