Bahaya Gawai di Balik Pesonanya
Oleh: Inayah
Ibu Rumah tangga dan pegiat dakwah
Seorang anak mengamuk, sampai
bisa menghancurkan sebuah pintu hanya gara-gara tidak dapat men-cas
handphonenya ketika pemadaman listrik pada bulan Agustus yang lalu. Itu adalah
salah satu dari sekian banyak kasus yang kemudian dari satu per satu kasus meningkat
levelnya menjadi sebuah fenomena. Kemudian diberitakan bahwa telah terjadi
peningkatan pasien penderita gangguan kejiwaan atau ODMK (Orang Dengan Masalah
kejiwaan) pada usia kanak-kanak. Kalau sebelumnya banyak kasus terjadi pada
rentang usia rata-rata 15 tahun, kini pasien yang ditangani bahkan ada yang
berusia 5- 8 tahun. Peningkatan pasien anak- anak diakibatkan karena kecanduan
gawai atau handphone. Hal ini terjadi di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Cisarua
Kabupaten Bandung (Tribun.news- Jabar).
Sungguh fenomena ini sangat
mencengangkan sekaligus menakutkan bagi para orangtua. Karena faktanya saat ini
keberadaan gawai atau handphone ibarat "nyawa" masyarakat kekinian.
Keberadaannya telah menjadi gaya hidup masyarakat dunia.
Dampak dari gelombang globalisasi
teknologi ini begitu nyata akibat keberadaan gawai ini. Bagaimana tidak,
manusia saat ini dari mulai bangun tidur sampai tidur lagi tidak lepas dari
gawai. Tanpa gawai manusia seolah "terancam" mati gaya. Semua orang
pun memilikinya baik orang tua, remaja bahkan anak- anak, kaya miskin,
laki-laki dan perempuan semua terseret
bahkan terbius dengan pesona "dunia kecil" di hadapan mata dan ujung
jarinya. Dunia kecil ini menawarkan pesona yang bisa menjadi candu bagi segala
usia termasuk anak- anak bahkan sejak usia batita (bawah tiga tahun). Ancaman
di balik pesonanya yang mengasyikkan dan melenakan tengah mengintai anak dan
generasi muda kita.
Globalisasi dunia digital melalui
internet ibarat dua sisi mata uang, di satu sisi menawarkan hal positif seperti
meningkatkan wawasan dan keilmuan secara umum, kemudian membangun kecerdasan
,dan memberikan kemudahan dalam segala aspek kehidupan secara efektif,
efisien,dan elegan. Di sisi yang lainnya gawai memberikan dampak negatif yaitu
sebagai pencuri waktu yang paling tinggi menciptakan efek adiktif (kecanduan),
meningkatkan stress atau tekanan psikologis dari game dan media sosial. Bagi
anak-anak menyulitkan untuk fokus (anak
pasti sulit menghapal Alquran ), anti sosial, dan dampak buruk yang cukup
menakutkan adalah anak-anak terpapar
pornografi, sex bebas, kekerasan. Paparan ini pada usia dini bisa membangun
reseptor kuat dalam benaknya dan ini sangat berbahaya. Kenyataan ini merupakan
faktor yang dianggap paling bertanggung jawab terhadap meningkatkannya kriminalitas
yang tidak hanya jadi korban di usia dini tapi menjadi pelakunya, bahkan
terbawa arus pornografi, seks bebas dan
LGBT.
Disamping itu kondisi kehidupan
di tengah sistem kapitalisme materialisme global yang mengarahkan para orang
tua menjadi "robot" materi,
sehingga terlupakan dari amanah sebagai pendidik anak-anaknya. Orang tua kerap
membiarkan anak-anak menggunakan gawai tanpa batas dengan prinsip yang penting
anak anteng tidak membuat pusing orang tua karena mereka sudah lelah mencari
uang. Inilah titik lemah sekaligus
kritis bagi orang tua, karena sekali memberi keleluasaan pada anak bermain
gawai maka akan sulit untuk melepaskan kebiasaannya yang akhirnya menjadi
kecanduan. Pun juga akibat abainya para penguasa dalam melindungi rakyatnya,
terkesan membiarkan apa saja yang dialami rakyat baik itu berbahaya atau tidak.
Inilah memang efek dari diterapkan sistem kapitalis liberal demokrasi,
kerusakan demi kerusakan diabaikan. Terlebih salah satu menteri justru
menganjurkan pada bayi yang baru lahir pun harus dikenalkan pada gawai dengan
tujuan agar Indonesia menjadi salah satu negara
pemakai gawai tertinggi, tanpa melihat dampak negatifnya.
Berbeda dengan Islam,
sebagai diinul kaaffah atau agama yang
paripurna, Allah Swt mewajibkan kita untuk melaksanakan Islam secara sempurna,
sebagaimana firman-Nya yang artinya,
"Wahai orang-orang yang
beriman masuklah kalian ke dalam Islam secara kafah dan janganlah kamu ikuti
langkah- langkah setan, sungguh ia musuh yang nyata bagimu".(TQS
al-Baqarah: (2); 208).
Artinya kita harus berislam
secara menyeluruh dan mengambil Islam sebagai jalan keluar bagi persoalan
kehidupan kita. Termasuk bagaimana Islam mengatasi persoalan gawai. Adapun
solusi yang diberikan adalah terdiri dari tiga pilar, yaitu pilar pertama, ketakwaan
individu. Dalam hal ini kuncinya atau subyeknya adalah orangtua. Maka ketika
ketakwaan melekat pada orangtua ia akan senantiasa terikat dengan hukum Islam
dan perannya akan dijalankan sebagai pendidik bagi anak-anaknya dan mengontrol
serta mengawasi aktivitas dan permainan yang dilakukan anaknya. Orangtua
menanamkan akidah yang kuat bahwa Allah Swt senantiasa mengawasi dan akan
menghisab apa yang dilakukan manusia termasuk menonton konten- konten porno.
Dengan itu anak akan berhati-hati dan bijak dalam menggunakan gawai. Kemudian
berikan batasan waktu dan umur misalnya boleh menggunakan gawai kalau sudah
menjalankan ibadah dan PR dari sekolah.
Pilar kedua adalah ketakwaan
masyarakat, dimana fungsinya adalah melakukan amar makruf nahi munkar. Hal ini
bisa dilakukan oleh guru, tokoh masyarakat dan agama, serta masyarakat secara
umum. Budaya amar makruf akan mampu menjaga serta mencegah generasi dari
berbuat maksiat.
Pilar ketiga, adalah ketakwaan
negara. Negara yang menerapkan hukum-hukum Islam akan senantiasa menjaga dan
melindungi rakyat dari informasi, pemikiran, ide-ide dan konten-konten maksiat.
Hal ini karena seorang pemimpin adalah sebagai pengayom/pengurus bagi
rakyatnya. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw, yang artinya
"Pemimpin adalah laksana
penggembala dan dia akan diminta pertanggung jawaban di hadapan Allah Swt atas
gembalanya dalam hal ini rakyat." (HR. Bukhari dan Muslim).
Negara dalam Islam akan membentuk
lembaga penerangan yang salah satu tugasnya adalah mengurusi informasi artinya informasi yang disebarkan
oleh media akan senantiasa dalam pengawasannya. Kemudian negara akan
mengeluarkan undang-undang yang
menjelaskan garis-garis umum politik negara dalam mengatur informasi sesuai
dengan ketentuan hukum-hukum syariat. Hal ini dalam rangka menjalankan kewajiban negara dalam melayani
kemaslahatan Islam dan kaum muslim. Juga dalam rangka membangun masyarakat
Islami yang kuat, selalu berpegang teguh dan terikat dengan tali agama Allah
Swt, serta menyebarluaskan kebaikan dari/dan di dalam masyarakat Islami tersebut.
Di dalam masyarakat Islam tidak
ada tempat bagi pemikiran- pemikiran yang rusak dan merusak, juga tidak ada
tempat bagi berbagai pengetahuan yang sesat dan menyesatkan. Masyarakat Islami
akan membersihkan keburukan berbagai
ide, pemikiran, dan pengetahuan itu, akan senantiasa memurnikan dan menjelaskan
kebaikan pemikiran, ide dan pengetahuan yang benar, serta senantiasa memuji
Allah Swt, Tuhan semesta alam. Di samping itu juga negara dalam Islam akan
memberikan sanksi tegas kepada orang-orang yang membuat konten maksiat serta
menutup situs-situs maksiat. Negara juga
akan merehabilitasi anak-anak yang kecanduan gawai.