-->

Latest Post

MPA, Sumbar ~ Perusakan hutan bakau (Mangrove) dan terumbu karang di kawasan obyek wisata Mandeh Kabupaten Pesisir Selatan yang terjadi itu, masih tanggung Jawab Kabupaten Pesisir Selatan, bukan Provinsi, tegas Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar ‘Ir. Yosmeri’ kepada MPA diruang kerjanya.

Yosmeri mengatakan, memang sudah ada Undang- Undang yang baru diterbitkan dari Menteri Kelautan dan Perikanan, tapi untuk Provinsi tentu ada Peraturan Daerah (Perda) nya, dan sampai saat Perda tersebut belum lagi selesai, masih dalam proses. Kalau Perda kita sudah selesai dan disyahkan, barulah ada kewenangan DPK Provinsi,  barulah Kabupaten dan Kota lepas dari tanggung jawabnya. Jadi masalah perusakan hutan bakau (Mangrove) dan Terumbu karang yang dilindungi terjadi waktu itu, masih tanggug jawab Kabupaten Pesissir Selata. Dan kasus tersebut sekarang masih berjalan di Jakarta, kata Yosmeri

Menurut nara sumber yang layak dipercaya dilingkungan pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan menyebutkan,bahwa perusakan hutan bakau dan terumbu karang memang ada keterlibatan oknum pejabat  Kabupaten dan Provinsi, yang mana lahan yang mereka tebas dengan alat berat itu, untuk dijadikan lahan usaha dan pengambilan terumbu karang mereka gunakan untuk timbunan jalan dan halaman tempat usaha mereka. Dan semua ini adalah pekerjaan illegal dan melanggar hokum,  apapun alasannya.  Kata nara sumber

Sumber lain menambahkan, pihak Badan Pertanahan Nasional  (BPN) Kabupaten Pesisir Selatan juga ada terlibat, karena dengan mudahnya mereka ada menerbitkan sertifikat kepada seorang pengusaha kontraktor  diluar domisili obyek wisata Mandeh.  Sedangkan masyarakat setempat sulit atau dipersulit untuk mengurus sertifikat atas tanahnya dengan alasan- alasan yang tidak jelas dan mengada ada.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pesisir Selatan di Painan ketika dihubungi beberapa kali dikantornya tidak pernah ada, dan beberapa stafnya mengatakan kalau Kepala Dinas memang jarang masuk, begitu juga pegawai lainnya, ini akibat adanya peraturan baru dari menteri kelautan dan perikanan yang sampai sekarang belum jelas pelaksanaannya,kata mereka sambil memperlihatkan beberapa ruangan yang kosong.

Mereka menambahkan bahwa, pegawai dinas kelautan dan perikanan Pessel seringnya tidak masuk ngantor, sebab pelaksanaan undang- undang baru belum jelas, kata mereka mengulangi. Dan masalah pengerusakan lahan bakau (Mangrove) dan pengambilan terumbu karang dikawasan obyek wisata Mandeh, bukan lagi tanggung jawab kami di Kabupaten Pessel ini, tapi adalah tanggung jawab Provinsi dan tanyakan saja ke DKP Provinsi Sumbar, kata mereka. 

Begitu juga dilingkungan Dinas Kehutanan menyangkut  hutan bakau, dan pihak BPN menyangkut atas terbitnya sertifikat diatas tanah hutan bakau yang dikuasai salah seorang pengusaha di Padang, kedua lembaga pemerintah ini, terkesan menutup nutupi, karena pada mengelak dan sulit untuk ditemui. 

Masyarakat berharap agar ksus ini ditindak lanjuti secara hukum, walaupun pelakunya diduga kuat oknum pejabat Kabupaten dan Provi nsi, jangan masyarakat saja yang dilahap hukum, namun masyarakat kembali bertanya, apakah kasus ini akan dibawa tidur nyenyak kembali, atau benar benar ditindak lanjuti sesuai hukum yang berlaku, rusaknya obyek wisata Mandeh ini bukan kasus baru, tapi sudah berjalan bertahun tahun lamanya, dan baru kali ini terungkap kepermukaan

Dugaan masyarakat, mengakui bahwa pejabat Pesisir selatan ini terkenal kebal hukum dan sudah menjadi rahasia umum. Buktinya  banyak kasus korupsi yang sudah dilaporkan ke KPK semuanya mentok dan tidur nyenyak, kita tunggu sajalah apakah proses hukumnya berjalan atau tidak, dan apakah ada pendustaan proses hukum kepada masyarakat, mari kita nantikan, kata mereka.(Zainal Abidin.HS)


“Perusakan Hutan  Dan Terumbu karang yang dilindungi oleh peraturan perundang undangan diwilayah Hukum Indonesia harus ditindak lanjuti, seperti yang terjadi di Kawasan Wisata Bahari Terpadu (KWBT)  terlihat hutan bakau  (Mangrove) dan terumbu karang ditebang dan dirusak, dan diduga kuat dilakukan oleh anak atau pejabat Daerah dan Provinsi Sumatera Barat”

MPA - Kasus pengerusakan dengan cara membabat hutan pohon bakau (Mangrove) dan mengambil terumbu karang dilaut untuk kepentingan pribadi, harus ditindak lanjuti sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku, karena kasus ini bukan kasus biasa yang mudah diselesaikan secara musyawarah duduk bersama dengan alasan alasan lips politik saja, agar pelakunya terlepas dari jeratan hukum, kata Ketua Masyarakat Pancasila Indonesia (MPI) Sumatera Barat ‘Rosman Mucktar”.

Masyarakat jangan dikambing hitamkan, karena masyarakat tidak akan berani merusak kawasan hutan bakau maupun terumbu karang laut, kalaupun ada yang menuding masyarakat yang ikut merusaknya, itu tidak mungkin. Kita ketahui kalau mereka hanya bekerja dan menerima upah atas suruhan para oknum perusak hutan tersebut, masyarakat juga mengerti hukum, jangankan menebang sebatang pohon yang dilindungi, rantingnya saja kalau diambil masyarat langsung dipidana dan harus menjalani hukuman dan ini sudah banyak yang terjadi, kata Rosman lagi.

Kepedulian masyarakat  atas kerusakan hutan bakau dan terumbu karang di Kawasan Wisata Bahari Terpadu  (KWBT) Mandeh, sempat dilaporkan masyarakat secara resmi melalui surat pada tanggal 13 Pebruari 2017,  dan ditanda tangani sebanyak 54 orang tokoh masyarakat yang peduli lingkungan ke pihak yang berwenang dalam hal ini di Pemerintah Daerah maupun Provinsi, yang mana laporan mereka mebeberkan tentang kerusakan hutan bakau (Mangrove) akibat ditebang  dengan mempergunakan alat berat  dan pengerukan terumbu karang laut yang diduga kuat dilakukan oleh oknum pejabat baik Daerah maupun Provinsi, yang mana lahan hutan bakau yang telah mereka tebas didirikan tempat usaha berupa vila- vila, sedangkan terumbu karang dipergunakan mereka untuk menimbun  dermaga pelabuhan mini dan halaman vila milik mereka masing- masing 

Menurut  masyarakat  kerusakan hutan bakau dan terumbu karang yang paling parah di Kanagarian  Sungai Nyalo Mudiak Aie Mandeh,  yang mana luas lahan hutan bakau yang mereka babat sejak tahun 2016 sampai awal tahun 2017 mencapai lebih kurang 2.000 meter persegi, belum termauk luas pembabatan pada tahun- tahun sebelumnya ditempat- tempat terpisah lainnya.

Mencuatnya kasus pembabatan hutan bakau (Mangrove) dan pengambilan terumbu karang laut ini membuat pejabat Daerah dan Provinsi kasak kusuk, karena selaku pejabat,  mereka pasti  tau kalau melakukan pembabatan hutan dan merusak terumbu karang, pelakunya dapat  tindak  secara hukum pidana kejahatan, karena hutan yang dilindungi maupun terumbu karang sangsi pidananya tercantum didalam peraturan perundang undangan dan hukum yang berlaku di NKRI, anehnya malah mereka sendiri yang melakukan pelanggaran, berdasarkan jabatan atau menyalah gunakan jabatannya. 

Peran masyarakat  yang peduli lingkungan tersebut perlu kita dukung bersama karena  dengan menyurati pihak pejabat pemerintah yang berwenang tentang adanya kerusakan hutan sudah tepat seperti yang diatur dalam UU Nomor 41 Tahun 1999  pasal 69 tentang kehutanan menyebutkan, “ bahwa masyarakat berkewajiban untuk ikut serta memelihara dan menjaga kawasan hutan dari gangguan dan perusakan”       

Sebaliknya, Para anak ataupun oknum pejabat itu sendiri yang terlibat dalam pengerusakan hutan baik langsung maupun tidak langsung,  bisa saja dikenakan sangsi hukum, seperti yang diatur dalam  UU Nomor 41 Tahun 1999 pasal 50 ayat (1) Tentang kehutanan dan Bab.XIV pasal 78 tentang ketentuan pidana menyebutkan, “ Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 50 ayat (1) atau pasal 50 ayat (2) diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.5 Miliar” . Mungkin saja ada pasal- pasal atau sangsi hukum lainnya yang menjerat mereka, yang jelas mereka bisa dijerat hukum, kata Rosman

Rosman menegaskan, tidak ada kata musyawarah, duduk bersama , jangan dihebohkan dan menahan diri. “Ndak ado karuah ndak ka janiah” asal semua pihak mempunyai niat yang sama demi wisata Mandeh, ribut ribut soal kasus mandeh hanya akan merugikan Pesisir Selatan dan Sumatera Barat serta membuat investor kabur”. 

Bahasa ini menurut saya hanya lips politik murahan yang sengaja dihembuskan, dan tujuannya taklain hanya untuk mengalihkan proses hukum kearah damai- damai sajalah, jangan sampa keranah hukum, karena diduga kuat adanya beberapa pejabat yang terlibat ikut bermain merusak hutan, jadi mereka tidak merasa nyaman lagi, pernyataan pejabat Provinsi ini jelas, sengaja akan menghindar dari jeratan hukum, dan kasus ini akan saya kawal terus sampai ketingkat pusat, jelas Rosman. Kita tunggu saja sampai dimana dan siapa- siapa saja yang terlibat untuk melindungi kasus ini dari jeratan hukum. Tegas Rosman. (Zainal Abidin. HS)

PADANG - Pemerintah Kota Padang semakin serius dalam menjaga kebersihan kotanya. Berbagai langkah dan terobosan baru dilakukan agar kota benar-benar kinclong.

Walikota Padang H. Mahyeldi Ansharullah Dt Marajo menyebut bahwa pihaknya telah menyiapkan kendaraan penyapu jalan. Hal ini bertujuan agar jalan utama di Kota Padang bersih dari sampah.

"Sebentar lagi kita memiliki mobil 'sweeper' atau penyapu jalan," ujar Mahyeldi, kemarin.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Al Amin membenarkan bahwa Dinas Lingkungan Hidup telah memesan satu unit mobil 'sweeper'. Saat ini mobil tersebut masih berada di Jakarta.

"Kita melakukan pengadaan satu unit mobil itu, dan kini masih di Jakarta," terangnya.

Rencananya, mobil tersebut akan berfungsi membersihkan jalan utama di Padang. Dengan rute dari Hotel Grand Zuri hingga ke batas kota.

"Mobil itu membantu menjaga kebersihan di jalan utama," tukasnya.

Keberadaan mobil ini sangat berdaya guna. Selain proses kerjanya cepat, juga menghemat tenaga manusia.

"Dengan adanya mobil ini, para penyapu jalan yang sebelumnya bertugas di jalan utama kita pindahkan ke jalan yang belum terjangkau penyapu selama ini. Seperti di Siteba dan jalan gang yang ada di pusat kota," terang Al Amin.

Mobil sweeper ini nantinya tidak beroperasi seharian penuh. Al Amin mengungkapkan bahwa mobil tersebut bekerja pada malam hingga subuh. Mulai pukul 02.00 Wib hingga sebelum pukul 06.00 Wib.

"Jika sudah pukul 06.00 Wib, mobil ini tidak akan kelihatan lagi," cecar Al Amin.

Mobil berbadan besar itu dibeli dengan harga Rp 2,8 milyar. Al Amin mengaku, saat ini pihaknya sudah menyiapkan delapan orang operator yang akan mengoperasikan mobil tersebut. Delapan orang itu tengah dilatih saat ini.

"Kita launching mobil tersebut nanti pada saat Peringatan Hari Lingkungan Hidup," pungkasnya.(Charlie)

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.