-->

Latest Post



MPA, DHARMASRAYA -- Disaksikan seluruh civitas akademika dan sekitar seribu wisudawan UNP, Bupati Dharmasraya Sutan Riska Tuanku Kerajaan dan Rektor UNP Prof. Ganefri, PhD membubuhkan satu tanda tangan sebagai tanda dimulainya sebuah kerjasama rancang bangun pendidikan dasar dan menengah di Kabupaten Dharmasraya, pada Sabtu (14/9/19). Tepuk tanganpun membahana di ruangan auditorium yang berkapasitas lebih kurang 5 ribu orang.

Sebelumnya, Prof Ganefri menyebutkan, UNP segera akan terlibat dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah di Kabupaten Dharmasraya. UNP sebagai perguruan tinggi pendidikan, akan menyusun rancang bangun pola pendidikan di kabupaten berjuluk Ranah Cati Nan Tigo. Dengan sentuhan pakar pendidikan UNP, diharapkan arah dan pola peningkatan mutu pendidikan di daerah itu bisa berkembang sesuai dengan tuntutan zaman.

Sementara itu, Bupati Sutan Riska menyatakan, arah dan pola peningkatan mutu pendidikn Kabupaten Dharmasraya, sudah saatnya didekatkan dengan paradigma revolusi industri 4.0. Saat ini, teknologi informasi telah merubah pola kehidupan masyarakat. Orang tidak perlu kemana mana untuk mendapatkan jasa layanan. Orang tidak perlu kemana mana untuk berjualan. Tentu paradigma ini perlu dukungan sumberdaya manusia yang baik dan handal.

Itulah sebabnya, sambung bupati termuda Indonesia itu Kabupaten Dharmasraya perlu melaksanakan penyesuaian penyesuaian kerangka pengembangan dunia pendidikan. Harapannya, warga Dharmasraya bisa memanfaatkan potensi dan pelang teknologi informasi untuk memenuhi kebutuhan hidup, pekerjaan daj bisnis mereka. Jangan sampai rakyat Dharmasraya tidak ikut ambil bagian dalam revolusi itu, hanya lantaran ketidakmampuan ya dalam menyikapi fevolusi indusri

"Saya yakin, pakar pakar UNP paham dengan maksud saya, dan kemudian menyusun kerangka acuan guna mempebaik mutu pendidikan di Dharmasraya. Era digitalisasi kehidupan merupakan sebah studi kasus yang tidak pernah kering dari momentum perubahan. Oleh karenannya saya mempercayakan penyusunan kerangka pengembangan smberdaya manusi ini kepada UNP," kata Sutan Riska. (ril)



MPA, SUMBAR - Mungkin ada sebagian diantara kita yang belum mengetahui, bahwa ada sebuah desa di Kabupaten Tanah Datar, Sumbar telah menjadi salah satu desa terindah di dunia. Inilah Nagari Tuo Pariangan.

Nagari Tuo Pariangan terpilih menjadi salah satu desa terindah versi Budget Travel merupakan media pariwisata berpengaruh di dunia. Desa ini termasuk dalam 5 besar Desa Terindah jika disandingkan dengan Wengen di Swiss, Exe di Prancis, Niagara on The Lake di Canada dan Cesky Krumlov di Ceko. Sungguh penghargaan yang memukau untuk Indonesia.

Lagian Nagari Pariangan merupakan desa tertua di Minangkabau yang lokasinya tepat berada di lereng Gunung Marapi, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Pesona desa ini bukan saja menyajikan pemandangan hijau dan mempesona tapi juga memiliki suasana tenang di ketinggian 500 - 700 mdpl.

Jika mengunjungi Nagari Tuo Pariangan kita juga bakal disuguhi budaya dan arsitektur bangunan yang masih tetap terjaga hingga saat ini.Salah satunya adalah Masjid Islah yang berusia ratusan tahun, bergaya arsitektur Dongsan ala dataran Tinggi Tibet. Hal ini membuktikan bahwa betapa majunya peradaban Minangkabau kala itu.

Selain itu Nagari Tuo Pariangan juga merupakan desa kuno dan sebagai cikal bakal lahirnya sistem pemerintahan khas masyarakat Minangkabau yang populer dengan nama Nagari. Di sini pula tempat asal muasal masyarakat Minangkabau sejak ratusan tahun silam.

Jika hendak menuju menuju ke desa ini dapat ditempuh sekitar 3 jam dari Kota Padang dan 14 km dari kota Batusangkar, asik kan buat berlibur bareng keluarga dan teman.

Penasaran, jika emang penasaran dengan desa terindah ini,pastikan saat berada di Sumatera Barat untuk berkunjung. (Gusni)

Keterangan foto: Koran Kompas dengan pemberitaan "tak imbang" edisi Kamis (12/9/2019)

KOPI, JAKARTA - Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (Ketum PPWI), Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, sangat menyayangkan pemberitaan media nasional Kompas yang berat sebelah, tidak berimbang, dan tidak adil dalam pemberitaannya terkait kisruh gugatan PMH terhadap Dewan Pers. Menurutnya, Kompas sebagai media seharusnya independen dalam mengungkapkan fakta dan pemikiran-pemikiran kepada masyarakat.

"Sangat disayangkan yàa, media sebesar Kompas harus menceburkan dirinya dalam lumpur pemberitaan partisan yang kotor dan busuk," ungkap alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu kepada media ini melalui releasenya, Jumat, 13 September 2019.

Seperti diketahui, Kompas dalam edisi cetaknya Kamis, 12 September memberitakan tentang bantahan Dewan Pers atas klaim PPWI dan SPRI (Serikat Pers Repuplik Indonesia) bahwa Dewan Pers kalah di peradilan tingkat banding. Dalam pemberitaan yang mengisi hampir setengah halaman korannya tanpa foto pendukung berita itu, Kompas hanya memuat komentar dan pendapat Dewan Pers saja. Kompas tidak sedikitpun meminta pendapat pihak pembanding, PPWI dan SPRI.

"Jikapun Kompas lupa meminta pendapat kami terkait kisruh gugatan PMH Dewan Pers tersebut dalam pemberitaan kemarin itu, namun setidaknya media ini mesti memberitakan juga di hari sebelumnya atau setelahnya. Jangan giring opini publik dengan hanya menyajikan informasi dari pihak Dewan Pers sebagai tergugat, yang jelas-jelas ditolak eksepsinya oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta," jelas Wilson.

Lulusan pascasarjana bidang Global Ethics dari Birmingham University, Inggris, ini menyatakan bahwa menurut Komite Asosiasi Jurnalis Internasional, tujuan jurnalisme adalah untuk menyediakan informasi sekomprehensif dan selengkap mungkin kepada publik agar setiap orang dimampukan mengambil kesimpulan yang benar dan keputusan yang tepat. Jika media hanya menyiarkan informasi dari pihak tertentu saja, hal itu akan menjerumuskan masyarakat kepada pengambilan kesimpulan yang salah, yang pada akhirnya mereka membuat keputusan dan respon yang salah total.

Wilson lebih lanjut menjelaskan bahwa pada hakekatnya setiap informasi adalah makanan bagi otak manusia, yang jika tidak benar, tidak lengkap, tidak sempurna, hanya menyadur pendapat dari satu pihak saja seperti dalam perdebatan hukum tentang keabsahan Dewan Pers membuat kebijakan UKW serta verifikasi media dan wartawan, maka sudah pasti pemberitaan itu bukan makanan yang baik. "Berita Kompas tersebut bukan makanan yang baik bagi otak rakyat, informasinya yang tidak cover both side, tidak berimbang, dan berat sebelah itu tidak lebih dari sekadar sampah beracun yang menggiring masyarakat kepada kebodohan," tegas pendiri dan mantan guru SMA Plus Provinsi Riau ini.

Oleh karena itu, pria yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Keluarga Alumni Program Persahabatan Indonesia Jepang Abad 21 (Sekjen KAPPIJA-21) dan Presiden Persaudaraan Indonesia Sahara Maroko (Persisma) itu menghimbau masyarakat untuk tidak lagi menjadikan Kompas sebagai rujukan informasi dalam hidup keseharian mereka. Dirinya mengibaratkan media itu seperti penunjuk arah bagi nahkoda dan ribuan penumpang kapal di tengah lautan lepas. Ketika alat atau orang yang dijadikan penunjuk arah memberikan arah yang salah, maka alamat kapal akan tenggelam.

"Ibarat penunjuk arah di tengah lautan lepas yang demikian luas, Kompasnya sudah usang, sudah aus alatnya, sudah sering ngawur penunjukan arah mata anginnya. Kompasnya sudah rusak parah, perlu dibawa ke tukang reparasi. Kalau sudah tidak bisa diperbaiki, buang ke laut saja, ganti dengan kompas yang baru. Artinya, jangan lagi percaya informasi yang diberikan media Kompas, nanti Anda tersesat di jalan yang terang," pungkas tokoh wartawan nasional yang sangat gigih membela jurnalis dan masyarakat pewarta yang terpinggirkan dan dikriminalisasi selama ini. (APL/Red)

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.