Baca Juga
Ketum PPWI,Wilson Lalengke. Photo Istimewa
JAKARTA , – Dewan Pers (DP) saat ini tidak ubahnya seperti seekor
kambing bandot (jantan berumur lansia) yang sedang birahi, kebelet mau kawin.
Pernyataan itu disampaikan Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (Ketum
PPWI), Wilson Lalengke, S,Pd, M.Sc, MA kepada media, sebagai respon atas kisruh
pernyataan Ketua DP M. Nuh terkait keharusan pemerintah menolak bekerja sama
dengan media-media yang tidak terverifikasi DP.
Sebagaimana ramai diberitakan
bahwa mantan mendiknas M. Nuh yang saat ini menjabat sebagai Ketua DP,
memberikan pernyataan yang bersifat menghasut pemerintah, baik pusat maupun
daerah agar tidak melakukan kerjasama dengan pengelola media yang belum
terverifikasi DP. Hal itu disampaikan M. Nuh di Makassar beberapa waktu lalu.
Pernyataan tersebut langsung menyulut reaksi keras dari beberapa pengelola
media dan organisasi pers tanah air.
Bagi Wilson, kata dia, ucapan
provokatif seperti yang dilontarkan M. Nuh bukanlah hal baru dan luar biasa.
Dia melihatnya sebagai hal yang biasa saja, dan tidak perlu ditanggapi serius.
“Sebagai ketua sebuah lembaga penampung para komprador yang kehilangan harga
diri di tingkat nasional, wajar saja dia cari panggung pemberitaan. Jadi, itu
biasa saja,” ungkap lulusan PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu, Senin, 12
Agustus 2019.
Menurut trainer jurnalisme warga
bagi ribuan anggota TNI, Polri, guru, dosen, PNS, mahasiswa, wartawan, ormas,
dan masyarakat umum itu, DP sedang mengalami delusi akut sebagai pejantan
tangguh. “Ibarat kambing tua ompong yang sedang birahi, dia lihat institusi
pemerintah sebagai betina yang sedang dilirik untuk dikawini. Di lain pihak,
dia memandang lembaga-lembaga publikasi media massa yang tumbuh bak cendawan di
musim hujan ini sebagai kaum muda penuh energik yang menjadi pesaingnya. Jadi,
sebagai kambing bandot, dia menunjukkan tanduk tuanya ke berbagai arah yang
tujuannya menggertak media-media sambil memikat hati pemerintah pusat dan
daerah,” urai Wilson beranalogi.
Untuk itu, jebolan pascasarjana
Global Ethics dari Birmingham University Inggris itu menghimbau kepada
rekan-rekan media dan organisasi pers yang ada, agar tidak reaktif atas
pernyataan sang Ketua DP itu. “Biasa sajalah. Semua orang tahu, apa sih
prestasi M. Nuh saat jadi mendiknas di bawah SBY lalu? Pendidikan di negeri ini
makin bobrok. Bisa dibayangkan dunia pers kita akan makin rusak yà a,” kata
Wilson yang pernah menjadi guru SMPN Sapat, SMP PGRI Pekanbaru, SMP YLPI
Marpoyan, SMAN Plus Provinsi Riau, SMKN 2 Pekanbaru, SMK Kansai Pekanbaru, dan
dosen paruh waktu di Bina Nusantara University, Jakarta ini.
Kepada kawan-kawan pengelola
media, alumni penerima beasiswa Ford Foundation dan Erasmus Mundus ini
menghimbau agar tidak berkecil hati atas kelakuan para pengurus DP bersama
jaringan oknum organisasi pers partisannya itu. “Saya menghimbau kawan-kawan
pengelola media, jangan sekali-sekali mengemis ke pemerintah, jangan biarkan
idealisme Anda tergerus oleh rupiah, jangan tiru perilaku partisan kawan-kawan
di dua-tiga organisasi pers anu itu yà a. Kita harus mandiri, melalui kerja
goyong-royong saling mendukung satu dengan lainnya,” imbuh Wilson lagi.
Untuk menyiasati pembiayaan
pengelolaan media, kata lelaki kelahiran Kasingoli, Morowali Utara, Sulteng
itu, setiap pewarta jangan menggantungkan hidup-mati medianya dari bantuan atau
kerjasama dengan pemerintah. “Media dan organisasi pers harus mengembangkan
jiwa entrepreneurship anggotanya. Jangan gantungkan nasibmu dari kerja-kerja
jurnalistik belaka, tapi manfaatkan jaringan dan aktivitas jurnalisme untuk
mendapatkan peluang usaha maupun bisnis lainnya,” jelas Wilson yang merupakan
salah satu pendiri SMAN Plus Provinsi Riau dan SMK Kansai Pekanbaru belasan
tahun lalu.
Sementara itu, Wilson juga
menitipkan pesan ke aparat pemerintah, terutama pemerintah daerah, agar tidak
terkecoh dan ikut genit-genitan bersama DP dan beberapa oknum organisasi pers
konstituen DP itu. “Pemda harus sadar, para wartawan itu adalah bagian tak
terpisahkan dari rakyat di daerah Anda masing-masing. Siapa lagi yang akan
mengayomi dan memberdayakan mereka jika bukan pemerintah daerahnya? Anda
bertanggung-jawab dunia akhirat atas rakyat yang ada di wilayah masing-masing,
termasuk ribuan wartawan bersama keluarganya itu. Jangan ikutan genit bersama
si bandot birahi itu,” pungkas Wilson yang juga menjabat sebagai Sekretaris
Jenderal Keluarga Alumni Program Persahabatan Indonesia Jepang Abad 21
(Kappija-21) itu. (APL/Red)