Sukhrawardi : Peran Ulama Ikut Tentukan Kemajuan Suatu Bangsa
MPA,KAB SOLOK – Dimasa jaya
kerajaan-kerajaan Islam, peran ulama, Buya/ustad sangatlah menonjol sebagai
bagian dari pejabat elite. Fungsinya yakni untuk memperkokoh kedudukan pemimpin
yang duduk di singgasana. Asia Tenggara
apalagi Nusantara, hubungan erat raja dan ulama bukanlah hal yang aneh,
contohnya di Kerajaan Samudera Pasai.
Gambaran jelas keberadaan ulama
di tengah politik kerajaan muncul pada abad 16. Salah satunya Hamzah Fansuri,
ulama Melayu Nusantara yang peninggalannya relatif lengkap, mencakup biografi
dan karya keislaman. Selain itu, ulama terkemuka yang meninggalkan karya
monumental antara lain Shamsuddin al-Sumaterani (1693), Nuruddin ar-Raniri
(1658), Abdul Rau’f al-Sinkili (1693), dan Yusuf al-Makassari. Pada abad 18
muncul Abd. Samad al-Falimbani dan Syekh Daud al-Fatani.
Apalagi di bidang hukum, ulama
memegang peran sentral membuat regulasi dalam menentukan kehidupan keagamaan
umat. Para ulama berkontribusi besar memberi legitimasi pada budaya politik
serta bidang lainnya, sebut Sukhrawardi salah seorang pemerhati generasi
millennial Kab. Solok.
Karya intelektual para ulama
menjadi sumber legitimasi bagi negeri ini. Rakyat tentu berharap, ulama dapat
semakin berperan aktif dalam memberikan arahan pada kehidupan umat di berbagai
aspek kehidupan, sekaligus memberikan panutan dan keteladanan. Bila ulama
memiliki kredibilitas dan integritas yang tinggi serta akhlaqul karimah, maka
umat secara keseluruhan tentulah akan menjadi baik, paparnya.
Sejarah telah menunjukkan, bahwa
peranan sentral para ulama melawan penjajahan dan mempertahankan serta mengisi
kemerdekaan adalah yang terdepan. Begitu juga ketika penjajah akan kembali
lagi, para ulama di bawah kepemimpinan KH Hasyim Asy’ari mengeluarkan
fatwa “Wajib hukumnya mempertahankan
kemerdekaan Indonesia”. Tentunya akan terlalu banyak jika disebutkan satu per
satu.
Pastinya, peranan ulama dalam
mengawal perjalanan NKRI sehingga menuju “baldatun thayyibatun wa-rabbun
ghafur”, sangatlah besar, tutur Sukhra Wardi.
Ulama memiliki tanggung jawab tinggi
untuk mengawal perjalanan umat dan negeri ini ke depan, dalam menuju baldatun
thayyibatun wa-rabbun ghafur.
Kita jangan terfokus pada
pembentukan lapangan pekerjaan saja. Tetapi kita juga harus terfokus pada
pembentukan generasi yang cerdas, beriman dan berakhlak. Peran serta ulama
untuk memimpin, mengontrol dan memberi masukan positif agar terciptanya
generasi yang baik dan bertaqwa, sangat kita harapkan.
Perlunya merumuskan konsep
pendidikan ke-agamaan yang lebih ideal, mulai dari tingkat dasar hingga
perguruan tinggi di suatu daerah, begitu penting.
Untuk di Kab. Solok ini, peran
ulama (Buya/ustad) dinantikan banyak umat, masyarakat kabupaten secara
keseluruhan. Tentunya dalam menghadirkan dunia pendidikan ke-agamaan yang
ideal.
Kepemimpinan seorang Buya untuk
memimpin negerinya terutama menyoal dunia pendidikan ilmu ke-agamaan serta
bidang lainnya, adalah langkah tepat bagi rakyat telah mensupportnya, lanjut
Sukhra Wardi memaparkan.
Dengan akan memasuki Pilkada 2020
tahun depan, rakyat secara keseluruhan disetiap negeri telah memahami, bahwa
sosok ulama (Buya/ustad) dalam memimpin daerahnya “Dibutuhkan”. Ulama mampu menciptakan generasi baik dan
cerdas. Generasi yang beriman serta ber-ahklak akan menjadi tumbuh subur di
disetiap daerah.
Begitu juga di Kab. Solok,
masyarakat luas sudah memiliki sosok yang dicintai rakyat yakni Buya Mahyuzil
Rahmat, S.Ag. Beliau adalah seorang Buya yang intelektual calon pemimpin masa
depan daerah penghasil beras terbesar di Sumatera Barat ini. Selain cerdas, ia (Mahyuzil)
merupakan figure kesayangan umat (masyarakat) Kab. Solok, umumnya. Pada tingkat Internasional khususnya
Negara-negara Islam, Buya Mahyuzil sudah cukup dikenal dekat oleh para
Ulama-ulama besar. (RED).
Catatan : Tangan lembut seorang Ulama atau Buya dalam
mengarahkan generasi millennial menjadi generasi yang cerdas dan ber-akhlak
“Sangatlah Penting”. Sebab, wajib hukumnya bagi kita untuk menciptakan generasi
yang ber-iman. Jadi, adalah PAS, figure seorang Buya merupakan pilihan tepat
dalam memimpin sebuah negeri. Celakalah,
bila seorang pemimpin dikuasai oleh ambisi duniawi, sebab dia tidak akan mampu
mengurus akhlak generasinya secara baik. (rill)