-->

Latest Post


MPA-Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo malam ini menghadiri acara Peringatan Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW Tingkat Nasional. Acara ini diadakan di GOR Pandawa, Sukoharjo, Jawa Tengah, Rabu 3 April 2019.

Dalam acara ini turut hadir para alim ulama, Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Bupati Sukoharjo Wardoyo Wijaya. Saat memberikan sambutan, Presiden mengingatkan pentingnya menjaga kerukunan meski beda pilihan politik.

"Saya ingin mengingatkan jangan sampai karena peristiwa politik, kita lupa bahwa kita ini saudara sebangsa setanah air. Kita lupa menjaga Ukhuwah Islamiyah dan Wathoniyah karena urusan politik. Ini saya lihat di banyak daerah," kata Presiden.

"Antar tetangga enggak saling omong gara-gara pilihan bupati, enggak saling sapa gara-gara pilihan gubernur, di dalam satu majelis taklim enggak saling sapa karena pilihan presiden," lanjut dia.

Padahal Presiden menuturkan, Allah SWT telah memberikan anugerah kepada Indonesia keberagaman agama, suku, adat istiadat, dan bahasa daerah. Oleh karena itu jangan sampai perbedaan menjadikan rakyat Indonesia tak bersaudara.

"Apa yang ingin saya garis bawahi. Perbedaan-perbedaan itu jangan menjadikan kita ini tidak menjadi saudara lagi. Ini sudah jadi sunatullah berbeda-beda,” kata Presiden.

Presiden lalu memberikan contoh lain soal keberagaman. Misalnya lewat bahasa daerah yang ada di Indonesia.

"Kalau di Jawa Tengah, sugeng ndalu, kulo nuwun, jawabannya monggo. Jawa Barat, sampurasun. Sumatra Utara, horas. Sulawesi Selatan, apa kareba. Ya inilah negara kita. Kita tahu betul negara ini besar," ucap Presiden Jokowi.

Dijelaskan Presiden Jokowi, penduduk Indonesia saat ini ada 269 juta yang hidup di 17 ribu pulau tapi paling banyak ada di Pulau Jawa yaitu 149 juta. Untuk itu, Presiden mengatakan Indonesia bukanlah negara yang kecil.

"Saya ingin mengingatkan negara kita ini bukan negara kecil. 269 juta ini besar sekali. Semuanya perlu logistik, perlu makan, infrastruktur, jalan, semua perlu bendungan, air. Inilah manajemen negara, kalau hanya satu daratan itu lebih mudah. Tapi ini 17 ribu pulau, 2/3 Indonesia adalah air. Kalau bapak, ibu pernah pergi ke semua provinsi, ke 514 kabupaten dan kota, bisa saja para kiai dakwah pergi semua pulau, kabupaten dan kota. Kelihatan betapa perbedaan-perbedaan itu anugerah Allah sudah sebagai sunatullah," tuturnya.

Sukoharjo, 3 April 2019
Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden

Bey Machmudin

MPA,JAKARTA – Tidak bisa dipungkiri buku ini merupakan sebuah karya fenomenal yang sangat menghebohkan di awal tahun 2019 dan belum pernah Anda jumpai dimanapun. Itulah buku berjudul “Aku Bersaksi Allah Maha Nyata”, yang merupakan hasil karya perdana dari seseorang yang dikenal sebagai Sang Mualaf Zaman Now, Tonny Djayalaksana.

Buku ini benar-benar sangat luar biasa. Kemunculannya telah memantik perhatian ribuan orang dalam waktu singkat. Berita tentang buku Tonny tersebut telah menjadi Top View selama berminggu-minggu di Harian Online KabarIndonesia, salah satu media online berpusat di Belanda. Dan karena itu, Tonny diangkat menjadi Top Reporter oleh Redaksi Harian Online KabarIndonesia tersebut. Dalam jangka waktu yang sedemikian singkatnya Tonny telah berhasil mendapatkan puluhan ribu pendukung (followers) yang hatinya turut tergerak setelah membaca buku tersebut.

Buku perdana ini ditulis dalam jangka waktu yang singkat, hanya 11 hari saja. Namun isinya sangat berbobot dan mendalam sekali. Jadi, bukanlah sebuah buku bacaan ringan, tetapi perlu pemahaman yang didasari oleh wawasan yang cukup untuk mampu mencerna isi buku tersebut. Maka, saya haqul yakin tanpa adanya wahyu yang memberikan bimbingan kepada penulisnya, mustahil hal ini akan bisa berhasil.

Hampir serupa seperti Nabi Muhammad yang tercerahkan di Gua Hira dengan adanya bimbingan dari Malaikat Jibril selama sebulan lamanya di Gua Hira tersebut, demikian juga penulis tercerahkan dengan amat ajaib dan menuliskan ‘penglihatannya’ tersebut dalam buku. Jadi, dapat dikatakan bahwa buku ini merupakan hasil karya: A Crash Course in Spirituality. Sungguh dapat diyakini bahwa saat Tonny menuangkan pengalaman spiritualnya melalui tulisan dalam buku tersebut, ia telah menerima mukjizat berupa getaran-getaran illahi.

Proses “Iqro” dalam dimensi spiritual akan menimbulkan sebuah resonansi antara frekuensi Jiwa dengan frekuensi Sang Maha Jiwa. Getaran-Getaran Illahi menimbulkan sebuah dimensi pemahaman yang cerdas tanpa belajar, tanpa keterampilan, tanpa berlatih, sebagaimana yang Tuhan nyatakan: ”Aku akan mengajarkan kamu dengan pena-Ku sendiri, Aku akan mengajarkan kamu tentang apa yang belum kamu ketahui”.

Buku ini mendapatkan banyak sekali respon positif, bukan hanya dari kaum Mualaf, tetapi juga dari banyak tokoh pembimbing agama-agama lainnya yang telah turut menjadi tergugah setelah membaca buku Tonny tersebut.

Buku ini merupakan hasil karya yang tercipta atas bimbingan wahyu berupa getaran-getaran Illahi dalam diri penulisnya. Dengan bimbingan wahyu tersebut Tonny berhasil mengungkapkan tabir rahasia bagi dirinya, menjawab berbagai pertanyaan dasar manusia sejak ribuan tahun lampau, seperti: Kenapa saya dilahirkan? Apa tujuan hidup saya? Kemana tujuannya?

Pertanyaan klasik ini sudah dipertanyakan dalam kurun waktu ribuan tahun, bukan hanya oleh para agamais melainkan juga oleh para filsuf di dunia. Jawaban dari pertanyaan tersebut telah diungkapkan oleh Tonny dalam bukunya itu dengan cara yang sangat gamblang dan bisa diterima oleh segenap umat manusia, bukan hanya oleh kaum Muslim tetapi juga oleh kalangan non-Muslim. Jadi, isi buku itu bernuansakan pemahaman lintas agama.

Apabila Anda merasa tertarik dan ingin mendapatkan buku super heboh ini, silahkan klik www.djayalaksana.com agar Anda bisa mendapatkan buku tersebut berupa e-Book secara cuma-cuma alias gratis.

Jangan kaget bila saat membaca penjelasan dalam buku itu batin Anda tersentak, terguncang atau bahkan mengalami ekstasi untuk penasaran membaca halaman demi halaman berikutnya. Anda mungkin merasakan isi buku ini mewakili pertanyaan dan jawaban yang Anda cari selama ini. Mungkin uraiannya mewakili kegelisahan dan kegundahan yang anda rasakan sejak lama tanpa mampu mengungkapkannya. Buku ini, bisa jadi, adalah isi hati Anda sendiri.

Buku karya Tonny itu akan terasa seperti lensa kamera bagi orang-orang yang sedang berfoto, dimana setiap orang akan merasa lensa itu sedang menatap dirinya. Ya… Anda akan merasa buku ini adalah diri Anda sendiri.

Maka, Anda boleh membiarkan batin Anda kian gelisah menunggu, atau segera dapatkan e-book buku itu ke dalam smartphone Anda, lalu nikmati guncangan dan getarannya bagai tubuh yang dilimpahi adrenalin dalam permainan roller coaster. Selamat membaca! (Robert Nio, Jakarta.

(*)

MPA,JAKARTA – Dua organisasi penggugat Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terhadap Dewan Pers, Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI) dan Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), melalui kuasa hukumnya Dolfie Rompas, S.Sos, SH, MH secara resmi telah mendaftarkan permohonan banding atas putusan PN Jakarta Pusat atas gugatan penggugat beberapa waktu lalu. Selanjutnya, memori banding atas putusan pengadilan yang menolak gugatan para penggugat telah juga dimasukkan pada hari Senin, 1 April 2018 oleh kuasa hukum Dolfie Rompas yang diterima oleh Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Mustafa Djafar, SH, MH.

Hal tersebut disampaikan Dolfie Rompas kepada pekerja media usai memasukkan memori banding tersebut ke PN Jakarta Pusat. “Atas nama para penggugat, kami telah mendaftarkan permohonan banding atas putusan PN Jakarta Pusat yang menolak gugatan PMH klien kami beberapa waktu lalu. Hari ini kami masukan memori bandingnya,” ujar Dolfie Rompas.

Sebagai pertimbangan dalam mengajukan permohonan banding tersebut, lanjut pengacara yang murah senyum ini, antara lain bahwa hakim dinilai tidak cermat dalam membaca dan menganalisa substansi gugatan para penggunggat. Ditambah lagi, dalam persidangan yang digelar sebanyak tidak kurang dari 27 kali yang menghadirkan berbagai saksi fakta maupun ahli pers dari kedua belah pihak, majelis hakim terkesan tidak mempertimbangkannya sama sekali. Padahal, saksi dari pihak tergugat yang dihadirkan di persidangan juga membenarkan bahwa sesuai UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, Dewan Pers tidak diberikan kewenangan untuk membuat aturan-aturan pers.

“Kami menilai bahwa mejelis hakim tidak cermat dalam menilai substansi guguatan PMH terhadap Dewan Pers. Yang menjadi pokok gugatan klien kami adalah bahwa Dewan Pers telah melampaui kewenangannya dalam mengatur kehidupan pers, seperti verifikasi organisasi, verifikasi media, dan melaksanakan uji kompetensi wartawan. Undang-undang tidak mengatur bahwa Dewan Pers diberi kewenangan untuk itu. Ahli pers yang dihadirkan oleh Dewan Pers juga membenarkan hal tersebut, namun hakim tutup mata dengan keterangan para ahli maupun saksi fakta yang dihadirkan di persidangan,” urai Dolfie Rompas.

Sementara itu, Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke menilai bahwa dalam setiap kali persidangan, sangat jelas terlihat para hakim yang mengadili perkara PMH terhadap Dewan Pers gamang, cenderung tidak memahami persoalan yang disidangkan. “Saya hampir tidak pernah absen, selalu mengikuti persidangan, dan senantiasa memperhatikan sikap, pertanyaan, dan pernyataan para majelis hakim. Saya berkesimpulan, maaf, hakim tidak mengerti apa yang disidangkannya. Mereka perlu mempelajari substansi kemerdekaan pers sebagai Hak Asasi Manusia yang paling asasi sesuai Pasal 28F UUD NKRI dan Artikel 19 Piagam PBB,” kata Wilson yang merupakan alumni program pascasarjana bidang Global Ethics dan Applied Ethics dari 3 universitas terbaik di Eropa, Birmingham University Inggris, Utrecht University Belanda, dan Linkoping University Swedia.

Selanjutnya, alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu juga menyatakan bahwa berdasarkan UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, sebenarnya Dewan Pers itu bukan lembaga yang dibentuk untuk sekelompok wartawan yang diklasifikasikannya sebagai konstituennya. “Dewan Pers itu dibentuk dan di-keppres-kan dengan fungsi menjaga dan mengembangkan kemerdekaan pers untuk seluruh wartawan atau pekerja pers, bahkan untuk seluruh rakyat, bukan hanya untuk segelintir orang yang tergabung di organisasi tertentu itu. Seluruh rakyat Indonesia ikut andil membiayai operasional Dewan Pers melalui APBN yang mereka kuras setiap tahun melalui Kementerian Kominfo, namun mengapa lembaga itu hanya mengakomodir kepentingan sekelompok wartawan saja? Tuman..!!” ujar Wilson penuh rasa heran.

Dia menjelaskan juga bahwa segala aturan yang dibuat Dewan Pers yang notabene melanggar aturan perundangan selama ini dapat diduga adalah untuk menjaga berbagai kepentingan dari kelompok tertentu sehingga aman dari akses pihak lain terhadap potensi kepentingan tersebut. Para penguasa media, termasuk segelintir organisasi pers yang selama ini mendapatkan keuntungan dari geliat dunia pers, berkolaborasi dengan oknum penguasa, telah berhasil membentengi kepentingan mereka dari jangkauan para pendatang baru di dunia pers.

Terkait dengan permohonan banding yang sudah diajukan, Wilson berharap kiranya majelis hakim di tingkat banding dapat lebih cerdas melihat substansi gugatan dan memberikan keputusan yang adil. “Yaa, sebagai pihak pembanding atas gugatan kita yang ditolak di tingkat pengadilan negeri, kita berharap kiranya mejelis hakim di tingkat banding akan lebih cerdas membaca dan menilai substansi gugatan kita tersebut, dan selanjutnya memberikan putusan yang adil demi tegaknya kemerdekaan pers bagi seluruh wartawan dan rakyat Indonesia,” pungkas tokoh pers nasional yang selama ini getol membela para wartawan yang dikriminalisasi di berbagai daerah itu. (HWL/Red)

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.