-->

Latest Post

Fhoto Sindonews


MPA, CILEGON - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengaku prihatin dengan rencana mogok kerja para Pilot Garuda Indonesia pada saat arus mudik lebaran.

"Soal mogok pilot garuda saya prihatin, kalau saya lihat ini ada suatu miss komunikasi antara manajemen dengan pilot, dengan serikat kerja," kata Menhub di Pelabuhan Merak, Banten. Seperti dilansir SindoNews pada Sabtu (2/6/2018).

Diapun berharap agar para pilot Garuda Indonesia yang menjadi satu kebanggan tidak melakukan mogok kerja saat arus mudik. Apalagi, arus mudik merupakan hajat banyak masyarakat yang akan pulang ke kampung halaman.

"Jangan sampai masyarakat disandra, ini suatu niatan kurang baik, saya menganjurkan (pilot) coba berfikir dengan hati, apabila saudara-saudara kita mau mudik tapi malah mogok,  saya mengajak mereka agar jangan melakukan itu," ujarnya.

Untuk itu, Budi mengaku sudah memeintahkan kepada Dirut Garuda Indonesia dan Dirut Angkasa Pura 2 untuk bertemu dengan para pilot untuk mencari jalan keluar dari permasalahan saat ini.

"Saya akan ketemu mereka hari senin. Hari ini dirut-dirut ketemu dengan mereka. Saya berfikir bahwasannya pilot punya hati tidak melakukan itu (mogok kerja) orang orang terhormat," tandasnya.

Sebelumnya, Asosiasi Pilot Garuda (APG) memastikan 1.300 pilot dan lima ribu kru Garuda Indonesia akan melakukan aksi mogok kerja. Aksi itu dianggap sebagai misi penyelamatan Garuda Indonesia dari keterpurukan.
(ar)

MPA, JAKARTA - Gugatan  yang dilayangkan  Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) dan Serikat Pers Republik Indonesia (PRSI) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) terhadap  Dewan Pers dalam hal ini Yoseph Adi Prasetyo selaku ketua sudah tepat.


Hal ini dilontarkan oleh Pengamat Kebijakan dari Publik Indonesian Public Institute (IPI) melalui siaran pers di Jakarta Jumat (01/6/2018). Dia pun memuji langkah brilian yang diambil PPWI dan SPRI demi membantu wartawan.

Jerry merasa heran, dimana sudah tiga kali sidang, namun Ketua Dewan Pers belum juga kelihatan atau tak kunjung hadir. Ia pun mempertanyakan ketidak hadirannya itu.

"Ini sengaja dilakukan atau takut bersaksi dalam sidang. Mana mungkin pimpinan dewan pers tak paham soal kelengkapan berkas administrasi, saat mengeluarkan rekomendasi dan lainnya. Kalau memang sudah tak mampu memimpin lembaga ini, lebih baik step back atau mundur secara gentlemen," kata peneliti kebijakan publik dari Amerika ini.

Memang selama ini Jerry menilai ada sejumlah policy dari Dewan Pers yang berlawanan bahkan blunder.

Pada intinya tutur mantan Pemimpin Redaksi Thejakartatimes, ini jangan melemahkan tugas jurnalis tapi rangkul mereka tanpa membeda-bedakan.

"Jadi sebelum action, thinking first atau (berpikir terlebih dulu), jangan mikirnya telat. Contoh, surat terkait melarang wartawan minta THR di hari raya Idul Fitri yang dikeluarkan belum lama ini, banyak menuai kontroversi dan complain," ujarnya.

Setahu Jerry, baru kepemimpinan kali ini ada beberapa making decision-nya blunder. Apalagi saat berita hoaks 319 media abal-abal dan kriminalisasi terhadap wartawan, Dewan Pers hanya diam membisu tanpa tindakan.

"Kan bukan hanya urus UKW muda, madya dan utama tapi persoalan keselamatan pers harus diperhatikan. Bagaimana pendekatan terhadap mereka. Lakukan pembinaan dan pelatihan biar para jurnalis mangerti. Jangan seperti statement kementerian Kominfo, yang mana menyatakan bahwa mereka mendeteksi ada 43 ribu media abal-abal di Indonesia seperti yang disampaikan Samuel Pangerapan seperti dikutip detik.com," tegasnya.

Bagaimana jika perusahaan persnya lengkap kata Jerry, seperti yang diatur dalam UU Pers No.40 Tahun 1999? jangan perkeruh masalah.



"Jadi melihat persoalan jangan hanya dari satu sudut pandang, justru masalah besar diperkecil, kecil dihilangkan," ujarnya. (rel/ar)

Foto/SINDOnews


MPA, JAKARTA - Soal hutang negara yang menjadi sorotan banyak pihak. Meski pembengkakan utang bukan hanya terjadi di pemerintahan Jokowi-JK saja, namun kembali Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan mengapa pemerintah seolah-olah "doyan" berutang.

Sri Mulyani mengatakan, jika diminta memilih, dirinya tentu ingin meningkatkan penerimaan negara daripada berutang. Namun persoalannya tidak semudah berkata-kata. Karena penerimaan negara masih lebih rendah dari belanja negara alias defisit APBN. Maka utang menjadi salah satu instrumen pembiayaan yang dipilih pemerintah untuk menambal kekurangan tersebut.

"Kalau hanya punya uang Rp1.894 triliun dari penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak, tapi belanjanya Rp2.200 triliun, jadi bagaimana? Utang. Lalu masyarakat menyebutkan saya senang utang ya? Enggak, saya tidak senang. Saya senangnya yang Rp1.894 triliun itu bisa menjadi Rp3.000 triliun. Jadi belanja Rp2.200 triliun, kita masih bisa nabung," ceritanya.

Hanya saja, jelas Sri Mulyani, untuk mencapai anggaran Rp3.000 triliun bukan sulap. "Menteri Keuangan kan tidak bisa asal cetak duit," ujarnya dalam keterangan resmi, seperti dilansir SindoNews pada Minggu (27/5/2018).

Sri Mulyani menjelaskan, defisit APBN itu tidak bisa diselesaikan dengan cara mencetak uang sebanyak-banyaknya. Uang yang dicetak berlebihan akan menyebabkan inflasi, yaitu naiknya harga barang dan jasa yang berarti penurunan nilai mata uang rupiah.

"Kira-kira kalau ekonomi diurus dengan cetak duit banyak jadi apa? Inflasi," jelas Menkeu. Oleh karena itu, Sri Mulyani menegaskan, pemerintah terus berupaya menurunkan rasio utang dan meningkatkan penerimaan negara melalui pajak yang berkeadilan.

"Pemerintah terus mencoba memperbaiki penerimaan. Sebaiknya tidak utang. Betul. Itu sangat betul. Dan saya sebagai Menteri Keuangan inginnya begitu. Namun enggak bisa banting setir langsung. Makanya kita sekarang mulai menurunkan rasio utang itu, jumlah defisitnya setiap tahun. Makanya kami melakukan perbaikan perpajakan. Reformasi pajak. Yang kaya banget ya harusnya bayarnya banyak banget, yang agak kaya, ya bayarnya agak banyak, yang sedang-sedang, bayarnya ya sedang-sedang, yang miskin, ya jangan bayar, malah dikasih duit. Adil kan?," jelasnya.

Untuk mengejar wajib pajak besar (WP besar), salah satu strategi pemerintah adalah merekrut ahli forensic accounting untuk membantu pemerintah melakukan pelacakan uang WP besar yang disembunyikan. Selain itu, Indonesia juga melakukan perjanjian internasional dengan sekitar 100 negara melalui Automatic Exchange of Information (AEoI) untuk melacak uang orang Indonesia yang disembunyikan di luar negeri dan sebaliknya.

"Katanya 5% orang Indonesia itu kayanya minta ampun. Ya itu yang kita sedang kejar. Tapi duitnya tidak cuma di sini. Makanya kita sekarang mencari orang-orang hebat untuk nyari duitnya ada di mana. Itu dibutuhkan banyak sekali orang yang amanah. Orang yang pintar forensic accounting. Dan kita secara internasional bikin perjanjian sama (sekitar) 100 negara di dunia, kalau ada orang Indonesia simpan uang di negara kamu, kamu harus lapor ke saya. Kalau ada orang lain simpan uang di sini, saya juga harus lapor ke sana. Dan (pertukaran informasi) itu dilakukan secara otomatis (melalui AEoI). Itu penting sekali," pungkasnya.
(ven/ar)

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.