Baca Juga
BIREUEN - Ketua DPC PPWI Bireuen, Rusmadi,
menyatakan sangat kecewa terhadap pihak penegak hukum. Seharusnya kasus yang
dihadapi Epong Reza, salah satu wartawan media realitas tersebut tidak harus
masuk ke persidangan.
Menurut Rusmadi, kasus yang dihadapi Epong Reza seperti
terlalu dipaksakan. "Baru kali ini terjadi di Bireuen, wartawan di proses
hingga ke pengadilan," ungkapnya kepada media ini setelah menghadiri
sidang perdana Epong Reza, Selasa (5/3/2019).
"Saya sangat kecewa, kasus Epong Reza seperti
dipaksakan, buktinya penangguhan tahanan saja tidak diberikan. Seharusnya
Polres Bireuen jangan seperti itu terhadap wartawan, karena selama ini wartawan
Bireuen sudah bermitra dengan baik," tambahnya.
"Kami sangat menghargai hukum, tetapi tidak harus
seperti ini karena masalah Epong Reza bukan masalah terorisme, tetapi dia
seorang wartawan. Apa salahnya jika diberikan penangguhan tahanan. Ada yang
janggal dengan masalah ini," tuturnya.
Seperti diketahui Epong Reza menjalani sidang perdana kasus
UU ITE yang dihadapi wartawan online Media Realitas tersebut di Pengadilan
Negeri Bireuen. Puluhan wartawan yang bertugas di area Bireuen turut menghadiri
dan mengawal kasus tersebut.
Sidang dipimpin Majelis Hakim Zufida Hanum SH, MH dengan
hakim anggota Mukhtar SH dan Mukhtaruddin SH.
Jaksa Penuntut Umum Muhammad Gempa Awaljon Putra, SH, MH lalu
membacakan dakwaan. Dalam dakwaan itu disebutkan, 25 Agustus 2018, dengan
sengaja tanpa hak mendistribusikan atau mentrasmisikan atau membuat dapat
diaksesnya informasi elektronik atau dokumen elektonik yang memiliki muatan
penghinaan atau pencemaran nama baik.
Terdakwa melihat adanya kendaraan dump truck yang diduga
milik PT Takabeya Perkasa Group yang diduga melakukan penyalahgunaan minyak
bersubsidi di SPBU Gampong Sawang, Peudada.
Lalu terdakwa membuat dan menulis berita di
MediaRealitas.Com, dengan judul Merasa Kebal Hukum Adik Bupati Bireuen Diduga
Terus Gunakan Minyak Subsidi untuk Perusahaan Raksasa.
Dengan menggunakan HP merek Oppo putih mendistribusikan akun
link berita tersebut menyebarkan melalui akun facebooknya Epong Reza, menulis
judul Merasa kebal hukum adik Bupati Bireuen Diduga Terus Gunakan Minyak
Subaidi untuk Perusahaan Raksasa dibagikan sebanyak 19 kali dan 55 komentar, 99
tanggapan.
“Saksi H Mukhlis A.Md Bin Cut Hasan adalah adik Bupati
Bireuen saat ini, yang merupakan Direktur Utama Perusahaan tersebut tidak
menggunakan minyak subsidi karena telah bekerjasama dengan PT Mulya Globalindo,
untuk kebutuhan seluruh perusahaanya. Sehingga postingan melalui akun facebook
tersebut telah membuat saksi H Mukhlis merasa sangat malu, terhina dan tercemar
nama baiknnya, kemudian membuat laporan polisi pada 4 September 2018,” baca
Muhammad Gempa.
Perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam
pidana dalam Pasal 45 A ayat (1) Jo Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang UU ITE sebagiamana telah dirubah dengan
UU Nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Sementara itu, Ketua Umum PPWI Wilson Lalengke di Jakarta
menyampaikan pesannya agar rekan-rekan jurnalis di Bireuen terus memberikan
dukungan moral kepada rekan Epong Reza dalam menghadapi masalah ini. Alumni
program Pascasarjana dari Universitas Utrecht Belanda ini juga menegakan bahwa
PPWI akan terus berjuang menolak kriminalisasi terhadap hak bersuara seluruh
warga di manapun, sesuai Pasal 28 F Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia, dan Pasal 19 Deklarasi HAM PBB tahun 1948.
"PPWI dan segenap jurnalis Indonesia akan terus berjuang
menolak kriminalisasi terhadap suara masyarakat yang merupakan Hak Asasi
Manusia setiap orang, terutama wartawan. Kita harus terus kawal kasus
kriminalisasi Epong Reza ini, terus suarakan temuan-temuan terkait perilaku
penguasa dan pengusaha yang merugikan rakyat di lingkungan masing-masing.
Khusus teman-teman PPWI Bireuen, agar memberikan dukungan moral terhadap korban
kriminalisasi PT. Takabeya yang diduga berkomplot dengan aparat dan perangkat
hukum di sana," tegas Wilson yang merupakan Alumni PPRA-48 Lemhannas RI
tahun 2012, melalui sambungan WhatsApp-nya, Selasa, 5 Maret 2019. (MS/Red)