Baca Juga
Oleh: Johan
Efraim Rumbino
Papua Berduka
Seminggu sudah Papua berduka dan bersedih dengan adanya
bencana di Sentani - Jayapura, dan dalam waktu satu minggu ini juga kita orang
Papua bahkan Indonesia belajar dari artinya toleransi dari Papua dan satu hal
yang sangat penting untuk kita orang Papua pelajari adalah siapa saudara kita
sebenarnya? Apakah mereka yang hanya lantang berteriak menuntut kemerdekaan
Papua dengan alasan agar Orang Papua bisa menjadi tuan ditanah sendiri ataukah
mereka yang selalu disebut dengan sebutan kolonial yang juga berbeda warna
kulit dengan kita tapi bisa ikut berduka ketika Papua dilanda duka dan juga
menetaskan air mata bahkan memberi dari kekurangan mereka karena mereka anggap
kita adalah saudara? Hanya kita yang melihat dengan hati yang mampu
menjawabnya.
Siapa Saudara
Sesungguhnya
Bencana alam yang terjadi semuanya tidak terlepas dari
kehendak Tuhan. Kita semua umat yang percaya mengimani hal itu, karena segala
sesuatu yang terjadi di muka bumi ini adalah kehendak Tuhan, Duka kita telah
berlalu dan kita harus bangkit kembali. Dalam duka kita semua mendapat
pelajaran hidup yang penting dimana saudara-saudara kita dari Sabang - Merauke
turut merasakan duka yang kita alami di Papua.
Saya sendiri melihat bagaimana saudara-saudara kita yang
selama ini selalu dikatakan sebagai kolonial maupun penjajah, merekalah yang
selalu ada sejak bencana itu terjadi. Merekalah yang mengorbankan waktu, bahkan
mampu berbagi dari kekurangan mereka untuk membantu saudara-saudara kita di
Sentani. Mereka membantu dengan ikhlas tanpa ada paksaan. Karena apa? Karena
Papua adalah saudara mereka, Papua adalah bagian dari Indonesia, yang ketika
Papua menangis maka mereka ikut menangis.
Ada satu hal yang sangat menyentuh saya ketika hari Minggu
kemarin. Saat itu saya dalam perjalanan ke Bandara Sentani untuk berangkat
balik ke Jakarta setelah 3 hari saya berada di Sentani untuk memberikan bantuan
bagi saudara-saudara saya. Di tengah perjalanan menuju bandara saya berpapasan
dengan segerombol penjual bakso yang menggunakan motor. Jumlah sekitar 30-an
motor, mereka dikawal Polisi. Saya pun bingung dan bertanya dalam hati kemana
mereka akan pergi?
Karena penasaran, saya memutuskan untuk mengikuti mereka dari
belakang. Dan, alangkah terkejutnya saya ketika melihat langsung bahwa mereka
hadir di Sentani untuk berbagi dengan saudara-saudara mereka yang menjadi
korban bencana. Bakso yang biasa mereka jual, kali ini mereka sediakan secara
gratis dan cuma-cuma.
Sungguh kasih yang luar biasa yang mereka tunjukan, dalam
kekurangan pun mereka masih mampu berbagi. Kasih seperti inilah yang Tuhan
Yesus ajarkan kepada kita. Mereka yang tidak seiman dengan kita mampu
menunjukan itu dalam duka kita saat ini.
Pejuang Papua Hanya
Mampu Berkoar
Duka Sentani - Papua sudah seminggu ini. Namun, Sentani mulai
bangkit membangun kembali puing-puing tangisan yang tersisa. Pertanyaan muncul,
dimanakah mereka yang katanya berjuang bagi bangsa Papua? Dimanakah Beny Wenda?
Dimanakah Viktor Yeimo? Dimanakah Socratez Yoman? Dimanakah Laurenz Kadepa?
Dimanakah KNPB? Dimanakah ULMWP? Dimanakah OPM? Tidakkah kalian lihat Papua
sedang menangis? Dimana uluran tangan kalian untuk membantu saudara-saudara
kita? Dengan hebat dan lantang kalian sering berteriak bahwa kalianlah yang
berjuang untuk Papua, tetapi ketika Papua menangis, kalian semua menghilang
tanpa jejak. Bahkan untuk mengotori tangan kalian demi mengangkat jenasah
saudara-saudara kalian pun tidak terjadi sama sekali.
Terima kasih untuk semua tindakan kalian ini, karena dari
semua ini kami orang Papua belajar bahwa keluarga kami sebenarnya adalah
Indonesia, saudara kami sebenarnya adalah mereka yang berbeda warna kulit
dengan kami tetapi mempunyai hati dan belas kasih seperti kami.
Duka kami adalah Duka Indonesia. Karena kami Papua, kami
Indonesia.
Jakarta, 25 Maret 2019
Penulis adalah aktivis Gerakan Bangun Papua