-->

Latest Post

Oleh : Irwan Setiawan
(Penulis buku : Bau Mesiu, H. Abdul Manan dan Perang Kamang 1908)

 MP~ AGAM. Lama sudah, 116 tahun silam, hanya di negeri kita, rakyat merelakan nyawanya demi menghentikan pungutan pajak oleh Belanda. Belum terdengar kisah yang sama di luar Ranah Minangkabau. Tinggal beberapa hari lagi, peristiwa Juni 1908 akan diperingati lagi di jantung perlawanan anti pajak, jantung perjuangan Minangkabau : Kamang.


Pajak berdarah, demikian rakyat menamakainya. Adalah sebuah episode perjuangan yang tak akan tertiru sampai kini. Bahkan tak sebanding dengan revolusi fisik sekalipun. Kita zaman ini hanya memperingati demi menanam rasa hormat bagi para pejuang yang mencari jalan syahidnya (semoga Allah mengabulkannya). 

Latar Belakang

Tahun 1906 Pemerintah Kolonial Belanda melakukan sosialisasi penerapan pajak langsung atau belasting. Aturan belasting ditetapan secara resmi di negeri jajahan  terhitung 1 Maret 1908. Pajak itu terkait dengan pajak perorangan, pajak memasukkan barang/cukai, pajak rodi, pajak tanah, pajak penyembelihan, pajak rumah gadang, dan lain-lain. Hal ini membuat masyarakat resah dan menolak. Apalagi Minangkabau pernah membuat perjanjian dengan kolonial, bahwa negeri ini tidak akan dikenakan pajak lagi seusai Perang Paderi.

Penentangan Pajak / Belasting

Penolakan muncul di berbagai wilayah Sumateran’s Westkust (Sumatera Barat). Namun wilayah Agam Tuo (Oud Agam) memperlihatkan penolakan yang nyata dan keras. Apalagi wilayah Kelarasan Kamang. H. Abdul Manan tokoh kharismatik dari kelompok ulama memengang peran penting. Beliau masuk dan menyatukan semua lapisan masyarakat baik ninik mamak, alim, ulama, bundo kanduang dan pemuda dengan suara untuk menolak penerapan belasting.  Buya menyusun strategi dan membuat jaringan perlawanan ke berbagai wilayah di Sumatera Barat. H. Abdul Manan, Dt. Parpatiah Nan Sabatang, Dt. Rajo Pangulu, Siti Maryam, H. Jabang bergerak menyebar berita persiapan perlawanan anti blasting ke berbagai wilayah. Di Kelarasan Kamang ada juga Garang Dt. Palindih yang menjabat sebagai laras, dengan lantang menyatakan penolakan terhadap belasting.

Melihat kondisi yang makin panas, Controleur Oud Agam L.C Westenenk tidak tinggal diam. Ia mengutus kaki tangannya untuk mencari informasi ke daerah-daerah penentang pajak. Bahkan ia sendiri datang dan hadir ke laras dan nagari di Agam Tuo untuk meredakan situasi.

 Perang Kamang 1900

Situasi semakin sulit dan diluar kendali pemerintahan kolonial. Kelompok penentang pajak memperlihatkan keseriusan. Mereka melakukkan latihan silat, memesan senjata dan ronda malam. Bahkan menghadang bila ada orang yang akan membayar pajak pada Belanda.15 Juni 1908 LC. Westenenk mempersiapkan 160 orang pasukannya di Bukittinggi (Fort de Kock). Mereka masuk ke wilayah Kelarasan Kamang dari tiga arah. 30 orang masuk melalui jalur Gadut, 50 orang masuk dari arah Tanjung Alam, dan pasukan yang lebih besar jumlahnya 80 orang masuk melalui Guguak Bulek. Pasukan dengan kekuatan 80 orang ini dipimpin langsung oleh LC. Westenenk untuk menangkap H. Abdul Manan. Pasukan itu bergerak menuju Kamang sekitar jam 21.30 wib.


Sesampainya di Kamang, pasukan Belanda mencari tokoh-tokoh penentang pajak. Terutama H. Abdul Manan, pencarian diawali di rumah istri beliau di Kampung Tapi terus ke Kampung Budi, dan berlanjut ke Kampung Tangah (Sekarang masuk administratif Nagari Kamang Tangah Anam Suku). Perang besar tak dapat dihindari, pasukan rakyat yang juga telah mempersiapkan diri bergerak maju mendekati pasukan kolonial. H. Abdul Manan menyuruh pasukan masyarakat untuk menabuh bedug sebagai tanda bersiap untuk perang dan kabar ke kampung lain bahwa situasi perang di depan mata.


Sekitar jam 02.30 wib dini hari 16 Juni 1908 perang berkecamuk. 15 kali letusan tembakan dari arah pasukan rakyat. Pasukan berbaju putih berulang kali menyerang pasukan Belanda. Diperkirakan ada sekitar 400 orang pasukan rakyat yang turun ke medan perang. Gemuruh kalimat tauhid … Laaa ilaha illallah… Dan kalimat takbir … Allahuakbar… menggema di Kamang. Pertempuran mereda jam 04.00 wib dengan kemenangan bagi pasukan rakyat. Meski ada sejumlah korban rakyat yang telah dilarikan dan bawa ke tempat aman. Banyak pasukan kolonial yang meregang nyawa di tanah Kamang. LC Westenenk bahkan harus melarikan diri kearah Pauh, sambil menyuruh pasukannya meminta bantuan ke Bukittinggi. Setelah datangnya pasukan bantuan Belanda, perang kembali berkecamuk. Saat perang kedua inilah pasukan rakyat Kamang banyak yang menjadi korban. Mereka harus menghadapi pasukan bantuan Belanda yang baru datang, masih segar dengan senjata canggih. Di subuh itulah H. Abdul Manan dan puluhan pejuang rakyat gugur dalam perang itu. Pejuang Perang Kamang 1908 bukan hanya dari Kelarasan Kamang saja, ada dari Kurai, Tilatang, Suayan, Indrapura, Solok, Malalo dan lain-lain.


Sangatlah banyak ummat disitu, Melihat mayit satu persatu, Dicampur pula dengan soldadu, Jam pukul tujuh waktu itu. Demikian isi penggalan syair Nazam Perang Kamang gubahan H. Ahmad Marzuki (anak H. Abdul Manan). Jumlah korban dari masyarakat tercatat 92 orang. Mereka dimakamkan di dua tempat yaitu di Kampung Budi, Pakan Sinayan (Situs Cagar Budaya Makam H. Abdul Manan) dan di Kamang Hilir (Situs Cagar Budaya Makam Pahlawan Parang Kamang). Sementara korban dari pasukan Belanda tak diperoleh catatan lengkap. Namun didapatkan informasi ada 8 pedati dari Bukittinggi menjemput korban Pasukan Belanda sebagai korban Perang Kamang. Pasca Perang Kamang perlawanan anti pajak/belasting makin menjalar. Bahkan bagai efek domino, gerakan dan perlawanan dengan senjata menyebar ke berbagai daerah di Sumatera Barat (Manggopoh, Tilatang, Koto Baru,Padang Panjang, Malalo, Sumpur, Singkarak, Bungo Tanjung, Ulakan, Pariaman, Lubuk Alung, Pandai Sikek, Alahan Panjang, Fort de Kock (Bukittinggi). 


“Pejuang Perang Kamang 1908 mengajarkan bagaimana harga diri dan kehormatan sebagai bangsa perlu dipegang teguh bahkan sampai mengorbankan jiwa dan raga yang diikat dengan nilai agama”

editor: @ fjr

Yosefriawan pelaksana harian (Plh) Sekda Kota Padang.


PADANG - Mengisi kekosongan kursi Sekretaris Daerah (Sekda) yang ditinggalnya sementara waktu, Pj Wali Kota Padang Andree Algamar menunjuk Kepala Bapenda Yosefriawan sebagai pelaksana harian (Plh) Sekda Kota Padang. Surat penunjukan itu ditandatangani tanggal 17 Mei 2025. 


"Benar, Yosefriawan ditunjuk sebagai pelaksana harian (Plh) Sekda," ujar Pj Wali Kota Padang Andree Algamar, Minggu (19/5/2024). 


Nantinya, Yosefriawan akan melaksanakan tugas rutin harian Sekretaris Daerah. Setiap hal bersifat prinsip dikonsultasikan kepada Pj Wali Kota.  Termasuk melaporkan pelaksanaan tugas kepada Pj Wali Kota. 


"Surat penunjukan pelaksana harian inj terhitung mulai tanggal 19 Mei 2024 sampai dengan dilantiknya penjabat (Pj) Sekretaris Daerah Kota Padang," kata Pj Wako Andree. 


Diketahui, surat penunjukan Plh Sekdako Padang bernomor 827.286/BKPSDM-PDG/2024. Penunjukan Plh Sekda dilakukan setelah Andree Algamar ditetapkan Mendagri sebagai Pj Wali Kota Padang pada tanggal 10 Mei lalu. 


Yosefriawan termasuk pamong senior di Pemko Padang. Lulusan APDN itu kini menjabat Kepala Bapenda. Lelaki yang akan menginjak usia 59 tahun itu telah meniti karier sejak 38 tahun lalu dan kini dengan pangkat / golongan IV.c.(Charlie)

SOLOK - 19 MEI 2024 - Semarakkan Pilkada 2024, baliho Hendra Saputra, SH, M.Si calon Bupati Kabupaten Solok, provinsi Sumatera Barat (Sumbar), bakal terpajang di setiap sudut Kabupaten Solok. 

Diketahui, Hendra Saputra yang biasa disapa warga Solok dengan sebutan Buya Hend. Pada Pilkada 2019 lalu memiliki masa independen lebih kurang 58 ribuan (+-58rb), untuk Pilkada 2024 banyak yang memprediksi masa independennya bertambah, ujar Amsuardi (53) warga Solok, saat bincang-bincang dengan awak media disalah satu kedai kopi seputar tugu Ayam Solok.


“ Semoga Buya Hend bisa memimpin Kabupaten Solok periode 2024-2029 ujarnya sembari mengatakan. Buya Hend adalah sosok tokoh yang pantas untuk diusung oleh warga Solok maupun partai.


Disisilain, team pemenangan Buya Hend yang inisialnya tak ingin disebut mengatakan, pemasangan spanduk Buya Hend akan bertambah di tiap sudut kabupaten Solok. Kami menilai Buya Hend bisa membawa perubahan dan kemajuan untuk daerah penghasil Markisa, pengalaman Buya Hend sebagai ASN adalah modal untuk membangun Kabupaten Solok kedepan.


Jaringan kuat Buya Hend ke pusat juga akan menjadi modal besar yang tak bisa ditawar membawa Kabupaten Solok maju selangkah  kearah perubahan yang lebih baik dari kabupaten lain di Sumbar, ujarnya. An

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.