-->

Latest Post

PADANG PARIAMAN - MEDIAPORTALANDA - Keluarga Besar Himpunan Pendidik Anak Usia Dini (Himpaudi) Kabupaten Padang Pariaman menggelar acara Halal Bihalal di Masjid Agung Al-Mukhni Kawasan IKK Parit Malintang, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat (Sumbar), Selasa (17/05).


Kegiatan yang mengusung tema “Dengan semangat halal bihalal, kita satukan pemikiran untuk mencerdaskan anak bangsa” ini dihadiri sekitar 200 guru PAUD di 17 Kecamatan yang ada di Kabupaten Padang Pariaman.


Ketua TP-PKK yang juga merupakan Bunda Paud Kabupaten Padang Pariaman, Yusrita Suhatri Bur menyampaikan, beratnya tugas Guru PAUD dalam mendidik anak-anak usia dini. "Tugas seorang guru tidak hanya mengajar, namun juga mendidik".

“Seorang guru itu diharapkan tidak hanya pandai dalam mengajar, yang paling penting adalah cakap dalam mendidik. Guru harus menjadi panutan bagi anak-anak yang dididiknya”, ungkapnya.


Yusrita berharap, dengan semangat halal bihalal dan kebersamaan, guru PAUD memiliki semangat baru dalam mendidik anak-anak sehingga dapat berkembang, bahagia dalam belajar.


“Semoga kedepannya kita menjadi guru-guru yang lebih baik lagi sehingga dapat mencetak anak-anak yang cerdas dan bahagia”, katanya.


Sebelumnya, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Padang Pariaman Anwar menyebutkan target Dinas Pendidikan dalam dunia pendidikan adalah menanamkan pondasi keimanan dan ketakwaan terhadap peserta didik, terlebih bagi anak usia dini.


“Target kita di Dinas Pendidikan bagaimana anak-anak kita meningkat keimanan dan ketakwaannnya. Kita juga mengimbau ibu-ibu semua untuk meningkatkan kebersihan PAUD dan silaturrhami antara guru, komite, masyarakat, dan pemerintah. Dengan silaturrhami yang baik kita bisa membangun pendidikan ke arah yang lebih baik”, ujarnya.


Selain itu, melalui acara halal bihalal ini Anwar juga mengimbau kepada tenaga pendidik Paud untuk dapat terus menjalin hubungan silaturrahim seraya terus mendoakan agar insan pendidik Paud yang ada di Kabupaten Padang Pariaman selalu sehat sehingga dapat mempersembahkan yang terbaik bagi peserta didik.


“Dengan semangat halal bihalal, semoga semakin mempererat hubungan silaturrahim diantara sesama guru Paud di Kabupaten Padang Pariaman. Semoga bapak ibu selalu sehat dan dapat melaksanakan tugas dengan baik dan mendapat pahala dari Allah SWT”, jelasnya.


Acara halal bihalal yang digelar selama satu hari ini turut dihadiri oleh Staf Ahli, Asisten, dan Kepala Perangkat Daerah Se-Kabupaten Padang Pariaman, Jajaran Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Padang Pariaman, Bunda Paud Kecamatan, Pemilik Paud Se-Kabupaten Padang Pariaman, Ketua IGTKI, Ketua IKRA, Ketua Himpaudi dan jajaran, Pengawas TK Se-Kabupaten Padang Pariaman, Pendidik dan Tenaga Kependidikan Se-Kabupaten Padang Pariaman. (**)

JAKARTA - MEDIAPORTALANDA - Sikap tegas Bupati Dharmasraya, Sutan Riska Tuanku Kerajaan, yang menindak tegas pabrik kelapa sawit di daerahnya mendapat apresiasi dari Alirman Sori Anggota DPD RI Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Barat.


"Sikap Bupati Dharmasraya kepada masyarakat pantas diapresiasi dalam menyikapi anjloknya harga Tandan Buah Segar (TBS)," ujar Alirman Sori, dikutip dari Arunala.com, (18/5).

Penjelasan Alirman Sori tersebut berkaitan dengan adanya inspeksi mendadak (Sidak) yang dilakukan Sutan Riska ke sejumlah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang ada di kabupaten Dharmasraya, pada Selasa (17/5) kemarin.


Kabar yang diperoleh Senator asal Sumbar ini, sidak dari Sutan Riska itu dalam rangka menyikapi anjloknya harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di tingkat petani.


Alirman Sori menyarankan supaya kepala daerah di Sumbar yang wilayahnya memiliki perkebunan sawit melakukan hal yang sama, supaya "Perusahaan Kelapa Sawit" tidak melakukan tindakan yang dapat merugikan petani sawit.


"Anjloknya harga sawit sangat tentu akan sangat berdampak kepada petani sawit, supaya tidak menimbulkan gejolak, pemerintah dan pemerintah daerah mesti mengingatkan PKS untuk melakukan penyesuaian harga sesuai harga CPO dunia, jangan sampai harga jual terlalu rendah," ulas Alirman.


"Bila PKS menetapkan harga TBS sesukanya, tidak menyesuaikan dengan CPO dunia, Alirman Sori, sangat mendukung sekali sikap tegas yang dilakukan Bupati Sutan Riska untuk mencabut izinnya," urainya.


Alirman Sori, yang juga mantan wartawan harian salah satu surat kabar yang ada di Sumbar, berharap pada PKS jangan hanya memikirkan diri sendiri dan keuntungan saja, mesti balan, pikirkan juga nasib petani.


"Para pengusaha harus memperhatikan petani sawit berikan harga yang pantas dengan menyesuaikan harga CPO dunia," harapnya.


Catatan H. Dheni Kurnia: Pemimpin Redaksi Harian Vokal, Ketua JMSI Riau dan Ketua Dewan Kehormatan Provinsi (DKP) PWI Riau.


TEMAN saya seorang walikota. Dia mengatakan, jadi walikota itu tak enak. "Saya menyesal," katanya. Saya terkejut. Loh, kenapa Abang dulu maju jadi walikota. Berapa uang yang  dihabiskan sampai terpilih? 


Dia gelak mengekeh. Tapi walau tidak enak, aku mau maju lagi. Mau dua priode, katanya. Saya makin heran. Lalu dia menjawab; "Karena jadi walikota itu sungguh sangat enak. Menyesal kalau saya tak jadi lagi."


Kali ini kami tertawa berdua. Menurut saya, itu candaan yang tidak lucu. Tapi bagi teman saya itu, tampaknya jadi walikota adalah sebuah prestise dan kebanggan. Dia sangat bangga jadi walikota, meski dia harus menghadapi banyak tantangan tak selesai serta berbagai pengorbanan untuk menang. 

Seorang teman saya (juga) jadi bupati di sebuah kabupaten di Riau. Meski dia mantan pesuruh, tapi kini gayanya tak macam pembantu lagi. Dia sering kunjungan kerja. Acap jumpa gubernur dan menteri, bahkan presiden RI. Mobilnya keren, meski minyaknya ditanggung pemerintah. Kemana pergi selalu punya ajudan. Sebagian masyarakat pun memuja-muja dia separuh mati. 


"Saya sebenarnya gak punya cita-cita jadi bupati. Dulu saya mau jadi pedagang beras saja. Hidup aman dan bebas. Tapi teman-teman dan masyarakat terus mendorong saya. Ya, saya coba-coba uji nyali. Saya maju dan menang," ujarnya dengan bangga. 


Kali ini saya tertawa ngakak. Menurut saya, pernyataan ini lucu sekali. Sangat aneh dan dibuat-buat, terkesan sederhana dan main-main. Tapi mengantarkan dia jadi bupati. Tabeklah! 


Saya cerita walikota dan bupati, karena akhir-akhir ini nama pejabat  (PJ) bupati Kampar dan Walikota Pekanbaru segera diumumkan. Karena jabatan keduanya akan berakhir 22 Mei 2022, sementara pemilihan serentak baru 2024. 


Jadi ada waktu 2 tahun lebih lagi menjadi pejabat. Konon, nama PJ itu sudah disetujui dan ditandatangani Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian. Katanya, nama tersebut sudah diteken lebih cepat, sebab Mendagri nak berangkat ke luar negeri. Tapi nama-nama ini, belum sampai ke Riau. 


Sebelumnya, sesuai aturan, Gubernur Riau Syamsuar, mengajukan tiga nama untuk PJ Wako Pekanbaru dan tiga nama untuk PJ bupati Kampar. Tapi kabar yang berkembang, tidak nama yang dikirimkan yang akan dipilih. Jelas ini tak sesuai dengan ekspetasi gubernur. 


Syamsuar jadi kaget. Saya juga. Tapi untuk tertawa ngakak, saya kurang berani. Karena setahu saya, nama-nama yang dikirim ke mendagri adalah orang-orang hebat dan sudah teruji kemampuannya. Mereka adalah para eselon dua yang notabene adalah petinggi di kabinet Syamsuar. 


Menurut cerita, mendagri lebih memilih pejabat lain, yang juga punya jabatan eselon dua, anak buah Gubernur Riau Syamsuar. Entah bagaimana nama mereka bisa muncul. Mungkin mereka melobi sendiri ke Pusat atau malah mereka saudara dekatnya 

"Orang Pusat".


Secara moral, mereka adalah orang Syamsuar. Namun, nama mereka tak tertera dalam daftar. Andailah nanti mereka benar-benar ditunjuk Mendagri, apa mereka tidak risih dan malu. Apalagi beralasan macam-macam. Yang jelas, menurut saya mereka ini adalah "bawahan" yang melawan toke. Tak bermoral dan tak punya muka malu. 


Kabar ini merebak cepat. Pro dan kontra  bermunculan, seperti tendawan tumbuh di hutan lembab. Ada yang menyebut, nama yang diajukan Syamsuar tidak terampil dan punya masalah. Ada pula yang bilang ini haknya Mendagri sesuai Permendagri No. 1 tahun 2018, tentang kepala daerah. Tak sedikit yang beranggapan, keputusan Mendagri tersebut, menabrak otonomi daerah. 


Memang, sejauh ini ada provinsi yang ditolak Mendagri pengajuan pejabat yang diajukan gubernur. Sumatera Barat, Jawa Barat serta Jawa Tengah misalnya. Gubernur Sumbar kecewa. Begitu juga Jawa Barat.  Tiga paket calon PJ yang diusulkan Gubernur Ridwan Kamil untuk Kota Cimahi, Kota Tasikmalaya, dan Kabupaten Bekasi ditolak dan diganti. Ridwan meradang, tapi tak bisa berbuat apa-apa. 


Di Jawa Tengah, Gubernur Ganjar Pranowo, memilih "diam karung" atau kalem saja, meski dia kader PDIP. 

Enam kabupaten dan kota yang akan dipimpin PJ di Jateng adalah; Kabupaten, Banjarnegara, Batang, Jepara, Pati, Cilacap, Brebes dan Kota Salatiga. Tapi tak semua diakomodir. 


Bagaimana dengan Riau? Tampaknya, meski masyarakat panas bergejolak atau dingin bersarung, Gubernur Syamsuar tampaknya memilih arif saja. Tak tampak arus kekecewaan di wajahnya, meski menurut saya pasti dia kecewa dan direndahkan. 


Sebagai orang Melayu dia memilih bijak. Layaknya sultan-sultan di Riau zaman dulu; Tak emas, bungkal diasah, tak kayu jejang dibelah. Andai yang dia ajukan beda dengan putusan Mendagri, mungkin dia akan memilih diam. Tapi dia pasti punya cara lain untuk memperlakukan pilihan itu. 


Halnya mengenai Permendagri No.1 tahun 2018, pasal 5, ayat 3 yang menyebut PJ kepala daerah bisa diangkat Mendagri di luar yang diusulkan, Syamsuar saya kira juga tidak mempermasalahkannya. Meski maksud Permendagri itu, bukan seperti yang dibicarakan banyak pihak selama ini. 


Setelah saya baca, Permendagi No. 1 tahun 2018 tersebut,  mengatur tentang penunjukan kepala daerah jika Gubernur sedang cuti panjang. Mendagri berhak menunjuk penggantinya atau pejabat yang di bawahnya. Dengan alasan, agar lebih "leluasa" berkomunikasi dengan pusat.


Ketika hal ini ditanyakan kepada Gubernur Syamsuar, dia menyebut; "Kami belum tahu menahu soal nama yang akhirnya disetujui Mendagri sebagai PJ walikota Pekanbaru dan bupati Kampar," katanya singkat


Sedang Kepala Biro Tata Pemerintahan Setdaprov Riau, Firdaus, kepada wartawan mengatakan, Mendagri memang sedang kunjungan kerja ke luar negeri. Surat Keputusan (SK) calon PJ kedua kepala daerah sudah ditandatanganinya. Namun Pemprov Riau belum mendapatkan perintah untuk menjemput SK tersebut.


Mengenai kebenaran tentang PJ Walikota Pekanbaru dan Bupati Kampar bukan orang yang ditunjuk gubernur, Firdaus mengatakan tak tahu, karena belum melihat SK-nya. Katanya lagi, SK itu berkemungkinan diserahkan Selasa 17 Mei 2022 ini, atau beberapa hari sebelum jabatan walikota dan bupati berakhir. 


"Tugas kami hanya mengantarkan usulan dari Gubernur dan mengambil SK kalau sudah diperintahkan," ujarnya. Tugas yang sederhana sekali. Menurut saya, tak ada keberanian Firdaus untuk mempertanyakan kepada Mendagri, siapa yang akhirnya di-SK-kan. Mungkin Firdaus takut pula melawan induk semangnya. 


Dari tiga nama yang diajukan Gubernur, saya menilai H. Masyrul Kasmi layak dipilih menjadi PJ Walikota Pekanbaru. Salah seorang Asisten Sekdaprov ini, pantas dipilih karena memiliki pengalaman dan jam terbang yang tinggi. Hanya saja kemudian dia diisukan terlibat dalam kasus Jembatan Dorak, ketika dia menjadi Wakil Bupati Kepulauan Meranti. 


Sedangkan untuk calon Pj Bupati Kampar layak disandang Imron Rosadi Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Tapi kabarnya, tokoh-tokoh dari Kampar, menganggap dia kurang cergas dan menginginkan pihak yang "sepenciuman" dengan mereka.


Begitulah! Sebenarnya, menjadi PJ Wako Pekanbaru atau bupati Kampar itu bukanlah pekerjaan semudah membalik daun pisang. Diperlukan sosok yang benar-benar berpihak kepada masyarakat. Bukan pesanan atau sesuai keinginan seseorang saja atau pula kelompok tertentu. Dan saya melihat, Gubernur Syamsuar sudah paham betul mengenai hal ini. 


Saya kurang yakin, orang yang ditunjuk Pemerintah Pusat mengerti persoalan di daerah, meski dia dari Riau ini juga. Ada yang lebih faham dan mengerti tentang tata pemerintahan dan bisa mencari solusi serta bekerja sama dengan pemimpin daerah lainnya. Dan seharusnya pemerintah pusat faham juga masalah ini. 


Karena menjadi walikota atau bupati, bukan karena enaknya saja, atau karena coba-coba, atau pula pendekatan sana-sini lalu terpilih. Dia haruslah orang yang paham dan loyal pada aturan, masyarakat dan orang yang lebih tinggi darinya.


Walikota dan bupati, menurut saya, harus menerima jabatan dan keberadaan gubernur. Begitu pula gubernur harus mengakui keputusan menterinya. Kuncinya, memang saling terkait dan saling menghargai.


Apa jadinya kalau sama keras dan sama adu kepala. Sama-sama rusak dan sama-sama bubar kerjasama yang dibangun sesuai aturan dan harapan masyarakat. Mari kita menimang-nimangnya dengan kepala yang cerdas. Kalau ini masih tetap terjadi, mari pula kita sama-sama tertawa terkekeh-kekeh, sambil menyaksikan kisah lucu dan lawak-lawak saja. ***


Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.