-->

Latest Post

Keterangan foto: Sultan Najamudin (kiri) bersama Saud Anwar

JAKARTA - Kejutan dari warga Amerika untuk Senator Dr. Saud Anwar, mantan Walikota Negara Bagian Connecticut, Amerika Serikat, benar-benar membuat Dr. Saud Anwar terharu. Sang Senator yang juga seorang dokter itu, nyaris tak mampu berucap apa-apa. Ia hanya dapat melambaikan tangan dan melemparkan tanda ciuman dari jauh.

Kejutan yang diberikan kepada Saud Anwar adalah berupa konvoi warga South Windsor di depan rumah ilmuwan, dokter, sekaligus Senator berdarah Pakistan ini. Dengan mengendarai mobil, warga berparade di depan rumahnya mengucapkan selamat atas keberhasilan menemukan innovasi ventilator pasien Corona di Amerika Serikat.

Warga Amerika menyampaikan apresiasi kepada Dr. Saud Anwar yang dianggap sebagai pahlawan di masa pandemi Corona yang melumpuhkan sebagian Amerika. Penemuan Dr. Saud baru-baru ini berupa ventilator, yang dapat diatur untuk membantu tujuh pasien sekaligus, dinilai sangat berarti bagi penyelamatan nyawa para pasien.

Dr. Saud Anwar menemukan pengaturan ventilator, dimana satu alat bantu pernapasan udara medis akan membantu supply oksigen kepada tujuh pasien sekaligus. Ini merupakan sarana ideal untuk mengelola sumber daya yang terbatas.

Dari Indonesia, Wakil Ketua DPD RI, Sultan B. Najamudin menyampaikan ucapan selamat kepada sahabatnya, yaitu Dr. Saud Anwar itu. Senator Sultan sudah bersahabat selama 15 tahun dengan Senator Dr. Saud Anwar. Diketahui, Senator Sultan sering mengundang Senator Saud Anwar tatkala ia menjadi Walikota di Amerika Serikat.

Pertemuan terbaru kedua Senator itu adalah saat Sultan mengundang Dr. Saud Anwar ke Bengkulu dalam rangka HUT Propinsi Bengkulu pada tahun 2018. Saat itu, Saud Anwar juga berjumpa dengan Nuraini, istri Sultan, dan kakanya, Agusrin M. Najamudin, mantan Gubernur Bengkulu.

Berikut percakapan Senator Sultan saat menyampaikan ucapan selamat kepada sahabatnya Senator Dr. Saud Anwar.

Sultan: Dear Senator Dr. Saud Anwar, we really proud of you, I know from news. Keep healthy and stay safe my brother. We are here still fighting Coronavirus.

Saud Anwar: Thank you Brother Sultan. Hope you are well. Prayers for everyone in Indonesia.

For doctor in Indonesia. Here is the link to print the ventilator connector. Free to use for anyone. Feel free to share. https://www.dropbox.com/s/j9znida1ovgz5jo/quad%20ventilator%20splitter%202%20%281%29.zip?dl=0. Please see both my videos. 2nd VIDEO is Important. https://youtu.be/zpDRaAuMHX4. 1st VIDEO: https://youtu.be/pGSZhTAxgF0.

Sultan: Masya Allah, my brother Senator Saud Anwar. Fully thank you for your attention. I will deliver your advice to our doctor here in Indonesia. Please send our warm regard to your family in US. Wassalam.

“Sebagai sahabat saya merasa terharu dan bangga kepada beliau atas kerja kerasnya melayani sebagai dokter paru-paru di Rumah Sakit Manchester Memorial, sekaligus Senator. Begitu pun saya lihat viral di dunia maya. Masyarakat setempat memberi penghargaan dengan bergabung dalam parade mobil dan konvoy di depan rumahnya. Mereka berhenti di depan rumah sahabat saya Dr. Saud Anwar sambil mengutarakan ucapan terima kasih kepada beliau,” urai Sultan B. Najamudin kepada media ini usai melakukan percakapan telepon dengan Dr. Saud Anwar, Kamis, 16 April 2020. (FRZ/Red)


Keterangan foto: Wilson (kanan) berbagi sembako bantuan warga kepada pengemudi Ojek Online


JAKARTA – Perusahaan pers mainstream bersama organisasi pers konstituen Dewan Pers baru-baru ini beraudiensi dengan pemerintah, menyampaikan keluhan mereka terkait kinerja perusahaan yang sedang megap-megap akibat bencana Virus Corona. Di bawah komandannya, Ketua DP, M. Nuh, didampingi Menteri Komunikasi dan Informatika dan Ketua Komisi I DPR RI, team pers konvensional itu bertemu Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, pada Sabtu, 11 April 2020.

Menurut berita yang dilansir inews.id, hadir dalam pertemuan team DP dengan Menko Airlangga via teleconference, selain Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafidz, juga terlihat para konstituen DP, yakni Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Serikat Perusahaan Pers (SPS), Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Serikat Media Siber Indonesia, Pewarta Foto Indonesia dan Forum Pemred.

Mewakili kelompok yang diklaim sebagai ‘kalangan pekerja pers Indonesia’ itu, Ketua DP M. Nuh menyampaikan uneg-uneg perusahaan dan pekerja pers disertai permintaan agar pemerintah turun tangan membantu mengatasi kesulitan keuangan yang dihadapi ‘dunia pers’ saat ini. M. Nuh juga menyampaikan sejumlah usulan mengenai perlunya perlindungan dari pemerintah terhadap keberlangsungan Pers Nasional di masa pandemi virus corona atau Covid-19.

Tidak tanggung-tanggung, ada sembilan poin usulan DP kepada Pemerintah RI melalui Menko Airlangga. Usulan itu mulai dari penghapusan kewajiban pembayaran pajak perusahaan pers, penangguhan pembayaran denda-denda pajak terhutang, pembayaran premi BPJS, dan subsidi listrik. Bahkan, DP juga meminta pemerintah membantu biaya pengadaan kertas koran dan subsidi paket internet murah.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA menyatakan keprihatinannya yang amat mendalam atas kekerdilan dan kesesatan pikir para perusahaan pers, pekerja pers, dan organisasi pers bersama pembinanya, Dewan Pers, itu. “Pertama, saya menampaikan rasa prihatin kepada kawan-kawan pekerja pers bersama induk semangnya, para pengusaha pers. Juga rasa prihatin saya kepada teman-teman organisasi pers binaan Dewan Pers. Saya sangat prihatin karena pola pikir mereka yang kerdil dan sesat dalam menghadapi bencana Covid-19 ini,” ujar Wilson yang merupakan Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu.

Menurut tokoh pers nasional yang getol membela wartawan dan masyarakat yang terzolimi akibat pemberitaan di negeri ini, DP dan kawan-kawannya itu semestinya menyadari bahwa dunia pers sekarang sudah mengalami loncatan perubahan yang sangat jauh, ibarat dari bumi meloncat ke langit. Wilson menjelaskan bahwa dalam kondisi rakyat yang terlunta akibat bencana Virus Corona saat ini, negara harus prioritas fokus membantu rakyat, termasuk di dalamnya para wartawan. Rakyat butuh makan untuk dapat bertahan hidup di tengah pandemic Covid-19.

Nah, agar uang rakyat dapat dikelola tepat sasaran, kata Wilson, negara harus fokuskan bantuan ke rakyat, bukan perusahaan pers. “Perusahaan pers itu adalah entitas bisnis, prinsip mereka adalah hukum ekonomi, dengan modal sekecil-kecilnya meraih untung sebesar-besarnya. Pemerintah tidak boleh bantu mereka, apalagi dalam kondisi begini, keuangan negara menipis, kebutuhan rakyat menggunung. Seharusnya perusahaan-perusahaan itu yang bantu negara,” tegas lulusan program pasca sarjana Global Ethics dari Birmingham University, Inggris, itu.

Lebih jauh, Wilson menyindir kelakuan Dewan Pers bersama para underbow-nya tersebut  terkait independensi pers yang selama ini menjadi jargon pers nasional Indonesia. “Miris sekali, dengan terpaan bencana virus Covid-19, Anda sudah merengek-rengek menyerahkan leher independensi Anda untuk ditebas oleh pihak pemerintah. Kelompok pers apa Anda itu, jika bukan pecundang! Buang ke laut saja baju independensi pers Anda dan balik kampung cangkul kebun, lebih bermakna hidupmu,” ujar Wilson yang dalam beberapa tahun terakhir ini mengkritik kinerja Dewan Pers yang masih memelihara pola pikir dunia pers kolot bin jadul.

Tidak hanya sampai di situ, Wilson juga mengatakan bahwa ia sedih ketika melihat Ketua Dewan Pers tidak cerdas dalam mengelola dunia pers di tanah air. “Tapi lebih menyedihkan lagi melihat kawan-kawan konstituen dewan pers yang memilih dia sebagai Ketua Dewan Pers. Dunia pendidikan saja amburadul saat dia jadi menteri pendidikan, lah sekarang diambil jadi komandan dunia pers Indonesia, yaa hancurlah kita semua,” jelas Wilson yang merupakan salah satu pendiri SMA Plus Provinsi Riau dan pemilik SMK Kansai Pekanbaru ini.

Sesungguhnya, tambah Wilson, perkara kesulitan yang dihadapi dunia pers saat ini dapat disiasati melalui berbagai strategi tanpa harus membebani pemerintah. Bahkan, menurut dia, dunia pers dapat membantu pemerintah, tidak hanya dalam bentuk pemberitaan dan dukungan sosial, tapi bisa dalam bentuk dana untuk mengisi kas negara.

“Pers, dalam hal ini perusahaan pers bersama pekerja pers dan berbagai pihak terkait pers, sesungguhnya bisa bantu negara ini. Bukan hanya bantu pemberitaan dan dukungan sosial-politik agar keadaan bangsa ini kondusif, stabil dan aman, tapi juga bisa bantu dana ke pemerintah. Jadi, kalau kawan-kawan itu mengemis bantuan uang ke pemerintah, itu salah besar dan memalukan,” urai Wilson yang juga menyelesaikan studi pasca sarjananya di Utrecht University Belanda dan Linkoping University Swedia dalam bidang Applied Ethics itu.

Salah satu cara mengatasi masalah keuangan perusahaan pers yang menjelang kolaps itu, saran Wilson, adalah dengan membangun atau mengalihkan sistim publikasi dari konvensional ke fully-digitalized publication. “Sederhananya, hentikan dunia cetak sekarang juga, bangun media online yang benar-benar modern, profesional, canggih, dan terpercaya serta massif. Media online itu 1000 kali lebih murah dibandingkan versi cetak yang coba dipertahankan Dewan Pers dengan mengemis kertas ke Airlangga itu. Cobalah hitung dengan baik dan jujur, jika Anda berpindah dari konvensional ke full digital atau dalam jaringan (daring), dana operasional bulanan akan berlebih, dan itu bisa kalian sumbangkan ke negara,” urai Wilson panjang lebar.

Menurut mantan dosen paruh waktu Universitas Bina Nusantara Jakarta ini, PPWI sebagai organisasi yang kecil saja bisa galang dana bagi membantu sesama warga yang kesulitan hidup akibat bencana Corona yang melanda dunia ini. “Walau kecil dana yang terkumpul melalui kegiatan Diklat Jurnalistik Corona yang sedang kita jalankan saat ini, tapi ini adalah fakta bahwa jika pers mau melakukan penggalangan dana dengan cara yang cerdas, masalah keuangan pers dapat diatasi. Memang tidak mudah, tapi bisa dilakukan tanpa haru mengemis ke pemerintah,” cetus Wilson yang juga merupakan Ketua Persaudaraan Indonesia Sahara Maroko (Persisma) ini yakin.

Pada kesempatan yang sama, Wilson juga menyentil Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafidz yang menurutnya 11-12 (sama – red) dengan Ketua DP. “Saya heran, Meutya Hafidz itu orang pers yang duduk di lembaga terhormat DPR RI, tapi pola pikirnya masih jadul dan wawasan kurang. Saya menonton acara sidang Komisi I yang dipimpin Meutya membahas kisruh Dirut TVRI beberapa waktu lalu melalui streaming audio visual Facebook. Bagus dan genuine. Kita setiap hari bisa menonton kegiatan apa saja dari belahan dunia manapun melalui internet. Sekarang peredaran informasi jauh lebih massif di media online, serta media dan jejaring sosial dibandingkan televisi, apalagi media cetak. Artinya, dengan memanfaatkan sumber daya media publikasi yang super duper murah, kegiatan inseminasi program pemerintah dan pihak manapun bisa dilakukan dengan lancar dan nyaman. Tidak perlu minta dana inseminasi program dari pemerintah seperti yang dilakukan M. Nuh dan didukung Meutya itu,” imbuh Wilson.

Untuk itu, Wilson menyerukan kepada semua pihak agar bekerjalah dengan cerdas dalam menyikapi situasi sulit bangsa ini. Pers harus berupaya menemukan dan melakukan langkah-langkah inovatif yang solutif dalam mengembangkan dunia pers nasional yang maju, cerdas, bermanfaat, dan paling penting tetap menjaga independensi pers itu sendiri.

“Kepada Pemerintah, saya sarankan, jangan penuhi rengekan Dewan Pers dan para underbow-nya itu. Mereka tidak lebih dari rombongan wabah parasit yang menggerogoti keuangan rakyat yang sangat dibutuhkan rakyat dalam kondisi bencana corona hari-hari ini,” pungkas Wilson Lalengke yang juga adalah anggota JICA Alumni Association of Indonesia (JAAI) itu. (APL/Red)

Keterangan foto: Wilson (kanan) berbagi sembako bantuan warga kepada pengemudi Ojek OnlineWilson Lalengke: Media Online Menggebrak, Media Cetak dan TV Merengek

Jakarta – Perusahaan pers mainstream bersama organisasi pers konstituen Dewan Pers baru-baru ini beraudiensi dengan pemerintah, menyampaikan keluhan mereka terkait kinerja perusahaan yang sedang megap-megap akibat bencana Virus Corona. Di bawah komandannya, Ketua DP, M. Nuh, didampingi Menteri Komunikasi dan Informatika dan Ketua Komisi I DPR RI, team pers konvensional itu bertemu Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, pada Sabtu, 11 April 2020.

Menurut berita yang dilansir inews.id, hadir dalam pertemuan team DP dengan Menko Airlangga via teleconference, selain Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafidz, juga terlihat para konstituen DP, yakni Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Serikat Perusahaan Pers (SPS), Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Serikat Media Siber Indonesia, Pewarta Foto Indonesia dan Forum Pemred.

Mewakili kelompok yang diklaim sebagai ‘kalangan pekerja pers Indonesia’ itu, Ketua DP M. Nuh menyampaikan uneg-uneg perusahaan dan pekerja pers disertai permintaan agar pemerintah turun tangan membantu mengatasi kesulitan keuangan yang dihadapi ‘dunia pers’ saat ini. M. Nuh juga menyampaikan sejumlah usulan mengenai perlunya perlindungan dari pemerintah terhadap keberlangsungan Pers Nasional di masa pandemi virus corona atau Covid-19.

Tidak tanggung-tanggung, ada sembilan poin usulan DP kepada Pemerintah RI melalui Menko Airlangga. Usulan itu mulai dari penghapusan kewajiban pembayaran pajak perusahaan pers, penangguhan pembayaran denda-denda pajak terhutang, pembayaran premi BPJS, dan subsidi listrik. Bahkan, DP juga meminta pemerintah membantu biaya pengadaan kertas koran dan subsidi paket internet murah.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA menyatakan keprihatinannya yang amat mendalam atas kekerdilan dan kesesatan pikir para perusahaan pers, pekerja pers, dan organisasi pers bersama pembinanya, Dewan Pers, itu. “Pertama, saya menampaikan rasa prihatin kepada kawan-kawan pekerja pers bersama induk semangnya, para pengusaha pers. Juga rasa prihatin saya kepada teman-teman organisasi pers binaan Dewan Pers. Saya sangat prihatin karena pola pikir mereka yang kerdil dan sesat dalam menghadapi bencana Covid-19 ini,” ujar Wilson yang merupakan Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu.

Menurut tokoh pers nasional yang getol membela wartawan dan masyarakat yang terzolimi akibat pemberitaan di negeri ini, DP dan kawan-kawannya itu semestinya menyadari bahwa dunia pers sekarang sudah mengalami loncatan perubahan yang sangat jauh, ibarat dari bumi meloncat ke langit. Wilson menjelaskan bahwa dalam kondisi rakyat yang terlunta akibat bencana Virus Corona saat ini, negara harus prioritas fokus membantu rakyat, termasuk di dalamnya para wartawan. Rakyat butuh makan untuk dapat bertahan hidup di tengah pandemic Covid-19.

Nah, agar uang rakyat dapat dikelola tepat sasaran, kata Wilson, negara harus fokuskan bantuan ke rakyat, bukan perusahaan pers. “Perusahaan pers itu adalah entitas bisnis, prinsip mereka adalah hukum ekonomi, dengan modal sekecil-kecilnya meraih untung sebesar-besarnya. Pemerintah tidak boleh bantu mereka, apalagi dalam kondisi begini, keuangan negara menipis, kebutuhan rakyat menggunung. Seharusnya perusahaan-perusahaan itu yang bantu negara,” tegas lulusan program pasca sarjana Global Ethics dari Birmingham University, Inggris, itu.

Lebih jauh, Wilson menyindir kelakuan Dewan Pers bersama para underbow-nya tersebut  terkait independensi pers yang selama ini menjadi jargon pers nasional Indonesia. “Miris sekali, dengan terpaan bencana virus Covid-19, Anda sudah merengek-rengek menyerahkan leher independensi Anda untuk ditebas oleh pihak pemerintah. Kelompok pers apa Anda itu, jika bukan pecundang! Buang ke laut saja baju independensi pers Anda dan balik kampung cangkul kebun, lebih bermakna hidupmu,” ujar Wilson yang dalam beberapa tahun terakhir ini mengkritik kinerja Dewan Pers yang masih memelihara pola pikir dunia pers kolot bin jadul.

Tidak hanya sampai di situ, Wilson juga mengatakan bahwa ia sedih ketika melihat Ketua Dewan Pers tidak cerdas dalam mengelola dunia pers di tanah air. “Tapi lebih menyedihkan lagi melihat kawan-kawan konstituen dewan pers yang memilih dia sebagai Ketua Dewan Pers. Dunia pendidikan saja amburadul saat dia jadi menteri pendidikan, lah sekarang diambil jadi komandan dunia pers Indonesia, yaa hancurlah kita semua,” jelas Wilson yang merupakan salah satu pendiri SMA Plus Provinsi Riau dan pemilik SMK Kansai Pekanbaru ini.

Sesungguhnya, tambah Wilson, perkara kesulitan yang dihadapi dunia pers saat ini dapat disiasati melalui berbagai strategi tanpa harus membebani pemerintah. Bahkan, menurut dia, dunia pers dapat membantu pemerintah, tidak hanya dalam bentuk pemberitaan dan dukungan sosial, tapi bisa dalam bentuk dana untuk mengisi kas negara.

“Pers, dalam hal ini perusahaan pers bersama pekerja pers dan berbagai pihak terkait pers, sesungguhnya bisa bantu negara ini. Bukan hanya bantu pemberitaan dan dukungan sosial-politik agar keadaan bangsa ini kondusif, stabil dan aman, tapi juga bisa bantu dana ke pemerintah. Jadi, kalau kawan-kawan itu mengemis bantuan uang ke pemerintah, itu salah besar dan memalukan,” urai Wilson yang juga menyelesaikan studi pasca sarjananya di Utrecht University Belanda dan Linkoping University Swedia dalam bidang Applied Ethics itu.

Salah satu cara mengatasi masalah keuangan perusahaan pers yang menjelang kolaps itu, saran Wilson, adalah dengan membangun atau mengalihkan sistim publikasi dari konvensional ke fully-digitalized publication. “Sederhananya, hentikan dunia cetak sekarang juga, bangun media online yang benar-benar modern, profesional, canggih, dan terpercaya serta massif. Media online itu 1000 kali lebih murah dibandingkan versi cetak yang coba dipertahankan Dewan Pers dengan mengemis kertas ke Airlangga itu. Cobalah hitung dengan baik dan jujur, jika Anda berpindah dari konvensional ke full digital atau dalam jaringan (daring), dana operasional bulanan akan berlebih, dan itu bisa kalian sumbangkan ke negara,” urai Wilson panjang lebar.

Menurut mantan dosen paruh waktu Universitas Bina Nusantara Jakarta ini, PPWI sebagai organisasi yang kecil saja bisa galang dana bagi membantu sesama warga yang kesulitan hidup akibat bencana Corona yang melanda dunia ini. “Walau kecil dana yang terkumpul melalui kegiatan Diklat Jurnalistik Corona yang sedang kita jalankan saat ini, tapi ini adalah fakta bahwa jika pers mau melakukan penggalangan dana dengan cara yang cerdas, masalah keuangan pers dapat diatasi. Memang tidak mudah, tapi bisa dilakukan tanpa haru mengemis ke pemerintah,” cetus Wilson yang juga merupakan Ketua Persaudaraan Indonesia Sahara Maroko (Persisma) ini yakin.

Pada kesempatan yang sama, Wilson juga menyentil Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafidz yang menurutnya 11-12 (sama – red) dengan Ketua DP. “Saya heran, Meutya Hafidz itu orang pers yang duduk di lembaga terhormat DPR RI, tapi pola pikirnya masih jadul dan wawasan kurang. Saya menonton acara sidang Komisi I yang dipimpin Meutya membahas kisruh Dirut TVRI beberapa waktu lalu melalui streaming audio visual Facebook. Bagus dan genuine. Kita setiap hari bisa menonton kegiatan apa saja dari belahan dunia manapun melalui internet. Sekarang peredaran informasi jauh lebih massif di media online, serta media dan jejaring sosial dibandingkan televisi, apalagi media cetak. Artinya, dengan memanfaatkan sumber daya media publikasi yang super duper murah, kegiatan inseminasi program pemerintah dan pihak manapun bisa dilakukan dengan lancar dan nyaman. Tidak perlu minta dana inseminasi program dari pemerintah seperti yang dilakukan M. Nuh dan didukung Meutya itu,” imbuh Wilson.

Untuk itu, Wilson menyerukan kepada semua pihak agar bekerjalah dengan cerdas dalam menyikapi situasi sulit bangsa ini. Pers harus berupaya menemukan dan melakukan langkah-langkah inovatif yang solutif dalam mengembangkan dunia pers nasional yang maju, cerdas, bermanfaat, dan paling penting tetap menjaga independensi pers itu sendiri.

“Kepada Pemerintah, saya sarankan, jangan penuhi rengekan Dewan Pers dan para underbow-nya itu. Mereka tidak lebih dari rombongan wabah parasit yang menggerogoti keuangan rakyat yang sangat dibutuhkan rakyat dalam kondisi bencana corona hari-hari ini,” pungkas Wilson Lalengke yang juga adalah anggota JICA Alumni Association of Indonesia (JAAI) itu. (APL/Red)




MPA, KAB. TASIKMALAYA - Wabah Covid-19 yang melanda selama ini memang menjadi virus yang sangat menakutkan dan mematikan, sehingga pemerintah bekerja ektra untuk mengantisipasi penyebaran wabah tersebut agar tidak menyebar luas di seluruh pelosok tanah air.

Namun dengan banyaknya program pemerintah selama ini dalam penanganan sampai masalah bantuan bagi warga masyarakat terdampak belum menyentuh semua lapisan masyarakat dan profesi masyarakat seperti, profesi profesi yang sangat riskan dalam penyebaran yang membutuhkan alat pelindung diri (APD). Contoh profesi yang sangat rawan yaitu jurnalis/wartawan.

Dengan profesi jurnalis yang notabene seorang pemberi kabar bagi masyarakat butuh perhatian lebih, baik dari pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah dalam SOP kesehatan dalam peliputan setiap tempat ataupun narasumber yang akan di wawancarai.

Ketua DPC PJID ( Perkumpulan jurnalis Indonesia demokrasi ) Tasikmalaya yaitu Yan Daya Permana angkat bicara terkait sampai saat ini belum ataupun tidak adanya perhatian khusus bagi awak media di wilayah Kota ataupun Kab. Tasikmalaya, Yan mengatakan bahwa wartawan atau jurnalis juga warga NKRI , mempunyai kesamaan hak. Dan lagi tidak semua wartawan dan jurnalis bekerja di perusahaan media kapitalis, banyak juga yang bekerja di perusahaan media “gotong royong” , yang harus membiayai medianya sendiri atau urunan serta “bayar oplah” untuk kelangsungan hidup medianya. Ucapnya Kamis (16/04/2020)

Saat ditanyakan apakah tanggapan ketua PJID tentang dampak dari wabah Covid-19 apakah wartawan juga sama harus diperhatikan dari segi sosial ekonominya oleh pemerintah yang ada di daerah masing – masing seperti halnya di ruang lingkup Pemerintah Kota/Kab Tasikmalaya ?

Yan juga mengatakan sangat perlu bantuan dari segi ekonomi, sebab kami kaum marhaen yang punya tanggungan anak istri dan belum lagi kebutuhan untuk pendidikan yang saat ini harus belajar di rumah, kan itu perlu anggaran tambahan juga, terkait bantuan pemerintah saya pikir terkesan lambat dan tidak terbuka, hanya janji tanpa praktek , saya mengkritisi walikota Tasikmalaya, beliau tidak memberikan contoh yang baik saat menghimbau bagaimana penangan covid 19 , pucuk pimpinan kota Tasikmalaya sendiri tidak mematuhinya, mengundang masa berkerumun itu kan menyalahi prosedur sesuai apa yang dianjurkan atau protap penanganan Covid-19. katanya

“Pemkab tasikmalaya pun saya rasa lamban dan kurang memperhatikan dan menghargai tugas para jurnalis, sehingga jangankan masalah perhatian dalam taraf ekonomi dalam kesehatan saja saya pikir dan realita di lapangan tidak ada” tandasnya

Dilain pihak ketua forum wartawan singaparna (FORWASI) Joko Sriyanto juga membenarkan yang disampaikan oleh ketua DPC PJID Tasikmalaya bahwa selama ini jangan perhatian pemkab dalam ekonomi, untuk cek kesehatan wartawan saja saya rasa pihak pemerintah daerah Kab. Tasikmalaya seakan tidak peduli, sedangkan selama ini para wartawan daerah selalu ikut andil dalam publikasi kegiatan pemerintah, katanya

“Saya selaku ketua FORWASI walaupun kami selaku wartawan daerah yang ada di Singaparna khususnya, kami sangat berharap pemerintah Kab. Tasikmalaya bisa respect terhadap kami semua, dalam wabah Covid-19 ini minimal ada perhatian bagi kami” pungkasnya. (*) 


  • Sumber : Liputanglobalnews.com

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.