-->

Latest Post

PADANG - Musyawarah Cabang (Muscab) Ke-IX Majelis Pimpinan Cabang (MPC) Pemuda Pancasila (PP) Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar), akhirnya menuai hasil. Dipilih secara aklamasi, Roy Madea Oka (Boni) kembali dipercaya untuk menjadi Ketua MPC PP Kota. Sabtu, (6/5)


Selanjutnya, Ketua MPC PP Sumbar Verry Mulyadi, secara simbolis menyerahkan bendera pataka kepada Roy Madea Oka Ketua MPC PP Kota Padang priode 2023-2027, bertempat di Air Pacah, Kota Padang, Sumbar.

"Muscab ini merupakan proses demokrasi, dan kami bangga karena proses pelaksanaannya telah berjalan dengan baik. Semoga Ketua MPC PP Padang terpilih bisa menjalankan serta memajukan organisasi dengan berpedoman pada AD/ART", pesan Verry.


Pada Muscab Ke-IX MPC PP Kota Padang ada 6 orang kandidat yang maju sebagai calon Ketua MPC PP Kota Padang, diantara Roy Madea Oka. Ada, Jondri Sandra, Ulva Widya Wulandari, Firdaus dan Fio Sahara.


Dari para kandidat tersebut, hanya Roy Madea Oka yang dinyatakan lolos seleksi dan layak, sementara 5 orang rivalnya dinyatakan gugur karena dianggap tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.


Acara Muscab Ke-IX MPC Kota Padang, dipimpin Wakil Ketua MPW PP Sumbar Nisfan Jumadil berjalan  lancar, meskipun pada saat proses sidang berlangsung sempat terjadi insiden kecil, karena adanya pihak yang ingin masuk menerobos. 


Proses penyelenggaraan Muscab ke-IX MPC PP Kota Padang merupakan lanjutan dari Muscab sebelumnya yang sempat tertunda, disaksikan langsung oleh perwakilan MPN PP diantaranya Bakti Sianturi (P2W Sumatera) dan Yenni (Bidang OK MPN PP).


Ketua MPC PP Kota Padang terpilih priode 2022-2027, Roy Madea Oka pada kesempatan itu menyampaikan ucapan terimakasih atas kepercayaan dan amanah yang diberikan kepadanya.


"Ini merupakan amanah yang cukup besar, oleh karena itu saya akan bersungguh sungguh untuk menjalankan dan menjaga amanah tersebut", ucapnya. **

PADANG - Menjelang Pemilu, Pilpres dan Pilkada 2024 Pers dituntut untuk independen, semangat independensi penting mengingat sebagai pilar keempat demokrasi. Dan, keberadaan pers sangat dibutuhkan di tengah-tengah kehidupan masyarakat.


"Bukan hanya sebagai watchdog "penjaga" yang berperan mengawasi, mengevaluasi dan mengingatkan kinerja, serta memberi kritikan terhadap siapapun yang memimpin lembaga legislatif, eksekutif dan lembaga-lembaga yang terkait penegakan hukum.


Tetapi, media juga perlu mengangkat atau merespons isu yang berkembang ditengah kalangan masyarakat, baik terkait ekonomi, politik, hukum, pendidikan, kebudayaan juga hal lain yang dianggap penting untuk diketahui publik," ujar Ismail Novendra, tokoh muda Pers Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar), Sabtu (6/5).


Meski dituntut independen, Ismail Novendra yang berjuluk Raja Tega ini menilai, media sebenarnya wajar memiliki orientasi tertentu, atau keberpihakan selama orientasi atau keberpihakan tersebut masih dalam koridor kepentingan publik. Artinya untuk kepentingan masyarakat, kinerja-kinerja media masih mengawal kepentingan publik.


Hal itu bisa dilakukan entah dalam rangka mengkritisi, atau bahkan memberikan masukan pada lingkar kekuasaan eksekutif, legislatif dan lembaga-lembaga penegak hukum yang ada.


Mungkin bisa juga dengan mengingatkan masyarakat terkait beberapa hal yang krusial menjadi agenda publik, dimana masyarakat tidak menyadari secara penuh. Dan, itu mesti menjadi prioritas utama.


"Keberpihakan itu harus malah, tetapi yang perlu dijaga adalah profesionalitas media dalam bekerja," harap Ismail Novendra yang tengah fokus menuju DPRD Provinsi Sumbar di 2024 mendatang.  


(An/Winduee)


PADANG - Mengingat banyaknya pemberitaan adanya tindakan persekusi serta pelecehan terhadap wartawan akhir-akhir ini. Maka sudah selayaknya insan pers merapatkan barisan dan menggalang kekuatan untuk melawan ketidakadilan tersebut. Himbauan ini disampaikan oleh Ismail Novendra, sesepuhnya para awak media di Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar) pada, Jumat (5/5/2023).


Diketahui, pemicu sesepuhnya awak media yang dijuluki Raja Tega ini meradang, disebabkan ulah pejabat pemangku kepentingan publik dalam menanggapi dilema pemberitaan selalu memainkan aksi lapor polisi. Menurutnya, awak media telah bekerja sesuai dengan kode etik. Bahkan, sebelum beritanya tayang, atau diterbitkan, awak media selalu melakukan konfirmasi.


Disisilain, ketika pejabat pemangku kepentingan publik dikonfirmasi awak media, baik lewat WhatsApp (WA), maupun telepon seluler terkadang dianggap bagaikan angin lalu, alias bungkam. Dan, saat beritanya terbit, barulah mereka seperti orang kebakaran jenggot.


Disisilain, mereka mulai memainkan aksi lapor polisi dengan dalih pencemaran nama baik. Mestinya mereka introspeksi diri, jika saja konfirmasi Awak Media tersebut dibalas, tentu beritanya akan berimbang. Mereka harusnya sadar. Bahwa, pers adalah pilar keempat demokrasi setelah lembaga yudikatif, legislatif dan yudikatif. Untuk itu, sesepuh awak media ini berharap, alangkah baiknya para pejabat pemangku kepentingan publik mempelajari isi UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang isinya:


Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang ayat Pers pasal 4. (1) kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara, 

(2) terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran,

(3) untuk menjamin kemerdekaan perseorangan, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

(4) dalam mempertanggung jawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai "Hak Tolak".


Bahkan, dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 disebutkan antara lain. Pasal 28F, setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan sampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.


Sebagai sesepuhnya insan pers, ia tak terima Wartawan di intimidasi, jika ada persoalan menyangkut pemberitaan, alangkah baiknya pemangku kepentingan publik menempuh jalur jawab. " Kan ada hak sanggah. Atau, bisa juga berkordinasi sama PWI, Aji, dan organisasi lain Yang ada dibawah naungan Dewan Pers".


Untuk itu, kedepannya ia berharap, para pejabat pemangku kepentingan publik yang ada di Sumbar, khususnya Kota Padang, agar bisa memahami undang-undang pers, jangan asal main lapor polisi, jangan diadu polisi dengan awak media. Sosok tokoh publik itu mesti legowo, jika tidak siap diterpa "Gosip", lebih baik mundur dari jabatan, pergilah ke kebun, kesawah untuk bercocok tanam, atau cari kegiatan lain yang bisa membuat nyaman, tegas Ismail yang saat ini tengah fokus mempersiapkan diri menuju salah satu Parlemen yang ada di Sumbar.  (An)


Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.