SOLOK - Wakil Walikota Solok, Reinier Dt Mangkuto Alam, “kesal
dan marah” di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Muhammad Djamil, Kota Padang, hal
itu terungkap dalam postingan akun facebook pribadinya, "Reinier
Mulya".
Dalam postingan tersebut, Reinier menumpahkan rasa kekecewaannya
terhadap pelayanan yang ada RS M Djamil Padang, khususnya perilaku salah satu
dokter dalam memberikan informasi serta pelayanan. Saat itu, Reinier
mengunjungi salah satu keluarganya yang sedang dirawat.
"Sebuah pengalaman pahit ketika terpaksa sedikit
bertengkar dengan salah satu oknum dokter disebuah rumah sakit yang kurang
tanggap dengan persoalan yang ada, kami saja Wakil Walikota sulit, apalagi
rakyat kecil. Memang sudah ga rahasia umum lagi keluhan pelayanan yang tidak
ramah, padahal psikologi mereka dalam keadaan tidak stabil, mereka butuh
bantuan, mereka butuh perhatian, stres dll. Hal ini menurut hemat kami
disebabkan oleh miskinnya jiwa. Dokter, perawat atau prediket sejenis tersebut
merupakan jabatan profesi/ melalayani, harus punya jiwa melayani, welas asih,
andai tidak punya, lebih baik tidak pilih job tersebut," tulisnya kecewa.
Saat dikonfirmasi kepada Reinier perihal kebenaran postingan
di akun facebooknya itu, Reinier membenarkan apa yang menjadi kekecewaannya.
Reinier juga menyatakan RS M Djamil memiliki pelayanan dan standar opersional
prosedur (SOP), sehingga, tidak seharusnya seluruh warga yang sakit di RS M
Djamil, dicurigai terdampak virus corona (Covid-19).
"Benar itu adalah akun facebook saya. Saya sendiri yang
menulisnya. Kejadiannya di RS M Djamil Padang, Jumat (1/4/2020) pagi. Ketika
itu, saya ada kunjungan kesana untuk membezuk ada yang meninggal. Dia masih
warga Kota Padang, keluarga yang meninggal tidak ada terdampak Covid-19.
Kalaupun ada dugaan itu, maka seharus bisa dijelaskan. Kalau memang itu
kejadiannya, seharusnya pihak rumah sakit sudah mengantisipasi dari awal. Kan
tidak mungkin, pasien-pasien itu dicampurkan dengan pasien yang lainnya. Dan
dapat diberikan keterangan bahwa tiap orang yang meninggal disana tidak selalu
akibat dari wabah Corona," terang Reinier. Seperti dilansir PATRONNEWS, Sabtu
(11/4/2020).
Menurut Reinier, saat ini banyaknya informasi yang simpang
siur di tengah-tengah masyarakat. Misalnya, setiap kejadian sakit, bahkan
meninggalnya seseorang akbibat gejala mirip wabah virus korona, selalu
menimbulkan keraguan. Seharusnya menyikapi hal tersebut harus dijawab dengan
pemberian informasi yang jelas.
"Apalagi terkait kemalangan yang menimpa, hingga sampai
meninggal dunia, harus jelas terpapar atau tidak terpapar Covid-19. Sehingga
masyarakat jadi tenang, tanpa keragu-raguan dalam menerima informasi,"
ungkapnya.
Reinier menuturkan, kejadian kurang menyenangkan itu berawal
ketika dirinya melakukan konfirmasi kepada salah satu dokter yang bertugas di
RS M Djamil. Saat itu, Reinier ingin menanyakan status atau penyakit yang
diderita pasien tersebut. Sebab, di tengah maraknya kasus Covid-19 di Kota
Padang, Reinier tidak ingin masyarakat di sekitar tempat pasien tersebut resah.
Namun, jawaban yang diterimanya dari sang dokter, tidak mengenakkan.
"Saya dokter disini! Katanya dengan nada yang tidak
enak. Saya sangat miris mendengarnya. Jadi bayangkan saja, kami yang Wakil
Walikota diperlakukan seperti itu. Apalagi kalau rakyat kecil. Jauh berbeda
dari ekspektasi, dan harapan bahwa seharusnya dokter tidak berlaku seperti itu.
Dokter adalah profesi, kalau tidak sanggup dengan jobdesk yang diterima,
sebaiknya jangan masuk ke profesi tersebut. Bagi mereka yang telah memilih job
itu, seharusnya siap berkorban sesuai dengan janji dan sumpah profesi yang
mereka laksanakan. Karena itu pelayanan, dan negara sudah mengatur untuk hal
itu," ujar Reinier.
Dengan kejadian tersebut, Reinier berharap kepada seluruh
petugas medis yang ada, agar bisa kembali kepada khittahnya. Yakni menjadi
pelayan masyarakat. Khususnya di Kota Solok, hal seperti itu tidak boleh
terjadi. Terutama untuk fasilitas-fasilitas kesehatan di bawah naungan Pemko
Solok.
"Pemko Solok, berani mengeluarkan kebijakan itu. Jika
kita tidak bisa melakukan pembinaan, kita akan usulkan ke pemerintah pusat,
atau ke pemangku kepentingan untuk melakukan pembinaan, bahkan melakukan
pergantian di bidang tugasnya. Tentunya dengan dengan data-data yang lengkap
dan jelas," tambahnya.
Bagi Reinier, pada kondisi saat ini, ketika ada yang
meninggal, yang terpatri di otak masyarakat adalah akibat virus corona, padahal
kadang masyarakat hanya meninggal biasa, tidak sebab wabah corona. Karena
setiap yang meninggal itu belum tentu pasien positif Covid-19. Sehingga
masyarakat jadi apatis dan tidak berani datang, apalagi melakukan pertologan
kepada si korban.
"Ini adalah sebuah kondisi yang sangat memprihatinkan,
bayangkan kalau kejadian tersebut menimpa keluarga kita masing-masing. Anak
kita, adik, atau keluarga kita. Kalau jelas meninggal karena Covid-19, tidak
ada masalah, itu jelas sudah ada protokoler penanganannya. Tetapi kalau
keragu-raguan yang mengakibatkan tidak mau saling peduli dengan sesama. Itu
sangat berbahaya. Karena menurut saya, separuh kesembuhan pasien, adalah berkat
layanan petugas medis," ujarnya.
"Saya tidak bicara orang, tetapi perilaku oknum dokter.
Karena kalau menyimak dari informasi yang berkembang, tidak tertutup hanya
untuk kasus yang saya alami sendiri ini saja. Karena kejadian ini akan
menimbulkan penilaian yang tidak baik bagi dokter-dokter yang lain,"
tukuknya. (*/Ar)