-->

Latest Post

DESA WADAS, PURWODADI, JATENG - MEDIAPORTALANDA - 10 Februari 2022 – Petisi “Hentikan Rencana Pertambangan Batuan Andesit di Desa Wadas” yang dibuat oleh koalisi Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (GEMPADEWA) di Change.Org kian viral paska ditangkapnya puluhan warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. 


Seperti diketahui, ribuan aparat gabungan dari TNI, Polri, dan Satpol PP diturunkan ke desa tersebut Selasa (8/2/2022) dua hari lalu dengan dalih untuk mengamankan proses pengukuran lahan tambang batu andesit yang dibutuhkan untuk pembangunan Waduk Bener.


Mereka mencopot spanduk penolakan Bendungan Bener dan mengejar beberapa warga sampai ke hutan dan menangkap serta menahan lebih dari 60 warga yang berusaha menolak rencana tambang andesit itu di desa mereka. Bersama para warga desa itu, ditangkap pula Seniman Yayak Yatmaka, Danil dari LBH Yogyakarta dan lima orang lain yang bergabung dalam kelompok Solidaritas untuk Warga Wadas.  


Kendati Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo telah memberikan pernyataan permintaan maaf atas kejadian tersebut, petisi yang digagas oleh Koalisi GEMPADEWA di Change. Org yang dilansir dua hari lalu itu terus bergulir dan meningkat cepat dukungannya. Pada pukul Kamis (10/2/22) menjelang tengah malam, telah tercatat lebih dari 33.600 pendukung yang ikut menandatangani petisi ini. 


Dengan jumlah tersebut, petisi ini kian mendekati target 35.000 tandatangan yang akan membuatnya menjadi salah satu petisi yang paling banyak ditandatangani di Change.Org. Terlebih lagi, tensi suasana terus meningkat eskalasinya dan hingga Kamis (10/2/2022) pagi ini, aparat dalam jumlah besar masih terus didatangkan ke Desa Wadas.   


Dalam petisi “Hentikan Rencana Pertambangan Batuan Andesit di Desa Wadas” tersebut, Koalisi GEMPADEWA menjelaskan dengan gamblang perihal kekhawatiran warga Desa Wadas akan dampak lingkungan yang mungkin bisa terjadi pada desa mereka bila tambang andesit itu dilanjutkan. 


 Sedikitnya, ada beberapa poin penting yang dituangkan dalam petisi ini.

  

Pertama, menurut warga Wadas, kebutuhan batuan andesit yang tak sedikit untuk Waduk Bener, akan menghabiskan Sebagian besar wilayah desa serta merusak 28 titik sumber mata air yang menjadi sumber pengairan pertanian desa tersebut. Dampaknya, tak hanya lahan pertanian rusak, para petani pun akan kehilangan mata pencarian. 


Hal kedua yang dikhawatirkan warga adalah lokasi geografis desa. Tanpa adanya tambang batuan andesit itu, kondisi Desa Wadas sudah cukup rentan mengalami longsor karena berada di Kecamatan Bener yang berdasarkan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Purworejo 2011-2031, merupakan bagian dari Kawasan Rawan Bencana Tanah Longsor.


 “Penambangan batu andesit di sini tentu akan membuat Desa kami akan makin rentan kena longsor,” kata seorang warga yang tak bersedia disebutkan namanya. 


Kekhawatiran warga tersebut cukup beralasan karena untuk memasok batuan bagi pembangunan Waduk Bener itu, sebagian besar Desa Wadas yang memiliki luas 145 hektare itu akan dijadikan tambang batuan andesit. 


Bentrok warga dengan aparat, seperti disebutkan dalam petisi, terjadi sejak sosialisasi pematokan tanah. 


“Tiap kali  kami melakukan penolakan,  aparat akan menarik, memukul, menendang, menginjak, dan menjambak kami,” kata sumber tersebut. 


Beberapa video bentrokan, seperti yang terjadi pada Selasa lalu, diunggah ke akun Instagram warga Desa Wadas, @wadas_melawan untuk memberi tahu masyarakat luas apa yang terjadi di desa tersebut. “Bisa lihat di akun IG @wadas_melawan dan banyak video yang viral,” tambahnya. 


Stigmatisasi negatif juga dialami Warga Wadas yang ingin mempertahankan hak dan memperjuangakan kelestarian alam Desa Wadas.  


“Kami dapat stigma sebagai provokator, ditunggangi anarko, tidak paham permasalahan, dan seterusnya,” katanya kesal.


 Hal ini juga dialami warga Wadas waktu menggelar Mujahadah dan doa bersama untuk menghentikan rencana sosialisasi pematokan pengadaan tanah untuk pembangunan Bendungan Bener dan tambang batu andesit di desanya. 


Koalisi Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (GEMPADEWA) bermula dari gagasan untuk membuat paguyuban guna memudahkan komunikasi warga dalam upaya-upaya mereka mempertahankan hak atas lahan desa. Saat ini, akun @wadas_melawan yang ada di berbagai platform media sosial seperti Twitter, Instagram, Facebook, Tiktok dan Yotube, menjadi saluran informasi resmi dari warga Wadas tentang perkembangan terkini yang berlangsung di desa mereka, serta ikut mendukung warga Wadas dengan memberi solidaritas melalui petisi “Hentikan Rencana Pertambangan Batuan Andesit di Desa Wadas” yang dibuat oleh Koalisi Gempadewa. (**)

JATENG -  MEDIAPORTALANDA - "Permintaan pengamanan pengukuran tanah di desa Wadas datang dari Pemerintah, maka Kepolisian wilayah melaksanakan tugas di lapangan, bisa saja karena kepolisian wilayah

dipaksa pemerintah, sehingga agak terganggu seperti saat ini," tutur aktifis HAM Natalius Pigai.

Karena itu lanjut dia rakyat mestinya protes terhadap subjek pembangunan dalam hal ini Kementerian PUPR, Kementerian Pertanahan dan Pemerintah Daerah.


Aktivis Hak Asasi Manusia Natalius Pigai mengatakan seyogyanya gejolak yang terjadi di desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah tidak perlu terjadi jika pemerintah mengajak elemen masyarakat berpartisipasi dalam kebijakan pembangunan, pasalnya aparat kepolisian hanya sebagai alat negara.


"Soal Wadas Purworejo mendapat simpati kita semua karena riak-riak semacam ini tidak perlu terjadi jika para pihak dalam hal ini Kementerian PUPR, Kementerian Pertanahan dan Pemprov Jawa Tengah mau melaksanakan pembangunan partisipasif," kata Natalius Pigai dalam keterangannya, Rabu 9 Februari 2022.


Dikatakan Pigai dalam konteks HAM dan Pembangunan atau Human Right and Development aspek partisipasi adalah variabel terpenting dan utama.


"Pembangunan berbasis HAM atau right based development pihak yang terkait langsung (subjek) adalah negara dalam hal ini Kementerian PUPR, Badan Pertanahan dan Pemerintah Daerah maka aparat kepolisian hanya sebagai alat negara," tuturnya


Kendati demikian dia menyayangkan sikap aparat hukum yang melakukan penangkapan terhadap warga Desa Wadas, meski aparat kepolisian hanya melaksanakan tugas, diduga dipaksa pemerintah. (**)

MEDIAPORTALANDA - Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah. Warga sekitar menolak penambangan batu untuk material urug Bendungan Bener. Bentrokan terjadi di lokasi. "Bidang Advokasi dan Kebijakan Publik PB PMII mengecam tindakan represif terhadap Warga Wadas Penolak Tambang". Ungkap Ahmad Latif saat di wawancarai.


Warga Desa Wadas yang sedang mempertahankan tanah dan ruang hidupnya dari kerusakan lingkungan mendapatkan kekerasan dan represif dari aparat keamanan. Dimana warga sekitar menghadang rencana sosialisasi pematokan lahan, diproyeksikan akan dijadikan lokasi pertambangan quarry batuan andesit sebagai bahan material Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Bener.


Menurut Ahmad Latif,"Proyek pembangunan bendungan ini kedepan sangat mengkebiri dan merampas hak serta ruang hidup warga, mata pencaharian, dan ekosistem. Aktivitas pertambangan akan mengeruk bukit dan berpotensi menyebabkan kerusakan lingkungan serta mendatangkan Bencana Alam. Di sisi lain, proyek tambang yang akan dioperasikan di desa Wadas tidak mempunyai AMDAL". Ungkap Ahmad Latif.


Tindakan yang dilakukan oleh aparat kepolisian merupakan suatu bentuk pelanggaran HAM dan perampasan ruang hidup yang dilakukan telah memangkas konstitusi. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa dalam UUD 1945 Pasal 28 a: “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”


Kami selaku organisasi dari embrio Nahdlatul Ulama sangat sepakat mengenai tanah yang sudah dikelola oleh rakyat selama bertahun-tahun, baik melalui proses iqtha' (redistribusi lahan) oleh pemerintah atau ihya’ (pengelolaan lahan), maka pemerintah haram mengambil tanah tersebut.Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat 3 secara implisit mengatakan, rakyat memiliki kedaulatan penuh untuk mengelola sumber daya alam. Selain itu, penambangan yang terjadi di bumi Wadas adalah jalan untuk melancarkan Proyek Strategis Nasional Bendungan Bener yang termaktub dalam PP 42 Tahun 2021 yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja. Padahal, dalam putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 Tentang pengujian formil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja mengamanatkan untuk menangguhkan segala hal, baik berupa tindakan maupun juga kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas. 


"Sehingga, pembangunan bendungan Bener dan segala perangkat pendukungnya harus dihentikan secara cepat dan tegas. Jangan lagi ada tragedi perampasan hak-hak rakyat dan merugikan rakyat dengan cara apapun". Ungkap tegas Ahmad Latif.


Latif sapaan akrabnya, melanjutkan bahwa "atas nama rakyat, Warga NU, dan PB PMII, kami meminta Kapolda Jateng untuk segera membebaskan warga Wadas yang ditahan. Juga meminta kepada Gubernur Jateng untuk menunda pengukuran baik yang sudah disetujui rakyat maupun yang belum setuju atas nama rakyat dan atas nama Warga Negara Kesatuan Republik Indonesia sampai  selesai bermusyawarah, dan menghindarkan clash antara rakyat dengan aparat Negara, terangnya.


Latif memberikan saran kepada pihak aparat Negara, "Bebaskan 60 warga yang ditahan, termasuk keluarga/kader PMII. Sebelum lonjakan dan amarah rakyat makin melonjak, tutupnya. (**)

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.