Baca Juga
MPA,JAKARTA - Dugaan rekayasa dan kriminalisasi
jilid 2 terhadap Ir. Soegiharto Santoso alias Hoky selaku Ketua Umum Asosiasi
Pengusaha Komputer Indonesia (Ketum Apkomindo) akan diuji di Pengadilan Negeri
Bantul, pada hari Rabu, tanggal 27 Maret 2019 mendatang. Sebelumnya, Hoky yang
juga merupakan Wapemred media online www.infobreakingnews.com ini telah
mengalami proses kriminalisasi jilid 1 dan sempat ditahan selama 43 (empat
puluh tiga) hari dari 24 November 2016 hingga 05 Januari 2017 di Rutan Bantul.
Saat itu, para oknum penegak hukum dengan semena-mena memproses laporan
bernomor: LP/392/IV/2016/ Bareskrim Polri atas laporan rekayasa yang dilakukan
oleh Agus Setiawan Lie atas kuasa Sonny Franslay.

Kali ini dugaan rekayasa laporan polisi dilakukan oleh Faaz
Ismail yang merupakan kolega dari Agus Setiawan Lie dan Sonny Franslay. Bahkan
menurut pengakuan Faaz pada saat membuat laporan di Polres Bantul dengan
LP/109/V/2017/SPKT, tertanggal 24 Mei 2017, dia didampingi oleh Agus Setiawan
Lie.
Faaz, bersama dua orang saksi yaitu JPU Ansyori, SH dan
Suwandi Sutikno diduga melakukan rekayasa membuat laporan dan keterangan palsu
tentang tindak pidana penganiayaan berat sebagaimana dimaksud dalam pasal 351
KUHP, dengan tersangka Hoky. Dalam BAP, mereka menyatakan Hoky melakukan
pemukulan terhadap Faaz Ismail, sementara Hoky memastikan tidak pernah
melakukan tindak pidana penganiayaan sama sekali.
Oleh karena itu, Hoky melakukan Praperadilan terhadap Polres
Bantul dengan perkara nomor 3/Pid.Pra/2018/PN Btl. dan dalam persidangan
Praperadilan tersebut hadir 5 (lima) orang Saksi yaitu; Dicky
Purnawibawa, Edy Anantoratadhi, Ngongo Bili (Veri), Andi Riyanto dan Rohman
Yudi Ardianto (Anang) yang menyatakan tidak ada tindak pidana penganiayaan sama
sekali. Yang terjadi hanyalah ribut-ribut soal kata-kata “kutu kupret” saja.
Selain itu, ada 3 (tiga) orang saksi, yaitu Darma Kusuma Setya, Christian
Yanuar dan Joko Rianto, dalam BAP di Polres Bantul telah menyatakan hal yang
sama yaitu tidak melihat adanya tindak pidana penganiayaan.
Hoky menempuh proses Praperadilan terhadap Polres Bantul
karena memang tidak ada tindak pidana penganiayaan sama sekali. Bahkan, Hoky
memastikan tidak pernah memperoleh surat panggilan pertama, tetapi langsung
surat panggilan kedua. Juga tidak ada bukti visum, termasuk pada CCTV di PN
Bantul tidak ada bukti penganiayaan sama sekali. Namun mengherankan, pada
tanggal 15 Januari 2019 Hoky ditetapkan sebagai tersangka, walapun telah
dilakukan perubahan dari tindak pidana penganiayaan berat pasal 351 KUHP
menjadi tindak pidana penganiayaan ringan Pasal 352 KUHP.
Saat dilakukan konfirmasi oleh awak media, Hoky menyatakan
siap menghadapi kasus rekayasa dan kriminalisasi tersebut. “Saya tetap akan
hadapi dan siap hadir di PN Bantul. Bahkan saya telah proaktif menghubungi
penyidik, saya juga telah mengirimkan Chat WA kepada penyidik termasuk ke Sdr.
Faaz dan Sdr. Suwandi agar pelapor dan saksi hadir. Termasuk saya menghubungi
via call dan SMS saksi JPU Ansyori SH, karena saksi JPU Ansyori SH tidak
menggunakan WA. Tentu saja harapan saya mereka hadir, agar terungkap di muka
persidangan rekayasa mereka,” ujar Hoky.
Seperti saat sidang pada tahun 2017, lanjut Hoky, dimana
salah satu saksi lawan mengungkapkan tentang benar ada orang yang menyiapkan
dana agar saya masuk penjara. “Kesaksian tersebut tertuliskan dalam salinan
putusan 3/Pid.Sus/2017/PN Btl. (Hak Cipta). Hebat sekali-kan orang yang
menyiapkan dana untuk masukan saya ke penjara,” kata Hoky kepada sejumlah
media, Minggu (24/3/2019) di Jakarta.
Upaya mengkriminaliasi Hoky selaku Ketum Apkomindo terus-menerus
dilakukan sejak dia menjabat sebagai Ketum Apkomindo di awal tahun 2015 hingga
saat ini di tahun 2019. Faktanya telah ada 5 (lima) laporan polisi atas Hoky,
yaitu satu di Polres Jakarta Pusat, tiga di Bareskrim Polri dan satu di Polres
Bantul. Seluruh laporan polisi tersebut diduga merupakan rekayasa hukum dan
dibuat-buat, sehingga satu-persatu dapat diatasi dengan baik oleh Hoky. Apalagi
saat ini Hoky bersama dengan beberapa koleganya telah mendirikan kantor
pengacara dengan nama Mustika Raja Law Office untuk membantu mengatasi
permasalahan hukum dirinya, sekaligus untuk membantu teman-teman yang
membutuhkan.
Sebenarnya, bukan hanya 5 (lima) laporan polisi saja yang
harus dihadapi oleh Hoky. Hingga saat ini telah ada total 13 (tiga belas)
Perkara Pengadilan berkaitan dengan Apkomindo. Sebelas perkara diantaranya
suudah diselesaikan, antara lain; 1 (satu) di PN Jakarta Timur, 1 (satu) di PT DKI Jakarta, 1 (satu) di PTUN,
1 (satu) di PT TUN, 3 (tiga) di PN Bantul, 1 (satu) di PN Jakarta Pusat dan 3
(tiga) di MA.
Saat ini Hoky juga sedang menghadapi gugatan baru dari Rudy
Dermawan Muladi dan Faaz Ismail, dimana Rudy dan Faaz yang sejak 14 Februari
2018 sudah dinyatakan sebagai tersangka
tindak pidana pencemaran nama baik dan Undang Undang ITE di Polda DIY atas
laporan polisi nomor : LP/362/VII/2017/DIY/SPKT. Sayangnya, hingga kini telah
lebih dari 1 (satu) tahun lamanya, kasus yang dilaporkan korban Hoky tersebut
masih belum dilimpahkan kepenuntutan, Sedangkan sebaliknya, Faaz Ismail, cs
yang melaporkan kasus tindak pidana ringan (Tipiring) Hoky dengan Pasal 352
KUHP ini perkaranya sudah sedang berjalan di Pengadilan Negeri Bantul,
Yogyakarta.
Gugatan baru Rudy dan Faaz adalah terkait perkara perdata
dengan nomor 633/Pdt.G/2018/PN JKT.SEL di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,
dimana Rudy dan Faaz mengklaim dirinya masing-masing sebagai Ketum dan Sekjen
DPP Apkomindo masa bakti 2015-2020. Para penggugat ini tidak tanggung-tanggung,
mereka menggunakan jasa pengacara terkenal yaitu Prof. Dr. Otto Hasibuan, SH.,
MM. Selain Hoky, masih ada tergugat lainnya yaitu; Muzakkir, Go Andri Sugondo,
Agustinus Sutandar, Gomulia Oscar, dan Suwato Kumala, ditambah beberapa turut
tergugat lainnya, yaitu; Felix Lukas Lukmana, H. Hendra Widya, SE, MM, MBA,
Nurul Larasati, SH, Erlien Wulandari, SH, dan Dini Lastari Siburian, SH.
“Secara kebetulan, pada saat yang sama yaitu hari Rabu,
tanggal 27 Maret 2019 akan ada agenda sidang lanjutan di PN Jakarta Selatan,
namun saya harus memilih hadir di PN Bantul, sebab untuk di PN Jakarta Selatan
merupakan sidang gugatan perdata, sedangkan di PN Bantul adalah sidang pidana,”
jelas Hoky.
Hoky yang sempat menjadi Ketua Pantia Kongres Pers Indonesia
pada tanggal 06 Maret 2019 lalu di Asrama Haji Pondok Gede, menghimbau agar
teman-teman jurnalis berkenan membantu melakukan pemberitaan, namun tetap
berimbang serta adil. “Saya senang jika teman-teman jurnalis yang berdomisili
di sekitar Bantul seperti dari Yogyakarta, dari Sleman, dari Gunung Kidul dan
dari Kulon Progo berkenan hadir dan meliput sidangnya, karena akan semakin
terungkap tentang Pihak lawan selalu berupaya melakukan rekayasa hukum terhadap
diri saya,” tambah Hoky berharap.
Bahkan, imbuhnya, Sdr. Faaz sempat menyatakan kepada saya
bahwa untuk gugatan di PN Jakarta Selatan itu dia hanya tanda tangan saja dan
ada orang yang membiayai pembayaran kepada pengacara-nya. “Nanti bisa bertanya
langsung ke Sdr. Faaz di PN Bantul. Mereka berpikir hukum itu bisa dibeli dan
direkayasa, padahal jaman telah berubah. Faktanya saya telah menang di MA
hingga 3 perkara dari pihak mereka, bahkan Kasasi JPU dengan tuntutan penjara 6
tahun telah ditolak oleh MA. Saat ini saya sedang menantikan salinan putusan
dari MA, mereka malah masih bermain-main dengan hukum terus. Yakinlah, tidak
lama lagi kelompok mereka akan menuai apa yang telah mereka taburkan,” pungkas
Hoky optimis. (SSH/Red)