-->

Latest Post



MPA,JAKARTA - Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA mengatakan sangat setuju dan mendukung pernyataan Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah terkait dihapuskannya penggunaan pasal UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) dalam perkara-perkara yang berhubungan dengan delik pencemaran nama baik dan dugaan ujaran bernada sumbang atau negatif. Hal itu, menurutnya, karena UU ITE merupakan aturan yang sangat subyektif dan rentan ditumpangi kepentingan politik, oknum birokrat dan pengusaha nakal.

"Kita sangat mendukung pernyataan Pak Fahri Hamzah terkait penghentian penggunaan pasal karet UU ITE itu untuk menjerat warga yang kritis dengan tuduhan pencemaran nama baik dan ujaran bernada negatif" kata Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu.

Selain karena pasal 27 UU No. 19 tahun 2016 tentang ITE bertentangan dengan UUD, lanjut Wilson, pasal tersebut juga sangat subyektif, selalu difungsikan untuk memenuhi hawa nafsu oknum sasaran kritik yang sakit hati dan dendam terhadap pernyataan warga, termasuk wartawan. "Pasal 27 UU ITE itu, bagi manusia berakal sehat dan punya nalar yang baik, jelas-jelas bertentangan dengan UUD pasal 28 F. Pasal ITE itu selama ini selalu dijadikan senjata bagi oknum sasaran kritik dan pemberitaan untuk membalas kritikan menggunakan tangan polisi, jaksa, dan hakim. Oknum tersebut sakit hati atas pernyataan yang ditujukan kepadanya, dan ingin balas dendam. Namun, karena ketiadaan argumentasi sebab daya pikirnya yang rendah, maka oknum itu ambil jalan pintas dengan lapor polisi," urai lulusan pascasarjana bidang Applied Ethics dari Utrecht University, Belanda ini, sambil mencontohkan kasus korban pelecehan seksual Baiq Nuril yang harus jadi terpidana atas laporan oknum pelaku pelecehan baru-baru ini.

Sebagaimana disampaikan Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah kepada media bahwa UU ITE tidak dimaksudkan untuk melarang orang bicara, dan  UU itu tidak berdiri sendiri sebagai UU pidana umum. UU ITE hanya untuk melengkapi KUHP,  karena unsur-unsurnya menyangkut siapa yang punya legal standing, itu ada di KUHP.

"UU ITE itu hanya bisa berdiri sendiri sebagai UU Administrasi Ekonomi," ujar Fahri Hamzah menjawab wartawan usai menyampaikan orasi kebangsaannya pada deklarasi Gerakan Arah Baru Indonesia (Garbi) chapter Gorontalo, di Gorontalo kemarin, Minggu (10/2l).

Fahri  menegaskan UU ITE itu tidak untuk larang orang menyampaikan perasaan, aspirasi, atau pemikirannya. "Ini UU untuk administrasi ekonomi sebagai pelengkap UU Resi Gudang dan UU Penanaman Modal Asing yang kita buat dari tahun 2006-2008," tambah Fahri.

Sebelumnya, dalam paparannya di forum Indonesia Lawyer Club (ILC), Selasa (5/2/2019) lalu di sebuah stasiun televisi swasta nasional, Fahri
menyoroti adanya fenomena kebebasan berpikir dan berbicara yang dibatasi melalui pasal-pasal pemidanaan dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). "UU ITE dipakai pemerintah dan digandrungi aparat yang membuat aspirasi masyarakat dihentikan dengan dalih pencemaran nama baik," jelas Fahri.

Menurut dia, kondisi ini tidak bisa dibiarkan, yaitu orang menyampaikan kritik atas sebuah persoalan, lalu dipidana dengan pasal-pasal karet di UU ITE. "Aparat jangan gandrung menggunakan pasal tersebut apalagi digunakan untuk saling melaporkan demi kepentingan penguasa," ujar politisi PKS itu.

Fahri mencontohkan pernyataan musisi Ahmad Dhani yang menulis pendapatnya di media sosial bahwa pendukung penista agama layak diludahi mukanya, lalu ditangkap dan dijatuhi hukuman atas pernyataannya itu.

Menurut dia, pernyataan Dhani tersebut sama artinya pendukung kriminalitas layak diludahi mukanya seperti pendukung begal, pendukung teroris, dan pendukung pemerkosa.

"Seolah-olah hukum diinterpretasi sepihak untuk kepentingan penguasa, tidak boleh seperti itu," kata Fahri menambahkan.

Dia mengingatkan bahwa Indonesia mengalami zaman kebangkitan untuk menentang penjajahan kolonial karena kegelisahan pemikiran, lalu muncul gerakan perlawanan.

Oleh karena itu, kata Fahri, salah satu hal yang perlu dilakukan adalah mendorong agar Presiden Jokowi mengeluarkan Perpu yang menyatakan bahwa pasal di UU ITE yang terkait dengan pemidanaan seseorang akibat pernyataannya tidak boleh digunakan. "Saya mengusulkan agar Presiden Jokowi mengeluarkan Perpu bahwa UU ITE tidak boleh digunakan untuk kasus pencemaran nama baik," demikian Fahri Hamzah menjelaskan pandangannya di forum ILC lalu. (APL/Red)




MPA,JAKARTA - Dewan Pengurus Nasional Persatuan Pewarta Warga Indonesia (DPN PPWI) bakal menggelar kegiatan bersama dengan Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih dalam waktu dekat. Bentuk kegiatan bersama itu difokuskan dalam bidang jurnalistik, pengembangan media massa, dan publikasi.

Hal itu disampaikan oleh Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, kepada pewarta media ini melalui saluran WhatsApp-nya, usai temu silahturahmi dengan Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) XVII/Cenderawasih, Sabtu, 9 Februari 2019. Hadir dalam pertemuan informal sambil "ngopi-bareng" bertempat di Taman Anggrek, Jakarta Barat, itu, Kapendam Cenderawasih Kolonel Inf. Muhammad Aidi, Fachruddin dari Republika dan Daeng Amran dari Portalindo.

"Sebenarnya sudah lama kami diskusikan tentang kemungkinan kerjasama PPWI dengan Kodam XVII/Cenderawasih ini melalui komunikasi telepon, namun baru tadi sore kita bicarakan serius dalam pertemuan tatap muka langsung antar kita," ujar Wilson Lalengke yang sudah melatih ribuan anggota TNI, Polri, PNS, guru, dosen, mahasiswa, wartawan dan masyarakat umum di bidang jurnalistik warga itu.

Bentuk kerjasamanya, lanjut Wilson, antara lain penataran (pelatihan - red) jurnalistik warga bagi anggota TNI pemangku fungsi penerangan dan kehumasan di lingkungan Kodam Cenderawasih, di wilayah Provinsi Papua dan Papua Barat. "Sebagaimana kerjasama yang pernah kita lakukan dengan Kodam Jaya/Jayakarta beberapa waktu lalu, kerjasama PPWI dengan Kodam XVII/Cenderawasih nanti antara lain dalam bentuk penataran atau pelatihan jurnalistik warga bagi anggota TNI di lingkungan Kodam Cenderawasih," imbuh lulusan PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 ini.

Selain itu, PPWI juga akan membantu Kodam XVII Cenderawasih dalam hal publikasi dan penyebar-luasan informasi dari wilayah Papua dan Papua Barat, baik yang langsung terkait dengan kegiatan Kodam maupun situasi dan kondisi lingkungan masyarakat di wilayah teritorial Kodam Cenderawasih. "PPWI juga akan beri dukungan dan bantuan penuh dalam hal pengembangan media dan publikasi," ungkap Wilson yang sangat konsern dengan peningkatan melek media bagi seluruh elemen masyarakat ini.

Ketika ditanyakan tentang kapan kegiatan kerjasama PPWI dengan Kodam XVII Cenderawasih akan dimulai, pria lulusan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau, Pekanbaru, itu mengatakan bahwa pihaknya menunggu penjadwalan kegiatan dari Kodam Cenderawasih. "Sesuai hasil pembicaraan dengan Pak Kapendam Cenderawasih tadi, Kodam akan segera menjadwalkan pelaksanaan penataran di Jayapura dengan mengundang para anggota TNI dan PNS dari Korem maupun Kodim seluruh Papua dan Papua Barat. Nanti trainer PPWI akan ke Jayapura memberikan pelatihan tersebut," kata Wilson mengutip penyampaian Kapendam Cenderawasih, Kolonel Inf. Muhammad Aidi dalam pertemuan tersebut.

Walaupun demikian, menurut dia, kerjasama PPWI dengan Kodam XVII Cenderawasih sebenarnya sudah berjalan selama ini, terutama dalam hal publikasi berita dari unit penerangan Kodam di media-media yang tergabung dalam PPWI Media Group. (APL/Red)




Di tengah era digital dimana media sosial berkembang dengan masifnya, masyarakat pun disajikan dengan keberlimpahan informasi. Bahkan, saat ini setiap orang bisa menjadi wartawan dan bisa menjadi pemimpin redaksi, juga bisa menciptakan kegaduhan, membangun ketakutan, serta pesimisme.

“Di tengah suasana seperti ini, saudara-saudara insan media arus utama, justru sangat dibutuhkan menjadi rumah penjernih informasi, dibutuhkan untuk menyajikan informasi yang terverifikasi, dan dibutuhkan untuk menjalankan peran sebagai _communication of hope_, dibutuhkan untuk memberi harapan kepada bangsa,” ucap Presiden Joko Widodo ketika memberikan sambutan pada Puncak Peringatan Hari Pers Nasional Tahun 2019 di Grand City Convention and Exhibition Hall, Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur, pada Sabtu, 9 Februari 2019.

Lebih lanjut Presiden juga mengatakan bahwa peran utama media kini semakin penting antara lain dalam mengamplifikasi kebenaran dan menyingkap fakta, terutama di tengah keganasan pasca fakta dan pasca kebenaran.

“Kita wajib mengatasi dampak buruk gejala pasca kebenaran dan pasca fakta itu. Media arus utama diharapkan mampu menjaga dan mempertahankan misinya untuk mencari kebenaran, misinya untuk membangun optimisme,” kata Presiden.

Di awal sambutannya, Kepala Negara menyampaikan bahwa sejalan dengan ekspansi jaringan internet, perkembangan media sosial juga melompat sangat tinggi. Saat ini, pengguna internet di Indonesia sudah mencapai 143,26 juta jiwa atau 54,68% dari total populasi.

“Dari jumlah ini 87,13% mengakses layanan media sosial,” tutur Kepala Negara.

Bahkan seringkali yang viral di media sosial biasanya menjadi rujukan dan bahkan tidak jarang menjadi rujukan media-media konvensional. Namun demikian, menurut Edelman Trust Barometer 2018, media konvensional atau media arus utama ternyata tetap lebih dipercaya dibandingkan dengan media sosial.

“Saya sungguh bergembira dengan situasi ini, sangat bergembira. Dan selamat kepada saudara-saudara para insan media arus utama atas kepercayaan masyarakat terhadap bapak, ibu, saudara-saudara sekalian,” ucap Presiden.

Dalam kesempatan tersebut, Presiden yang hadir didampingi Ibu Negara Iriana Joko Widodo, menyebutkan bahwa apabila pemerintah memaparkan tentang capaian pembangunan, tujuannya adalah agar masyarakat mendapatkan informasi jelas, ikut memanfaatkan capaian pembangunan yang ada, membangun optimisme, serta mengajak apa yang harus diperjuangkan bersama.

“Kalau pemerintah aktif dalam membangun _well-informed-society_, ya janganlah terburu-buru itu dianggap sebagai pencitraan atau kampanye. Itu adalah bagian dari upaya membentuk masyarakat yang sadar informasi. Dan saya berharap media menjadi amplifier atas informasi tentang pembangunan, termasuk kekurangan yang harus kita benahi bersama-sama,” kata Kepala Negara. 

Oleh karenanya, Presiden mengajak pers untuk terus meneguhkan jati dirinya sebagai sumber informasi yang akurat bagi masyarakat, mengedukasi masyarakat, dan meneguhkan jati dirinya untuk tetap melakukan kontrol sosial, serta memberikan kritik konstruktif. Selain itu, Presiden juga menegaskan bahwa pemerintah menjamin prinsip kemerdekaan pers dan kebebasan berpendapat. 

“Kebebasan yang dipandu oleh tanggung jawab moral, kebebasan yang beretika, dan kebebasan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Pers dan Undang-Undang Penyiaran,” tutur Presiden.

Di akhir sambutannya, Presiden tak lupa menyampaikan ucapan selamat kepada para insan pers nasional di seluruh Tanah Air.  Presiden juga memberikan apresiasinya kepada para penerima Anugerah Jurnalistik Adinegoro. 

“Kepada rekan-rekan media yang hadir di sini, dan yang sedang bertugas di seluruh pelosok negeri. Saya sampaikan Selamat Hari Pers. Teruslah berkontribusi untuk kejayaan negeri kita tercinta,” ucap Presiden.                    


Surabaya, 9 Februari 2019
Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden

Bey Machmudin


Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.