Ketua Dewan pers Angkat Bicara, "RKUHP Banyak Pasal Berpotensi Ancam Kemerdekaan Pers"
MPA,JAKARTA - Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo angkat bicara soal Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Pasalnya, peraturan baru yang sedang dibahas oleh Panitia Khusus (Pansus) DPR itu banyak pasal yang berpotensi mengancam kemerdekaan pers mengkriminalisasi wartawan.
Menurut Yosep, hasil pengamatan internal Dewan Pers menemukan sebanyak 16 pasal, yang dinilai perlu dikaji ulang atau bahkan harus ditiadakan sama sekali. Pasal yang paling menonjol ada pada Pasal 771 dan 772 di bagian ketiga tentang Tindak Pidana Penerbitan dan Percetakan.
Padahal, Dewan Pers sudah mengusulkan kepada Pansus di DPR untuk menambah redaksional terhadap rumusan-rumusan pasal 771 dan 772 itu tentang pengecualian terhadap produk jurnalistik.
"Kritik terhadap kemerdekaan pers itu sudah diakomodasi apa tidak, kita tidak tahu," kata Yosep saat acara 'Diskusi Kajian RUU KUHP terkait Kemerdekaan Pers Berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers' dikantornya, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (15/2/2018).
Dalam rumusan Pasal 771 itu berbunyi "Setiap orang yang menerbitkan tulisan atau gambar yang menurut sifatnya dapat dipidana, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II".
Sedangkan Pasal 772 menjelaskan "Setiap orang yang mencetak tulisan atau gambar yang menurut sifatnya dapat dipidana, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II".
Meski RKUHP itu belum disahkan menjadi undang-undang dan bahkan rencana pengesahan yang semula dijadwalkan sebelum 14 Februari sudah lewat. Dewan Pers tetap melakukan antisipasi, dengan cara mengungdang jajaran pejabat jurnalistik yang meliputi Pemimpin Redaksi (Pemred) media untuk melakukan kajian.
Yosep menilai, RKUHP itu rentan digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena dianggap bertentangan dengan semangat reformasi tentang kebebasan pers sebagaimana diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. "Itu memungkinkan masyarakat untuk melakukan syiar atau barangkali gugatan di MK," pungkasnya.
Selain Pasal 771 dan 772, berikut 16 Pasal yang dipersoalkan okeh Dewa Pers, yakni pasal 309 dan 310 yang mengatur penyiaran berita bohong dan berita yang tidak pasti. Pasal 328 dan 329 terkait gangguan dan penyesatan proses pengadilan dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara.
Kemudian Pasal, 773 terkait tindak pidana penerbitan dan percetakan, kemudian Pasal 228, 229, 230, 234, 235, 236, 237, 238, dan 239 terkait membuat, mengumpulkan, menyimpan, membuka rahasia negara dan pembocoran rahasia negara dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.
(oz/ja)