-->

Latest Post

SUMBAR - MEDIAPORTALANDA - Pemerintah Kabupaten Solok menyatakan siap mematuhi dan menindaklanjuti instruksi Gubernur Sumatera Barat untuk menghentikan proses reklamasi atau pembangunan pendukung sektor kepariwisataan di dermaga Jorong Kalukua, Nagari Singkarak. Hal ini disampaikan Bupati Solok Epyardi Asda dalam rapat perkembangan kegiatan pembangunan Danau Singkarak di ZHM Premiere Hotel, Kota Padang, Jum’at (28/1/2022).


Menurut Epayardi, Pemkab Solok telah mengambil langkah cepat dalam menindaklanjuti Instruksi dari Gubernur Sumbar untuk menghentikan proses pengerjaan pembangunan reklamasi. Pihaknya juga mengatakan bahwa siap mendengarkan arahan Pemprov Sumbar sesuai dengan aturan.

“Saya siap mengikuti apapun keputusan dari Pemerintah Daerah, untuk menertibkan dan membongkar kembali atau memulihkan lokasi tersebut,” ungkapnya.


Bupati mengatakan, akan patuh dan taat terhadap setiap perintah dan instruksi yang diperintahkan oleh Gubernur. Selain itu, penghentian proses pengerjaan di kawasan wisata Danau Singkarak ini sejatinya telah diberhentikan sejak dua Minggu lalu.


“Proses pengerjaan telah lama kita hentikan hingga kini tidak boleh ada pekerjaan lanjutan sampai ada izin dari pihak Pemerintah Provinsi. Karena kewenangan kawasan danau adalah pihak pemerintah provinsi,” ucapnya.


Sebelumnya, dalam kegiatan Focus Group Discusion (FGD), Deputi Koordinasi dan supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudhiawan Wibisono, KPK telah menetapkan empat poin rekomendasi terkait penyelamatan danau prioritas. 

Pertama, seluruh pemangku kepentingan segera mengimplementasikan rekomendasi atau pengawasan terhadap program penyelamatan danau prioritas nasional di Sumatera Barat.


Kedua, seluruh pemangku kepentingan segera menyusun, menetapkan, melaksanakan dan mematuhi strategi penyelamatan danau prioritas sesuai Peraturan Presiden Nomor 60 tahun 2021 tentang penyelamatan danau prioritas nasional. 


Ketiga, inventariasi perijinan dan non perijinan yang ada di Sumatra Barat dan memastikan telah dilakukan pendelegasian kewenangan penyelenggaraan seluruh layanan perizinan dan non perizinan kepada DPMPTSP serta mengefektifkan implementasinya. Terakhir, melakukan penertiban kegiatan yang tidak memiliki ijin di badan danau maupun sepadan danau.(**)


SUMBAR - MEDIAPORTALANDA - Gubernur Sumbar, dan tiga bupati, Forkopimda serta Kementerian ATR/BPN, Kemen PUPR juga Komisi Pemberantasan Korupsi, sepakat berkomitmen menjalankan fungsi dan perannya masing-masing untuk menyelamatkan dua objek vital yang ada di Sumbar, yakni dua danau prioritas nasional, Danau Singkarak dan Danau Maninjau. Ketegasan itu terungkap dalam Focus Groups Discussion (FGD) Kolaborasi Penyelamatan Danau Prioritas Nasional, pertemuan tersebut bertempat di Hotel yang ada di Padang, Jumat (28/1/2022). 


Hadir sebagai pembicara dalam kegiatan yang digelar oleh Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kemen ATR/BPN) tersebut, Gubernur Sumbar Mahyeldi, Dirjen Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang Kemen ATR/BPN Budi Situmorang, Deputi koordinasi dan supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi Yudhiawan Wibisono, dan Direktur Sumber Daya Air, Kementerian PUPR, Jarot Widyoko. Sedangkan sebagai penanggap menghadirkan Bupati Solok Epyardi Asda, Bupati Tanah Datar Eka Putra, dan Bupati Agam Andri Warman.

Bupati Agam menyatakan bahwa sudah menjadi program prioritas Pemkab Agam untuk menjadikan Danau Maninjau sebagai objek wisata unggulan dan Pemkab bersama masyarakat siap menyelamatkan Danau Maninjau, namun butuh bantuan pusat karena terkendala biaya yang besar. Bupati Tanah Datar juga menyatakan komitmennya. Bahkan menurut Eka, Ranperda RTRW sudah dalam proses. Selain itu, Eka mengaku kekurangan tenaga dalam upaya penertiban bangunan liar yang ada di sepanjang Danau Singkarak.


Hal senada juga disampaikan Bupati Solok Epyardi Asda. Ia Bahkan mengajak para pembicara untuk bersama-sama melihat langsung kondisi Danau Singkarak saat ini banyak berdiri bangunan liar disepanjang danau. Dan menurut Epyardi, pihaknya telah berupaya untuk menertibkan bangunan – bangunan reklamasi dengan cara menyegelnya.


“Kami memohon kepada bapak untuk memberikan dukungan dan moril kepada kami semua dengan komitmen Kabupaten Solok siap melaksanakan arahan dari bapak semua dan siap untuk melakukan bersama demi maju dan revitalisasi. Mudah- mudahan dengan adanya bantuan dan arahan dari bapak temasuk dari bapak Gubernur bisa kita merevitalisasi Danau Singkarak,” ucap Epyardi.


Sementara itu, Gubernur Sumbar Buya Mahyeldi, menyampaikan beberapa solusi berupa program berkesinambungan yang bisa dilakukan untuk penyelamatan danau dengan optimalisasi peran nagari. Menurut Buya, Nagari bisa tampil sebagai fungsi kontrol paling dekat dengan Danau. 


“Solusi sempadan danau, bisa dimaksimalkan dengan fungsi kontrol nagari. Tingkatkan fungsi pengawasan nagari. Kita siap bersinergi dan kerjasama dalam rangka untuk pengendalian Danau Maninjau dan Danau Singkarak. Namun memang perlu dukungan dari pusat, tidak kuat kita sendiri,” kata Buya Mahyeldi.


Tujuan diadakannya FGD, ini menurut Budi Situmorang adalah untuk menegaskan bahwa negara tidak absen dan pemerintah ingin menyelamatkan 15 danau prioritas nasional yang dua diantaranya berada di Sumbar. Hal ini bahkan menjadi perhatian khusus Presiden Joko Widodo dengan terbitnya Perpres No. 60 Tahun 2021.


“Danau sebagai objek vital perlu kita selamatkan. Negara hadir dan secara tegas akan melakukan sanksi pidana sebagai kebijakan terakhir jika sudah kebablasan. Melalui FGD ini kita harap kita bisa mengetahui peran kita masing-masing. Danau prioritas ini ada nilai strategisnya. Ada nilai ekonomis, ekologis, dan sosial budaya. Beberapa danau kondisinya terancam terdegradasi karena pembangunan, pemukiman, dan lainnya. Danau ini juga aset yang harus dijaga untuk generasi selanjutnya,” kata Budi.


Salah satu peran yang bisa dilakukan kepala daerah menurut Budi adalah dengan menetapkan instrumen pengendalian danau dalam rencana tata ruang tata wilayah (RTRW) masing-masing daerah. “Pemanfaatan ruang mesti kita kendalikan, bupati memegang peran utama. Kita ingin instrumen pengendalian dimasukkan dalam RTRW, sehingga tidak akan kejadian apa yang telah terjadi di banyak daerah, danau dan situ yang hilang akibat reklamasi dan pemukiman,” tambah Budi.


Kemudian, Direktur Sumber Daya Air, Kementerian PUPR, Jarot Widyoko memaparkan daerah sempadan danau harus berjarak 100 meter dari dari danau atau minimal 50 meter. Hal ini untuk mengantisipasi daya rusak air. Lalu, untuk pembangunan yang dibolehkan di daerah sempadan danau hanya bangunan untuk pengelolaan sumber daya air, bangunan ketenagalistrikan, jalur pipa gas dan air minum, bentangan kabel listrik dan komunikasi serta prasarana pariwisata, olahraga dan keagamaan.


“Semua itu diperbolehkan dengan catatan asal ada izin. Sedangkan untuk bangunan yang sudah terlanjur ada sebelum terbitnya PP 60 tahun 2021, statusnya status quo. Artinya dibiarkan saja, tidak boleh direhab dan izin tidak diberikan lagi,” ungkap Jarot.


Terakhir, Deputi koordinasi dan supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi Yudhiawan Wibisono menjelaskan kehadiran KPK dalam persoalan danau ini adalah bagian dari tugas pokok KPK dari sisi pencegahan.


“Kami hadir karena tugas pokok kami untuk sisi pencegahan. Salah satunya manajemen aset. KPK ingin memastikan jangan sampai aset itu rusak atau hilang. Jika tidak bisa dicegah, akan ditindak. Target kami, tahun 2024, semua aset negara sudah harus bersertifikat, termasuk danau,” tegas Yudhiawan.(**)


JAKARTA - MEDIAPORTALANDA - Dua orang saksi dihadirkan pada sidang lanjutan perkara Nomor 38/PUU-XIX/2021 tentang Pengujian UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers terhadap UUD 1945 di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Rabu (26/1/2022) bicara tentang pelaksanaan Uji Komptensi Wartawan di Dewan Pers merupakan bukti terjadinya ketidakjelasan tafsir Undang-Undang Pers.


Saksi Dedik Sugianto selaku Ketua Umum organisasi pers Sindikat Wartawan Indonesia menjelaskan kepada Majelis Hakim MK mengenai kerugian konstitusionalitas organisasi pers akibat ketidakjelasan tafsir Pasal 15 Ayat (2) huruf f dan Ayat (5). 


Karena kesalahan tafsir tentang UU Pers tersebut menyebabkan kesepakatan organisasi-organisasi pers pada tahun 2006 tentang peraturan standar organisasi wartawan dijadikan Dewan Pers menjadi Peraturan  Dewan Pers. 


“Akibatnya kami yang mendirikan organisasi pers sesudah tahun 2006 itu  kehilangan kesempatan membuat peraturan pers. Seharusnya kesepakatan bersama itu menjadi peraturan masing-masing organisasi pers termasuk SWI meski tidak ikut menyusun dan memutuskannya,” ungkap Dedik. 


Akibatnya, menurut Dedik, pihak SWI sebagai organisasi pers berbadan hukum yang diakui negara melalui SK Menkumham Nomor : AHU-0011935.AH.01.07 Tahun 2017 tidak pernah diajak atau diundang Dewan Pers untuk mengusulkan pencalonan anggota Dewan Pers dan kehilangan hak untuk memilih dan dipilih sebagai anggota Dewan Pers.


Dedik juga memaparkan contoh konkrit kerugian konstitusional pihaknya karena Dewan Pers sebagai fasilitator justeru membuat Peraturan Pers yakni Peraturan Dewan Pers Nomor 01/Peraturan-DP/X/2018 Tentang Standar Kompetensi Wartawan.


Peraturan ini menurutnya sangat merugikan wartawan Indonesia dan mengganggu sistem sertifikasi kompetensi kerja nasional Indonesia. 


“Sebab UKW yang dilaksanakan Dewan Pers menggunakan penguji kompetensi yang tidak memiliki Sertifikat Asesor  yang dikeluarkan oleh BNSP. Padahal setiap penguji kompetensi wajib bersertifikat Asesor Kompetensi. Dan Lembaga Pengujinya pun wajib berlisensi BNSP,” terangnya.


“Seharusnya wartawan yang diuji kompetensi memiliki sertifikat dari BNSP yang sah dan diakui pemerintah serta dunia internasional,” jelas Dedik.


Oleh karena kerugian konstitusionalitas itulah Dedik mengatakan, pihaknya selaku Ketum SWI ikut membentuk Dewan Pers Indonesia yang Independen sesuai amanah UU Pers melalui Kongres Pers Indonesia 2019 yang demokratis. 


“Sayangnya setelah saya mencalonkan diri dan ikut terpilih sebagai Anggota Dewan Pers Indonesia namun pengajuan penetapan Keanggotaan DPI tidak kunjung ditetapkan melalui SK Presiden meski sudah diajukan ke Presiden,” urainya.


Hal itu menurut Dedik, karena ketidakjelasan tafsir pasal 15 ayat 5 UU Pers yang seolah memberikan kewenangan kepada Presiden untuk menentukan sendiri menolak atau menerima pengesahan keanggotaan Dewan Pers.


Senada dengan Dedik, saksi lainnya Hika Transisia selaku Sekretaris Jenderal Jurnalis Nasional Indonesia ikut mengungkap kerugian konstitusionalitasnya karena ketidakjelasan tafsir UU Pers. 


Hika Transisia menjelaskan, pihaknya mengalami kerugian konstitusionalitas karena tidak dapat menentukan dan menyusun peraturan-peraturan dibidang pers. 


Menurutnya, Dewan Pers telah membuat dan menentukan sendiri peraturan tanpa melibatkan JNI sebagai organisasi Pers yang telah memiliki struktur kepengurusan yang jelas dan lengkap serta telah sah berbadan hukum berdasarkan SK Menkumham Nomor : AHU-0010829.AH.01.07 Tahun 2019. 


“Sejatinya kesepakatan peraturan oleh organisasi-organisasi pers itu dibuat dan di SK kan oleh masing organisasi pers untuk menjadi alasan dan target mencapai standar sesuai peraturan itu. Tapi juga tidak menghalangi atau membatasi pengurus atau anggota JNI mengajukan calon atau memilih dan dipilih sebagai anggota Dewan Pers,” ungkap Hika. 


Sebagai Asesor Kompetensi dari JNI pada LSP Pers Indonesia, Hika juga menuturkan, pihaknya mengalami kerugian konstitusionalitas karena ketidakjelasan tafsir pasal 15 Ayat 2 huruf f UU Pers. “Dewan Pers telah mengambil alih hak kami untuk menyusun dan membuat peraturan di bidang pers khususnya tentang Standar Kompetensi Wartawan,” ungkapnya. 


Akibatnya Standar Uji Kompetensi Wartawan yang selama ini dijalankan oleh Dewan Pers, Pelaksanaan Uji Kompetensinya tidak sesuai dengan  sistem sertifikasi kompetensi kerja Nasional Indonesia. 


Menariknya pada sidang ini, kuasa hukum pemohon Vincent Suriadinata menanyakan kepada kedua saksi mengenai kerugian konstitusionalitas terkait apakah organisasi kedua saksi dilibatkan Dewan Pers dalam penyusunan peraturan Dewan Pers. Kedua saksi seragam mengaku tidak tahu dan tidak pernah difasilitasi Dewan Pers dalam menyusun peraturan pers. 


Turut hadir dalam sidang kali ini perwakilan dari Kuasa Hukum Presiden RI, pihak terkait Dewan Pers, organisasi pers PWI, AJI, dan AMSI, Kuasa Hukum Pemohon Vincent Suriadinata, SH., MH dan Christo Laurenz Sanaki, SH.


Sementara dari pihak pemohon yang hadir Heintje Mandagi dan Soegiharto Santoso. Ketua Majelis Hakim MK majelisnya Anwar Usman yang memimpin sidang menanyakan ke pihak kuasa hukum Presiden RI dan pihak terkait Dewan Pers untuk menghadirkan saksi dan ahli pada sidang berikut. 


Dewan Pers meminta menghadirkan 3 orang saksi dan 3 orang ahli. Sementara pihak pemerintah memilih tidak mengajukan saksi dan ahli. 


Sidang perkara uji materi UU Pers ini akan dilanjutkan pada 16 Februari 2022

untuk mendengarkan keterangan saksi dari Dewan Pers dan DPR. Khusus saksi dari DPR selama persidangan selalu berhalangan hadir.  ***

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.