-->

Latest Post


Oleh Yohandri Akmal

Dilansir dari Wikipedia, Dewan Pers adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang berfungsi untuk mengembangkan dan melindungi kehidupan pers. Telah berdiri sejak tahun 1966 melalui Undang-undang No. 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan pokok pers, tetapi pada saat itu fungsinya sebagai penasehat Pemerintah, dan memiliki hubungan secara struktural dengan Departemen Penerangan.

Seiring berjalannya waktu, Dewan Pers terus berkembang dan akhirnya memiliki dasar hukum terbaru, yaitu Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Sejak saat itulah menjadi sebuah lembaga independen. Pembentukannya juga dimaksudkan untuk memenuhi Hak Asasi Manusia (HAM), karena Kemerdekaan Pers termasuk sebagai bagian dari HAM. Kewenanganya, untuk menyelesaikan sengketa jurnalistik. Sebagai lembaga independen, Dewan Pers tidak memiliki perwakilan dari Pemerintah pada jajaran anggotanya.

Nah, seperti keterangan di atas menjelaskan bahwa Dewan Pers tidak memiliki perwakilan dari pemerintah pada jajaran anggotanya. Hal itu berarti, benar benar menjadi lembaga yang independen. Kita kunci dulu dasar kata “independen”nya.

Fungsi Dewan Pers

Menurut Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Pers, Dewan Pers berfungsi sebagai berikut:

             Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain;
             Melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers;
             Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik;
       Memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas   kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers;
             Mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah;
             Memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan;
             Mendata perusahaan pers.

Dewan Pers bersifat mandiri, dan tidak ada lagi bagian pemerintah di dalam struktur pengurusannya. Otoritas Dewan Pers terletak pada keinginan redaksi serta perusahaan media pers untuk menghargai pendapatnya, serta mematuhi kode etik jurnalistik juga mengakui segala kesalahan secara terbuka.

Lagi, di atas juga menyebutkan berdasarkan fungsinya, Dewan Pers masih dikatakan independen demi kualitas Media Pers dan Wartawan. Sangat bagus ternyata.

Namun, kondisi di lapangan sering bertolak belakang. Saya mendengar banyaknya Pengusaha Media Pers dan Wartawan yang mengeluh akan pendataan Perusahaan Media di Dewan Pers dan Kompetensi Wartawan (UKW), yang dilaksanakan oleh para Lembaga Penguji. Dengan banyaknya keluhan tersebut, apakah Dewan Pers tidak bijaksana dalam menjalankan mekanisme Lembaganya? Saya rasa tidak mungkin. Namun, perdebatan tentang hal ini masih menjadi polemik yang fenomenal di kalangan insan pers.

Lalu, siapakah yang musti disalahkan? Apakah Dewan Pers atau Media Pers?.

Berdasarkan Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999, Tentang Pers menyebutkan siapa saja bisa menjadi wartawan, asalkan berazas pada cara kerja atau kode etik yang telah tertuang.

Menariknya, perdebatan tersebut mulai mencuat meluas. Bahkan, beberapa organisasi Wartawan ikut membuat Dewan Pers sendiri. Misalnya Dewan Pers Indonesia (DPI) yang digagas oleh Heintje Mandagi dan Wilson Lalengke, bersama rekan rekan wartawan se Indonesia.

Dari data yang saya peroleh, terdapat ribuan Media Cetak dan Siber yang terdaftar di dalam DPI. Mengapa bisa?.

Kemudian, sayapun menelusuri. Ternyata para media yang mendaftar ke DPI mengungkapkan beberapa alasan yang kuat. Salah satunya ingin menegakkan fungsi Dewan Pers sebenarnya, kata mereka.

Menurut saya, Dewan Pers yang telah ada dan Dewan Pers Indonesia, fungsinya sama. Kedua lembaga ini bertujuan untuk memerdekakan pers yang sesungguhnya.

Heintje Mandagi pernah bilang, dia bersama para media yang bergabung bersama DPI akan tetap menegakan fungsi pers secara real (nyata). “Kemerdekaan pers harus ditegakan demi kemajuan bangsa dan fungsi sebenarnya. Kita tidak mau Dewan Pers menjadi penjilat pemerintah dan berdampak melemahkan profesi wartawan. Untuk itu, dengan kehadiran DPI seyogyanya akan menguatkan para media yang ada di tanah air kita ini”, tegasnya.

Terkadang saya heran, apakah kritikan wartawan tiada diperlukan lagi? Serasa aneh memang, dilihat dari banyaknya bungkaman yang didapatkan. Media tertekan dengan berbagai hal, mulai dari kriminalisasi, syarat verifikasi, UKW bahkan penolakan kerjasama publikasi oleh sejumlah instansi. Walau sudah dianggarkan sekalipun terkait publikasi, tapi tak semuanya kebagian kontrak kerjasama. Dugaannya, verifikasi Dewan Pers selalu dikedepankan untuk menjadi alasan dalam penolakan oleh sebagian Humas Pemerintah.

Dulu Media Pers dianggap sama bila melakukan kegiatan jurnalistik sebagaimana mestinya. Namun sekarang sudah berbeda. Kini, Koran, Penerbit, Portal Berita Online dan Radio memiliki nilai karir dengan verifikasi. Antaranya, Belum Terverifikaasi, Terferivikasi Administrasi dan Terverifikasi Faktual. Hal ini sering menjelmakan banyak sudut pandang dan pengakuan. Kasihan bila adanya anggapan abal abal, ditujukan kepada perusahaan media yang sama sekali belum terdaftar di Dewan Pers.

Lantas, apakah dengan mempunyai Badan Hukum dan Perizinan belum bisa menjadi Perusahaan Pers? Jawaban saya, merujuk kepada UU No 40 Tahun 1999, tidaklah begitu. Karena, undang undang menyebutkan media pers yang layak beroperasi musti berbadan hukum PT, Yayasan dan Koperasi. Tidak disebutkan adanya verifikasi oleh Dewan Pers. Kalau kita mengacu pada UU yaa..

Dalam hal ini, saya menganggap apa yang dilakukan Dewan Pers itu hal wajar. Sebab, apalagi kegiatan mereka jika bukan untuk mengurusi Media Pers di Indonesia. Tandanya DP telah bekerja, dengan baik.

Siapa yang musti disalahkan, jika para Humas menolak kerjasama publikasi dengan alasan para media belum terverifikasi. Dewan Pers atau humas kah? Sangat dilematis bukan. DP dalam hal ini bertindak demi kebaikan pers, katanya. Sedangkan Humas bertindak demi kebaikan pemerintah.

Mengenai Uji Kompetensi Wartawan (UKW) yang diselenggarakan oleh berbagai pihak di daerah daerah, itu masih menyimpan banyak pertanyaan dan upatan. Pastinya, karena budget yang di anggap cukup besar untuk mengikuti UKW. Seperti halnya jenjang karir wartawan muda, madya dan utama.

Di daerah saya, jika ada informasi mengenai rencana pelaksanaan UKW, maka para wartawan yang ingin ikut akan kerepotan untuk menyiapkan dana. Biasanya berkisar, 3 – 4 jutaan. Tapi hanya sebagian yang merasa begitu.

Beberapa waktu lalu, teman saya hendak mendirikan perusahaan pers. Namun dia meminta pendapat saya terlebih dahulu. Lalu, saya hanya mampu menjawabnya dengan beberapa pertanyaan. Pertama; apakah sudah punya modal besar? Kedua; apakah sudah memiliki Kartu UKW Utama? Ketiga; apakah siap ditolak oleh para humas pemerintah dalam hal kerjasama publikasi?. Artinya, saya menjelaskan jika tidak memiliki kesiapan untuk ketiga hal tersebut, maka lebih baik urungkan saja niatmu teman.

“Media dulu pasca reformasi dengan media kini, situasinya sudah berubah”, ucapan singkat saya kepadanya.

Diakui memang, kini mendirikan media terbilang sulit. Ribetnya perizinan dan peraturan karbitan yang melemahkan semangat seseorang untuk mendirikan media pers.

Sebenarnya, salah satu faktor penunjang untuk menjadikan Negara ini lebih baik lagi, ialah degan memperbanyak jumlah wartawan. Bahkan jika perlu, minimal adanya satu orang wartawan di setiap RW maupun kelurahan.

Kenapa sedemikian? Terus terang saja ya, kontrol sosial sangat diperlukan hingga di area terkecil Negara ini. Sebab, informasi merupakan hal penting dalam perkembangan dan kemajuan sebuah daerah. Wartawan adalah corong informasi dan aspirasi rakyat. Tetapi, jika peraturan yang begitu menyulitkan untuk mendirikan Perusahaan Media Pers, dapatkah hal itu tercapai, dan mana mungkin bisa tercipta jurnalis seperti yang diharapkan.

Dulu Pers dianggap berperan dalam membangun bangsa, makanya disebut pilar ke empat demokrasi. Tapi kini, meningkatnya laporan kepolisian tentang ITE dan pencemaran nama baik yang ditujukan kepada wartawan, seakan akan jurnalis menjadi hantu bagi para pejabat atau objek berita. Lucunya, tidak sedikit kasus terebut bergulir ke meja hijau (Pengadilan). Lalu, apa gunanya hak jawab, hak tolak dan hak klarifikasi maupun perlindungan wartawan yang dijamin oleh Undang Undang? Mungkinkah cuma omong kosong belaka?. Nilailah sendiri, namun fakta di lapangan memang seperti itu.

Pesan saya kepada pemerintah dan objek berita. Perlu diketahui, Karya Jurnalistik tidak bisa serta merta dipidanakan. Andai saja saya pakar hukum, maka saya akan tekankan sisi hukum yang sangat dalam untuk menjelaskan hal ini. Namun, saya belum berkapasitas layak untuk berbicara mendalam terkait bidang Hukum Pers.

Saya masih optimis, jika Dewan Pers akan melindungi wartawan, baik yang UKW maupun non UKW. Sebab, fungsi DP seperti yang kita ketahui bersama. Paling tidak, kekhawatiran saya terkait perlindungan wartawan sudah terjawab oleh berdirinya Dewan Pers Indonesia sebagai perisai yang lain.

Logikanya begini, saya sudah melakoni dan mempelajari ilmu jurnalistik dalam rentan waktu yang cukup lama. Sebelumnya pada masa orde baru, saya bekerja dengan sejumlah media dan kini sudah memiliki sebuah perusahaan media pers. Tetapi, saya belum pernah mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW). Pertanyaannya, apakah saya belum layak disebut sebagai seorang wartawan dengan sejumlah pengalaman yang cukup lama ini?.

Ditambah lagi, saya telah belajar menulis berita dengan pakar Komunikasi dan Jurnalis di sejumlah Akademisi, bahkan tak sedikit pula seminar jurnalistik yang telah di ikuti. Sederhananya, saya tak ikut UKW karena tidak mau mengeluarkan uang yang besar hanya untuk ujian ini. Bukanya pelit, tapi saya lebih suka mengikuti hal hal yang bersifat keilmuan daripada sekedar kompetensi semata.

Mulai dari Indept Reporting, Investigasi News, Stright News, Storytelling Journalism dan Feature News sudah saya pelajari. Baik dalam penerapannya sekalipun, saya juga pernah. Apalagi dalam hal managemen redaksi, tajuk maupun sisi redaksional pun saya dalami, karena jiwa pers sudah melekat kental. Saya menjadi wartawan untuk Rakyat, dan bangsa yang saya cintai. Nasionalisme saya, disalurkan melalui bidang jurnalistik, tentunya saya juga lebih khawatir bila negara ini berkecamuk.

Ketua PPWI, Wilson Lalengke dalam tulisanya berjudul "Lulus UKW Tidak Menjamin Kompetensi Wartawan". Cukup lama saya mentelaah tulisan tersebut, apakah benar seperti itu? Tapi faktanya, saya kerap menemui beberapa orang wartawan yang telah mengantongi Kartu UKW tetapi tak mengerti dengan karya jurnalistik. Artinya, dalam tulisanya masih terkesan layak koreksi.

Paling menarik dikatakan Wilson dalam tulisanya, yaitu menyebutkan bahwa Pelaksanaan UKW DP tidak benar.

Wilson Lalengke dan Heintje Mandagi, bukanlah orang baru dalam dunia pers Indonesia.

Wilson dan Heintje tak segan segan mengkritisi kelakuan Dewan Pers. Tentu mereka punya alasan, sayangnya saya tak menanyai sejauh itu.

Saya sangat bersyukur, masih ada tokoh "Pembela dan Pelindung Pers" bagi ribuan wartawan.

Melihat banyaknya fenomena kriminalisasi terhadap wartawan. Belum lagi, wartawan yang dibilang abal abal, mengkerdilkan perusahaan media pers yang belum terverifikasi DP dan seterusnya. Tentu akan sangat panjang jika di ulas.

Jadi kesimpulanya, saya senang dengan kehadiran para pembela dan pelindung pers. Seperti; Dewan Pers dan Dewan Pers Indonesia.

Perlu diingat, Dewan Pers yang benar itu tidak akan kurang ajar, baik disisi kebijakan maupun wartawan sebagai “Anak Asuhnya”. Dewan Pers yang elok, “Melindungi Insan Pers dan Tidak Berladang di Punggung Wartawan”.




Photo Istimewa

MPA,KAB SOLOK -  Konsep orang Minangkabau tentang kepemimpinan, yaitu berangkat dari salah satu falsafah adat Minang  yang dituangkan dalam pepatah atau peribahasa, ”Pemimpin itu ditinggikan seranting, didahulukan selangkah” (Seorang pemimpin didahulukan selangkah dan ditinggikan seranting).

Menurut Datuak Hendri Mansyah, tokoh agama asal Suliak Aia, X Koto Diateh menyebutkan. Pemimpin akan ditinggikan seranting dan didahulukan selangkah bila dia mempunyai kualifikasi sebagai pemimpin, punya visi yang jelas, punya kompetensi memimpin dan yang terpenting dapat dimintakan akuntabilitasnya.

Dalam hal memilih pemimpin Kab. Solok 2021 – 2026, Datuak Hendri mengajak agar masyarakat lebih cermat memahami tentang sosok kepemimpinan yang sebenarnya.

Alhamdulillah.. kata Datuak, masyarakat di daerah penghasil beras terbanyak Provinsi Sumbar ini sangat beruntung memiliki para kandidat calon pemimpin Kab. Solok mendatang, yang kesemuaannya sama sama berkeinginan memajukan daerah.

Terlepas dari kandidat calon pemimpin Kab. Solok tersebut, tukas Datuak. Jika kita dalami lebih jauh lagi sooal “Pemimpin ditinggikan seranting, didahulukan selangkah” adalah bagian dari adab atau tatakrama orang Minang yang dirangkum dalam empat panduan dan disebut dengan “Jalan Nan Ampek”.  Yakni jalan “Mandaki” (mendaki), “Manurun” (menurun), “Malereng” (miring) dan “Mandata” (mendatar).

Menyoal pengetahuan tentang adab ini, Buya H. Mahyuzil Rahmat S,Ag telah banyak melahirkan generasi penerus Minang yang handal dan “Tau di Nan Ampek” terutama di Kabupaten Solok ini, kata Datuak.

"Beliau tiada berhenti mengajarkan adab adab itu kepada generasi yang memiliki jiwa memimpin, sebut Datuak Hendri Mansyah.

Adat minang tidak bisa dilepaskan dengan ajaran Islam. Falsafah menyebutkan “Adat Basandi Syarak”, yakni adat bersendikan syari’at (Islam). Maka konteks tahu di “Nan Ampek” juga dibingkai dengan syari’at Islam.

Nah, menyoal konteks tau di Nan Ampek, Lulusan Universitas IAIN Batu Sangkar ini telah sangat lama menanamkan ke-ilmuan adab tersebut ke masyarakat, utamanya kepada generasi penerus. Masyarakat juga sudah tau, bahwa jauh sebelum Buya Mahyuzil diminta ummat (masyarakat) untuk maju di pilkada 2020, mendamping Birokrat Muda Hendra Saputra SH, M.Si. Dirinya (Mahyuzil) telah berbuat dan memiliki prestasi akan adab itu.

Buya Mahyuzil adalah sosok sederhana yang membawa ketenangan dan kesejukan bagi banyak generasi di negeri kami. Ungkapan ini bukanlah suatu yang berlebihan, namun memang begitulah yang dirasakan banyak masyarakat. sebut Datuak menuturkan argumentnya yang terdengar menarik.

Disamping beliau adalah sosok sederhana, Buya Mahyuzil disebut banyak masyarakat sebagai Pejuang Generasi "Tahu di Nan Ampek", tukasnya.

Terlebih lagi, menyoal kriteria pemimpin dalam adat Minang, telah melekat kental dalam diri Buya Mahyuzil, papar Datuak menyudahi komentarnya.

H. Mahyuzil Rahmat, S.Ag dalam wawancara singkatnya memaparkan, pemimpin tidak boleh jauh dari orang yang dipimpinnya. Senantiasa harus dekat dan mengerti setiap keluhan mesyarakatnya supaya didapatkan solusi terhadap berbagai permasalahan.

Selain dekat, tutur Buya Mahyuzil, pemimpin dalam kebijakannya merupakan bagian dari melayani.

Menyoal adab Tau di Nan Ampek, terang Mahyuzil. Kita musti mampu mendiskripsikan bahwa kemajuan suatu daerah ditupang oleh kekuatan karakter dan akhlak generasi. Maka dari itu, kita harus menanamkan dan menjalankan adab tau di Nan Ampek". Pungkas balon Wakil Bupati Solok ini, menuturkan. (Red/*).

Catatan :  Tangan lembut seorang Ulama atau Buya dalam mengarahkan generasi penerus menjadi generasi yang cerdas dan ber-akhlak sehingga tau di Nan Ampek “Sangatlah Penting”. Sebab, wajib hukumnya bagi kita untuk menciptakan generasi yang ber-iman. Jadi, adalah PAS, figure seorang Buya merupakan pilihan tepat dalam memimpin sebuah negeri.

Photo Istimewa

MPA, SOLOK SELATAN - Potensi kerusakan alam dan lingkungan selalu hadir menyusul terjadinya bencana di setiap wilayah khususnya Sumatera Barat (Sumbar).

Hingga kini, kondisi tersebut membutuhkan perhatian serta penanganan yang lebih serius serta peningkatan perekonomian rakyat sebagai solusi terbaik.

Korem 032/Wbr selaku pembina wilayah teritorial di wilayah Sumbar turut berupaya membangun dan mencarikan solusi tersebut.

Komandan Korem (Danrem) 032/Wbr Brigjen TNI Kunto Arief Wibowo berinisiatif memberikan solusi dan memperkenalkan dan menggunakan produk ketahanan pangan Bios 44  saat kunjungan kerjanya di Kabupaten Solok Selatan pada Rabu (25/12/2019). 

Yang mana  produk tersebut telah terbukti selama ini dapat membantu para petani dalam meningkatkan pendapatannya melalui hasil pertanian, perikanan dan peternakannya.

"Kita berharap agar bisa kembalinya daerah yang terdampak bencana dan bermanfaat bagi masyarakat baik untuk lingkungan maupun untuk masyarakat sekitarnya. Mengingat, sebagai warga negara yang baik wajib mencarikan solusi alternatif," ujar Danrem.

Pihaknya sebagai salah satu instansi pemerintahan adalah menjaga, mendukung dan menjalankan program dari pemerintah pusat guna meningkatkan kesejahteraan warganya.

“Rata-rata masyarakat yang telah menggunakan lahan untuk pertambangan tidak ada usaha untuk pengelolaan kembali lahan pertambangan agar bisa kembali seperti semula. Mengingat, lahan tersebut yang semestinya mempunyai resapan air yang cukup, ternyata sudah tidak bisa lagi meresap air hujan yang tinggi,” ujar danrem.

Sejauh ini lanjut Danrem sesuatu hal yang telah terbukti dapat mengembalikan kondisi lahan yang tidak produktif dan tidak layak pakai untuk pertanian menjadi layak kembali. Selain itu, Bios 44 ini juga bisa digunakan untuk mengatasi permasalahan lainnya disektor pertanian dan peternakan maupun perikanan  serta memulihkan lahan yang tidak produktif menjadi produktif kembali.

“Kami mengajak masyarakat menggunakan Bios 44, dimana dengan produk ini kita bisa membenahi kembali lahan yang telah terkontaminasi. Yakni, akibat pertambangan menjadi lahan yang produktif lagi sehingga lahan tersebut bisa kembali digunakan masyarakat sekitarnya. Antara lain; untuk pertanian dan hal ini dimaksudkan agar generasi yang akan datang masih bisa menikmati dan memanfaatkan lingkungan sekitarnya”, terang Danrem.

Sejalan dengan itu Sekretatis Daerah Kabupaten Solok Selatan, Yulian Evi menyambut baik upaya yang dilakukan oleh Korem dan jajarannya.

Pihaknya akan menindaklanjuti kepada Dinas terkait dan masyarakat untuk memanfaatkan kesempatan yang baik dalam membantu masyarakat khususnya petani agar menggunakan Bios 44.

Pada kesempatan yang sama, ungkapan rasa terimakasih kepada Danrem 032/Wirabraja dan rombongan mewujudkan kepedulian lewat membantu masyarakat yang terdampak bencana.

Sementara itu, Mursiwal anggota DPRD Kabupaen Solok Selatan mengharapkan Pemerintah Kabupaten Solok Selatan (Sosel), agar memtivasi warga menjaga dan menggunakan alam secara baik dan bijak.

Danrem dan rombongan juga mengunjungi Posko Lapangan Penanganan Darurat Bencana Kecamatan Sangir Batanghari.


Pada kesempatan tersebut Komandan Korem menyakurkan bantuan dengan pemberian sembako dan juga bibit pohon serta Bios 44 untuk membantu petani dalam meningkatkan hasilnya untuk penanganan lahan yang tidak produktif menjadi produktif kembali.

Hadir pada kegiatan tersebut Kasi Intelrem 032/Wbr Kolonel Kav. Mukmin, Kasilogrem 032/Wbr Kolonel Kav. Asep Solihin, Kasiterrem 032/Wbr Kolonel Inf Budi Prasetyo, Dandim 0312/Padang Kolonel Arh Nova Mahanes Yudha, Dandim 0309/Solok Letkol Arh Prio Iswahyudi, Dandim 0307/TD Letkol Edi S. Harahap, Danyonif 131/Brs Letkol Inf M. Erfani, Ketua Persit Koorcab Rem 032 PD I/BB Ibu Mia Kunto beserta pengurus, BPBD, Ketua IOF Sumbar Goance beserta rombongan, Ketua Porbbi Sumbar Sdr. Verry Mulyadi, Bapak Camat, Danramil dan Kapolsek serta tokoh masrakat dan masyarakat setempat.**

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.