JAKARTA - Media
sosial di Tanah Air diramaikan oleh peristiwa order fiktif pada layanan online.
Salah satunya menimpa pada jasa pengiriman online Go-Send (Go-Jek).
Pakar keamanan siber Pratama Persadha Menanggapi kasus ini mengemukakan,
titik masalah ada pada verifikasi yang kurang ketat. Menurutnya, siapapun
dengan email dan nomor telepon bisa melakukan pembuatan akun baru bahkan
mengatasnamakan orang lain.
”Kasus order fiktif ini puncak dari sistem yang kurang ketat.
Pertama terkait pendaftaran yang seharusnya benar-benar sesuai dengan
indentitas KTP, termasuk integrasinya. Kedua terkait respons akan laporan order
fiktif yang sangat lambat. Seharusnya dengan banyaknya laporan, pihak Go-Jek
bisa melakukan langkah blokir maupun antisipasi selanjutnya,” ujarnya, dalam
keterangan tertulis di kutip dari Sindonews,'(10/7).
Chairman lembaga riset keamanan siber CISSReC (Communication
and Information System Security Research Center) ini menuturkan selain
identitas KTP juga diikuti integrasi dengan sistem e-KTP. Di mana satu
identitas nomor KTP hanya bisa membuat satu akun.
Pratama menyatakan, ini penting untuk semua layanan
transposrtasi online, selain mencegah order fiktif juga sebagai langkah
preventif para begal kendaraan bermotor melakukan order untuk menyasar driver
ojek online sebagai korban.
“Go-Jek dan semua layanan transportasi online harus
memperketat verifikasi pendaftaran. Namun di sini pemerintah juga
penting, karena pendaftaran itu dengan nomor selular. Artinya untuk menekan
tindak kejahatan, pemerintah juga harus tegas memperketat pendistribusian nomor
telepon. Jangan sampai satu orang dengan mudah punyak 10 sampai 20 nomor
telepon,” terang mantan pejabat Lembaga Sandi Negara ini.
Pratama berharap Go-Jek sebagai layanan transportasi online
milik anak bangsa bisa proaktif menyelesaikan masalah serupa. “Saya sendiri
berharap Go-Jek dan layanan lain serupa tetap memperhatikan respons cepat
terhadap laporan order fiktif maupun semacamnya. Dengan infrastruktur dan SDM
yang mumpuni seharusnya driver bisa merasa aman dan masyarakat juga terlindungi
dari tindakan order fiktif yang bisa menimpa siapa saja,” paparnya.
Dia menambahkan solusi lain yang memungkinkan adalah
penggunaan sertifikat digital. Saat ini memang penggunaan sertifikat digital
dalam kepentingan e-commerce belum mempunyai tata perundangan dan tata kelola
yang matang. Namun, sudah terlihat upaya dari pemerintah untuk menerapkan
sertifikat digital dalam transaksi elektronik.
"Dengan adanya sertifikat digital ini diharapkan proses
autentikasi dan otirisasi semakin ketat dan kuat, yang berujung semakin aman
dan terpercayanya transaksi elektronik, termasuk untuk penggunaan aplikasi
transportasi online dan sejenisnya," tandas Pratama.
|