-->

Latest Post

JAKARTA - Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) sepenuhnya mendukung penyusunan dan penetapan RUU Omnibus Law Cipta Kerja, serta tidak mendukung segala statement yang disuarakan di ruang publik oleh segelintir organisasi pers underbow Dewan Pers bahwa wartawan Indonesia menolak RUU tersebut.

Hal itu disampaikan Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke dan Sekretaris Jenderal H. Fachrul Razi, Rabu (19/2/2020) dalam pernyataan sikap PPWI terhadap pernyataan Dewan Pers bersama Underbow-nya atas RUU Omnibus Law Cipta Kerja.

Wilson menambahkan, dikeluarkan pernyataan tersebut mengigat beredarnya secara luas undangan jumpa pers Pernyataan Sikap Bersama PWI, IJTI, AJI dan LBH Pers, pada Selasa 18 Febuari 2020 yang memuat beberapa poin berkenaan penolakan atas RUU Omnibus Law Cipta Kerja, dan pernyataan mereka bersama Dewan Pers yang seolah-olah mewakili seluruh wartawan Indonesia.

Ditegaskan Wilson, Dewan Pers, bersama segelintir organisasi pers underbow-nya tidak dibenarkan mengklaim diri mewakili masyarakat pers Indonesia. Apalagi kata Wilson, jumlah konstituen Dewan Pers hanya secuil saja dibandingkan dengan ratusan ribu wartawan dan jutaan pewarta warga yang tergabung dalam berpuluh-puluh organisasi pers berlegalitas Kementerian Hukum dan HAM yang tidak menjadi follower dan tidak mengakui eksistensi kepengurusan Dewan Pers saat ini.

Sambungnya, sehubungan dengan hal tersebut, dimaklumkan kepada seluruh rakyat Indonesia bahwa pernyataan sikap bersama beberapa organisasi pers yang dimotori Dewan Pers tersebut tidak mewakili suara masyarakat pers Indonesia.

Akan tetapi, hal itu merupakan suatu pemikiran sesat yang dikembangkan oleh segelintir organisasi underbow Dewan Pers selama ini yang menyimpang dari ketentuan UU No. 40 tahun 1999 terkait kewenangan Dewan Pers. 

"Dari 21 pasal UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers tersebut, tidak ada satu pasal atau ayat atau huruf pun yang memberikan kewenangan bagi Dewan Pers untuk membuat peraturan teknis tentang pers," tegas Wilson.

Dewan Pers, tambahnga, bukanlah regulator pers. Sesuai ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf (e) UU No. 40 tahun 1999, pembuatan dan penetapan peraturan teknis bidang pers dilakukan oleh organisasi-organisasi pers masing-masing untuk menjadi pedoman teknis kewartawanan bagi anggota di internal organisasi masing-masing. 

"Di organisasi pers inilah makna kemerdekaan dan independensi pers itu dipatrikan, sebagai kanalisasi suara rakyat yang merdeka dan berdaulat, terhindar dari kepentingan politik, kekuasaan, agama, suku, ras, dan anasir sektarian lainnya," ujarnya.

Secara umum, tambahnya lagi, PPWI mendukung penyusunan dan penetapan RUU Omnibus Law Cipta Kerja, serta tidak mendukung segala statement yang disuarakan di ruang publik oleh segelintir organisasi pers underbow Dewan Pers bahwa wartawan Indonesia menolak RUU tersebut. (JML/Red)


PADANG - Wakil Wali Kota Padang Hendri Septa meresmikan pemakaian Musala Al Istighfar yang terletak di Jalan Taruko Rodi, Kelurahan Koto Lua, Kecamatan Pauh, Selasa (18/2/2020).

Hendri mengatakan, dengan diresmikan musala ini diharapkan masyarakat setempat lebih giat lagi melaksanakan ibadah kepada Allah Swt terutama dalam melaksanaan ibadah shalat lima waktu secara berjamaah.

"Ramaikanlah musala ini untuk shalat berjamaah, baca Quran dan kegiatan keagamaan lainnya. Bawa anak-anak sehingga musalah akan ramai dan ini sangat penting untuk mengikat hati anak-anak kita ke masjid," jelas Wawako.

Menurutnya, dengan ramainya musala atau masjid disuatu daerah akan dapat menolak bencana. Ramainya musalah menandakan suatu penduduk itu beriman sehingga Allah Swt tidak akan menurunkan azab kepada mereka.

"Untuk itu ramaikanlah terus masjid musala sehingga tempat kita akan terhindar dari bencana dan bahaya-bahaya lainnya," ulas orang nomor dua di Kota Padang itu.

Wawako Hendri juga berpesan kepada para orang tua untuk selalu memerhatikan pergaulan anak-anak mereka. Jangan sampai anak-anak terjerumus kedalam pergaualan bebas yang dapat merusak masa depan mereka.

"Jika mereka lambat pulang tanya mereka, kenapa lambat pulang, main kemana, main dengan siapa sehingga anak-anak kita betul-betul diawasi," katanya.

Terakhir, Wawako Hendri mengharapkan, masyarakat Kelurahan Koto Lua khususnya, Kota Padang umumnya untuk terus mengimplementasikan program '18-21' didalam keluarga.

"Program ini sangat positif untuk mendekatkan anak-anak dekat dengan orang tua. Sehingga anak-anak akan merasakan sepenuhnya kasih sayang orang tua sehingga mereka lupa dengan pergaulan-pergaulan yang dapat merusak mereka," tukuknya.

Sementara itu, Camat Pauh Jasman mengatakan, sangat menyambut baik dengan berdiri musala Al Istighfar ini. Dengan berdirinya musala ini berarti bertambah pula sarana ibadah di Kecamatan Pauh.

"Rawat, jaga dan gunakan sebaiknya mungkin untuk beribadah kepada Allah Swt," pesannya.

Sementara itu, mewakili Ketua Pengurus Masjid Al Istighfar Yani menyampaikan, Musala Al Istighfar berukuran 9 kali 9 meter dibangun berkat bantuan dana dari anggota DPRD Kota Padang Rafdi dan suwadaya masyarakat setempat.

"Alhamdulillah suwadaya masyarakat setempat terkumpul lebih kurang Rp.60 Juta dan siraman dana Anggota DPRD Kota Padang Rafdi lebih kurang Rp.30 Juta.Hari berkenan Waki wali Kota Padang Bapak Hendri Septa meresmikan pemakaian musala ini. Mewakili masyarakat setempat kami ucapkan terimakasih atas kedatangan bapak," ujarnya.

Hadir dalam peresmian musala tersebut, Anggota DPRD Kota Padang Rafdi, Camat Kecamatan Pauh Jasman, Lurah Koto Lua Sabir, Ketua LPM Zainal, Ketua RW 01 Edwar Rajo Alam, Ketua RT 04 Nofriadi, Pengurus Mushala Al-Istighfar, Babinsa-Babinkamtibmas, Tokoh Masyarakat, alim ulama dan bundo kandung. (Mul/Humas Padang

Oleh :  Yohandri Akmal

Luar biasa, seru dan menarik. Tiga kalimat ini terlintas di pikiran saya terkait perseteruan antara Dewan Pers Indonesia (DPI) dengan Dewan Pers, yang hingga kini terus menghangat.

Sebelum saya memulai tulisan ini, baiknya kita teropong dulu bahwa DPI terbentuk berawal dari Musyawarah Besar Pers Indonesia tahun 2018 dan Kongres Pers Indonesia tahun 2019.

Setelah melewati proses yang cukup panjang dan melelahkan, Dewan Pers Indonesia atau DPI akhirnya resmi disahkan melalui keputusan Kongres Pers Indonesia 2019 waktu itu. Tentunya, umur DPI masih sangat muda jika dibandingkan dengan Dewan Pers.

Kehadiran DPI telah membawa angin segar bagi insan pers tanah air yang berada di luar konstituen Dewan Pers.

Faktanya, hingga kini ribuan media/ perusahaan pers telah tergabung dalam organisasi ini (DPI). Saya menyimpulkan bahwa DPI adalah pahlawan terhadap ribuan Perusahaan Pers. Bagi saya kesimpulan ini bukanlah hal yang berlebihan. 

Perseteruan tersebut ibarat dua orang petinju, antara DPI yang merupakan organisasi independent nan masih muda belia. Sedangkan Dewan Pers dengan usianya yang sudah sangat dewasa, namun kewalahan menghadapi kecerdasan dan kepiawaian DPI. Salah satu persepsi menarik yang terasa saat ini, yakni Dewan Pers dengan pengalaman panjangnya seakan terbaca, seperti dibuat kocar kacir menghadapi kepiawaian DPI.

Seperti diketahui, pernyataan terkhir Ketua Dewan Pers M. Nuh yang menyebutkan “Media Abal-abal Gerogoti APBD, Ini Peringatan Dewan Pers” yang di publish oleh beberapa media, salah satunya media online fajar.co.id. 

Dalam penulisannya menjelaskan “ada dua jenis verifikasi, yakni administrasi dan faktual. Media profesional adalah yang telah memenuhi unsur keduanya. Peraturan Dewan Pers No: 03/PERATURAN-DP/X/2019 tentang Standar Perusahaan Pers dengan gamblang memerinci persyaratan sebuah perusahaan pers”.

Temuan Fajar, ada beberapa pemda yang menjalin kontrak kerja sama dengan media abal-abal. Media abal-abal diartikan sebagai media yang tidak bermutu baik alias tak memenuhi standar perusahaan pers, tulis media tersebut.

Atas pernyataan Ketua Dewan Pers M. Nuh sekaligus akibat ulah tulisan kontroversial media online fajar itu, membuat ribuan media online dan media cetak yang tergabung di DPI (Dewan Pers Indonesia), meradang.  

Wilson Lalengke dan Heintje G. Mandagie dengan keras, membalas balik. Melalui pernyataannya, seakan menampar telak. Sehingga si objeknya dipersiapkan melalui publikasi oleh banyak insan pers, benar benar dipermalukan. Artinya, ibarat di sebuah ring tinju, sekali petinju melayangkan tinjunya membuat gigi dan rahang lawan patah kerontang.

Seperti diketahui, balasan pernyataan dua Tokoh Pers Nasional tersebut banyak dimuat oleh media online. Decak kagum dibenak saya, menjadikan jari tangan saya mengacungkan jempol setinggi tingginya. 

Saya akui, jauh waktu sebelumnya, saya memang bangga menjadi bagian dari DPI. Kebanggaan itu semakin bertambah, usai dipublishnya pernyataan terbaru kedua Tokoh Pers Nasional (Wilson Lalengke dan Heincje Mandagi) ini di banyak media.

Pada pemberitaan selasa kemaren, yang kini telah menjadi trending topik melalui judul mengigitnya “DP Ibarat Kambing Bandot Sedang Birahi”. 

Dewan Pers (DP) saat ini tidak ubahnya seperti seekor kambing bandot (jantan berumur lansia) yang sedang birahi, kebelet mau kawin. Urainya, dalam isi tulisan itu.

Pernyataan (pemberitaan) yang telah viral tersebut disampaikan oleh Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (Ketum PPWI), Wilson Lalengke, S,Pd, M.Sc, MA kepada banyak media, sebagai respon atas kisruh pernyataan Ketua Dewan Pers M. Nuh. (Kesimpulan respon ini, juga dikutip dari banyak sikap insan pers yang tergabung dalam DPI).

Bagi Wilson, kata dia dalam pemberitaan itu, ucapan yang dilontarkan M. Nuh adalah provokatif.

Begitu juga tulisan Heintje G. Mandagie yang juga dipublish serentak pada Selasa kemaren, (17/02/20) dengan judul “Ada Peluang Besar di Antara “Pelacur Pers, Pengemis Sakti dan Dewan Pers”.

Nah, melalui tulisan ini tanpa ada unsur provokasi, saya mempertanyakan? Apakah mental dan pola pikir rekan rekan media yang tergabung dalam DPI, seirama dan semakin bersemangat seperti kedua tokoh kita ini atau sebaliknya, menciut?.

Sebenarnya, kita tidak mau ikut verifikasi Dewan Pers, bukan berarti tidak mampu. Akan tetapi, ada persoalan harga diri yang menjadi pertimbangan tersendiri dalam hal itu. Sebab, secara keseluruhan banyak media yang tergabung dalam DPI (Non DP) merupakan para senior hebat dan wartawan kritis. Sejatinya, untuk tunduk kepada DP bukanlah pilihan, tapi untuk tunduk pada kebenaran merupakan pilihan utama.

"Jangan mengaku cinta NKRI, jika masih bisa diatur oleh secuil kekuasaan. Dan jangan mengaku benar, bila membiarkan penindasan terjadi".


Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.