-->

Latest Post



SRINAGAR - Suasana di Kashmir kian mencekam setelah India mencabut status istimewa wilayah konflik tersebut. India masih memblokir jaringan komunikasi, termasuk televisi, telepon, dan internet karena khawatir unjuk rasa akan terjadi di wilayah itu. Pemerintah India meningkatkan keamanan di Kashmir dengan mengerahkan lebih banyak tentara.

“Kami mengalaminya hingga sekarang,” kata pejabat senior di rumah sakit kota Srinagar, Kashmir, yang mengalami pemutusan jaringan komunikasi. Para petugas medis bekerja melebihi jam kerjanya di Rumah Sakit Lal Ded dengan 500 tempat tidur pasien itu. Sejumlah ambulans dikirim untuk menjemput para dokter dan perawat yang bekerja di rumah sakit tersebut.

Beberapa jam sebelum pencabutan status istimewa Kashmir oleh India, jaringan komunikasi telah terputus. Otoritas India juga menahan para pemimpin Kashmir, termasuk dua mantan kepala menteri Jammu dan Kashmir. Terputusnya jaringan komunikasi dan pengerahan puluhan ribu tentara tambahan ke Kashmir semakin menciptakan suasana mencekam di wilayah itu. Keputusan India itu segera mendapat kecaman dari banyak pihak.

Ketua Partai Gerakan Rakyat Jammu dan Kashmir Shah Faesal menganggap tindakan India melanggar kepercayaan. “Kita mungkin melihat letusan saat penjagaan melemah. Rakyat menganggap ini sebagai aksi penghinaan,” kata Faesal dilansir Reuters. Para politisi di Kashmir menyatakan mereka masih tidak tahu tentang langkah selanjutnya oleh Pemerintah India.

Mereka khawatir akan terjadi penangkapan lebih banyak dalam beberapa hari mendatang. Tiga pemimpin Kashmir yang ditemui Reuters di rumah mereka di Srinagar mengaku hanya tahu sedikit tentang situasi di luar. “Ini akan sulit, sulit bagi rakyat, sulit bagi partai-partai politik,” kata Rafi Ahmed Mir, juru bicara Partai Demokratik Rakyat menjadi bagian dari koalisi BJP yang berkuasa di Kashmir hingga tahun lalu.

Personel kepolisian bersenjata berpatroli dalam jarak setiap beberapa ratus meter. Otoritas juga melarang perkumpulan publik lebih dari empat orang sejak kemarin. Lembaga pendidikan dan sebagian besar toko di wilayah permukiman tutup. Pasukan keamanan menembakkan gas air mata untuk merespons unjuk rasa sporadis di Kota Srinagar pada Senin (5/8). “Ada pelemparan batu di beberapa bagian kota,” kata Rafi.

Beberapa penjaga toko mengaku kehabisan stok kebutuhan pokok setelah warga melakukan pembelian karena panik. “Tak ada yang tersisa di toko saya dan tak ada suplai baru yang datang,” kata pemilik toko grosir Jehangir Ahmad. India dan Pakistan pernah terlibat dua dari tiga perang terkait Kashmir. Puluhan ribu orang tewas dalam revolusi bersenjata selama hampir 30 tahun di wilayah itu. (*)







Artikel ini tayang lebih dulu di Sindonews.com
Dengan judul : Kashmir Mencekam Usai Status Istimewa Wilayah Konflik Dicabut



MPA,JAKARTA - Rencana pemindahan Ibu Kota dari Jakarta ke Pulau Kalimantan mendapatkan respons positif dari kalangan DPR. Sebab kondisi Pulau Jawa sangat rentan terhadap bencana alam.

Segala hal yang berpotensi mengganggu stabilitas pemerintahan di Ibu Kota negara harus diantisipasi. ”Saya menyarankan pemerintah melakukan studi banding ke Brasilia, ibu kota Brasil. Kantor pemerintahan di sana seperti di Jalan Thamrin, berdekatan jadi koordinasi antarkementerian enggak usah pakai mobil cukup jalan kaki,” kata anggota Komisi II DPR Firman Soebagyo, Selasa 6 Agustus 2019.

Politikus Partai Golkar ini mengatakan, untuk saat ini sebaiknya pemerintah diberikan kesempatan terlebih dahulu menyusun dan merencanakan tahapan-tahapan proses pemindahan.

Pertama harus dibuat dasar aturan hukumnya seperti apa. Setelah itu Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) akan membuat skema anggarannya seperti apa.

“Jadi menurut saya biar saja kita kasih kesempatan untuk pemerintah menyusun perencanaannya. Pak Bambang (Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Bambang Brodjonegoro) bilang sudah ada perencanaan yang matang. Tinggal dibikin dasar hukum dan undang-undangnya. Setelah itu nanti Kementerian Keuangan menghitung anggaran yang dibutuhkan,” tuturnya.

Terkait rencana pemindahan ini, menurut Firman, tahapan yang dilakukan bisa secara bertahap. Misalnya diawali oleh kantor-kantor pemerintahan sementara pada tahap awal DPR masih tetap di Jakarta.

Untuk tahap selanjutnya baru DPR juga berada di Ibu Kota yang baru. ”Kita nggak mungkin melakukan rencana ini semudah membalikkan telapak tangan. Kalau kita lihat gempa kemarin itu saja sudah heboh padahal bencana seperti itu menjadi siklus lima tahunan,” katanya.

Firman mengakui hingga saat ini DPR belum pernah membahas secara detail mengenai rencana pemindahan Ibu Kota dengan pemerintah.
”Pemerintah tentu harus menyiapkan rencana kerja, tidak bisa pemerintah membahas dengan DPR tanpa terlebih dahulu menyiapkan perencanaannya. Pasti pemerintah sudah tahu mekanismenya seperti apa, termasuk lobi-lobi politik yang harus dilakukan,” tuturnya. (*)






Dilansir dari Sindonews.com
Judul artikel : DPR Minta Pemerintah Siapkan Perencanaan Matang Pemindahan Ibu Kota


Keterangan foto: Drs. Hasman Ma'ani (kanan) saat memaparkan materinya

MPA,DENPASAR - Direktur Penanganan Daerah Rawan Bencana (PDRB) pada Kementerian Desa Dan PDTT, Drs. Hasman Ma'ani, M.Si, menyampaikan paparan tentang pentingnya PDRA di daerah tertinggal kepada para peserta bimbingan teknis (Bimtek) Kementerian Desa dan PDTT, Acara yang dilaksanakan di Quest Hotel San Denpasar, diikuti sekitar 75 orang peserta Bimtek, yang berasal dari berbagai unsur elemen masyarakat di Bali, Selasa (6/8/2019).

Dalam pemaparannya, Hasman, demikian ia lazim disapa, mengatakan bahwa setiap urgensi PDRA sudah disosialisasikan sejak 2015. "Kami sudah melakukan sosialisasi tentang urgensi Participatory Disaster Risk Assessment (PDRA - red) sejak tahun 2015, dan terus dilakukan hingga saat ini," ujar Hasman sebagai pembuka paparannya.

Selanjutnya, Hasman menjelaskan bahwa prioritas penggunaan Dana Desa adalah berdasarkan Permendesa nomor 16 tahun 2018. "Berdasarkan Permendesa nomor 16 tahun 2018, dana desa dapat digunakan untuk bidang pembangunan desa dan bidang pemberdayaan masyarakat desa. PDRA dapat menggunakan dana desa dari segi pemberdayaan masyarakat desa," imbuh Hasman.

Paparan Direktur PDRB tersebut sangat penting diketahui, dipahami, dan dilakukan, oleh para perangkat desa. Sebagai informasi bahwa peserta Bimtek Kemendes kali ini lebih dari setengahnya adalah para kepala desa yang ada di Bali dan Nusa Tenggara.

Hasman berharap melalui pemaparan yang disampaikan kepada para peserta, para kepala desa dan perangkat, seperti BPPD dan BMD serta pendamping desa tidak ragu dalam menggunakan dana desa untuk program pemberdayaan masyarakat yang terkait kebencanaan. "Kita berharap para perangkat desa dapat membuat alokasi anggaran untuk PDRA melalui penyusunan APBDesa kedepannya," pungkas praktisi penanganan bencana ini. (MLY/Red)


Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.