-->

Latest Post

Madrid  - Bintang sepak bola Barcelona Lionel Messi bakal dapat mengganti hukuman kurungan 21 bulannya, terkait kasus penggelapan pajak, dengan membayar denda, setelah jaksa Spanyol hari Jumat mengatakan bahwa pihaknya terbuka untuk melakukan hal tersebut.

Hakim yang menangani kasus ini akan membuat keputusan berdasarkan rekomendasi kejaksaan. Para hakim biasanya mengikuti langkah kejaksaan negara di Spanyol, lapor Reuters.

Pemain asal Argentina itu dan ayahnya, Jorge Messi, dinyatakan bersalah oleh pengadilan Catalan Juli tahun lalu atas tiga penggelapan pajak antara tahun 2007 dan 2009 hingga 4,6 juta dolar AS terkait penghasilan dari hak gambar.

Banding atas keputusan itu ditolak oleh pengadilan tinggi Spanyol Mei 2017 lalu.

Messi dan ayahnya ketika itu tidak harus menjalani hukuman kurungan penjara karena berdasarkan undang-undang di Spanyol vonis di bawah dua tahun dapat dengan masa percobaan.

Kejaksaan yang berpusat di Barcelona yang menangani kasus ini juga mengatakan bahwa jika hakim tidak ingin mengganti kurungan dengan denda, terbuka juga hukuman tiga tahun percoaan bagi Messi dan ayahnya dengan pertimbangan mereka tidak melakukan pelanggaran di masa percobaan, kata seorang juru bicara kejaksaan.

Denda maksimun sesuai undang-undang yang memungkinkan Messi mengganti hukuman kurangan 21 bulan itu adalah sekitar 255.500 euro. Ini merupakan tambahan dari denda hampir 2 juta euro yang dijatuhkan sebagai bagian dari hukuman tahun lalu.(*)

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengingatkan seluruh pegawai negeri dan penyelenggara negara untuk menolak gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

Penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan memiliki risiko sanksi pidana. Hal ini didasari Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.

Hadiah atau bingkisan yang diterima oleh pegawai negeri dan penyelenggara negara akan langsung dianggap gratifikasi atau suap jika tak dilaporkan kepada KPK selama 30 hari kerja sejak diterima. Imbauan ini disampaikan terkait dengan Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1438 H.

Jadi semua hadiah wajib ditolak, atau laporkan,” ujar Ketua KPK Agus Rahardjo dalam rilis di Jakarta,di kutip dari Sindonews Jumat (23/6/2017).

Agus mengatakan, dalam agama Islam memang tak ada larangan menerima hadiah. Namun, hadiah yang bisa memengaruhi keputusan terkait jabatan seseorang, masuk dalam kategori gratifikasi yang melanggar undang-undang.

Hadiahnya bisa berupa uang tunai, bingkisan makanan minuman, parsel, fasilitas, atau bentuk pemberian lainnya dari rekanan/pengusaha/masyarakat yang berhubungan dengan jabatannya.

Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi bertentangan dengan kode etik dan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Selain larangan menerima gratifikasi, KPK juga melarang pegawai negeri dan penyelenggara negara untukk mengggunakan mobil dinas untuk mudik.

Penggunaan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi itu termasuk penyalahgunaan kekuasaan,” imbuh dia.

Terkait dengan hadiah Lebaran, Direktur Gratifikasi KPK Giri Suprapdiono mengatakan, dalam dua tahun terakhir laporan yang diterima KPK terkait dengan hadiah lebaran meningkat.

Pada 2015 ada 35 laporan terkait dengan Lebaran yang terdiri dari parsel makanan minuman, peralatan dapur, batu cincin, dan furniture senilai Rp 35,8 juta. Tahun berikutnya, laporan meningkat lebih dari 10 kali lipat menjadi 371 laporan yang terdiri dari uang tunai, parsel makanan minuman, voucher belanja, barang elektronik, sarung, Kristal, dan lain-lain senilai Rp 1,1 miliar.

Jumlah ini hanya yang melapor, bisa jadi masih ada yang belum sadar untuk melapor,” kata Giri.

Aturan mengenai gratifikasi tertuang dalam Pasal 12B ayat (1) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Di dalamnya tertera setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap.

Apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Kemudian, dalam Pasal 12 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 disebutkan penerima gratifikasi akan didenda dengan pidana seumur hidup atau penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

PADANG - Setiap lebaran Idul Fitri, umat Islam menyambutnya dengan suka cita. Beragam yang dilakukan. Mulai dari membuat kue, membersihkan rumah, membeli pakaian baru, dan lainnya.

Hal ini seperti telah mentradisi di setiap tahunnya. Saat seminggu sebelum lebaran, warga sibuk berbelanja kebutuhan lebaran. Pasar menjadi ramai. Bahkan jemaah di sejumlah tempat ibadah berkurang,(23/6).

Kebiasaan berlebaran secara berlebihan di kalangan masyarakat direspon Walikota Padang H. Mahyeldi Ansharullah Dt Marajo. Walikota yang juga ustad ini menganjurkan kepada warganya untuk tidak berlebihan dalam menyambut lebaran 1438 H ini.

"Sederhanalah dalam berlebaran," imbau Mahyeldi, kemarin.

Walikota menyebut, dalam Islam, Hari Raya Idul Fitri sebenarnya bukanlah hari raya terbesar. Akan tetapi justru Hari Raya Idul Adha yang paling besar.

"Itu sebabnya Idul Adha dirayakan tiga hari," tukasnya.
Mahyeldi mengajak warganya untuk tetap beribadah hingga di penghujung Ramadan. Tidak terpengaruh dengan 'euforia' lebaran.

"Teruslah beribadah dan beritikaf di masjid dan musala hingga meraih kesempurnaan ibadah di bulan Ramadan," ajaknya.

Seperti diketahui, Hari Raya Idul Fitri 1438 H jatuh pada 25 Juni 2017. Biasanya, seluruh perantau Minang pulang kampung. Dan dipastikan libur lebaran kali ini Kota Padang akan ramai dikunjungi wisatawan.(Ch/Ar)

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.