Kisah di era Umar bin Khattab bisa terjadi di era kini.
Ilustrasi/Ist
ALKISAH, tanah Arab dilanda paceklik. Kemarau panjang membuat
tanah-tanah di sana tandus. Kala itu kepemimpinan berada di tangan Khalifah
Umar bin Khattab.
Suatu malam, Khalifah Umar mengajak seorang sahabat bernama
Aslam untuk mengunjungi kampung terpencil di sekitar Madinah.
Langkah Khalifah Umar terhenti di dekat sebuah tenda lusuh.
Suara tangis seorang gadis kecil mengusik perhatiannya. Khalifah Umar lantas
mengajak Aslam mendekati tenda itu dan memastikan apakah penghuninya butuh
bantuan.
Setelah mendekat, Khalifah Umar mendapati seorang perempuan
tengah duduk di depan perapian, sembari mengaduk-aduk bejana.
Setelah mengucapkan salam, Khalifah Umar meminta izin untuk
mendekat. Usai diperbolehkan oleh wanita itu, Khalifah Umar duduk mendekat dan
mulai bertanya tentang apa yang terjadi.
"Siapa yang menangis di dalam itu?" tanya Khalifah
Umar.
"Anakku," jawab wanita itu dengan agak ketus.
"Kenapa anak-anakmu menangis? Apakah dia sakit?"
tanya Khalifah selanjutnya.
"Tidak. Mereka lapar," balas wanita itu.
Jawaban itu membuat Khalifah Umar dan Aslam tertegun.
Keduanya masih terduduk di tempat semula cukup lama, sementara gadis di dalam
tenda masih saja menangis dan ibunya terus saja mengaduk bejana.
Perbuatan wanita itu membuat Khalifah Umar penasaran.
"Apa yang kau masak, hai ibu? Mengapa tidak juga matang masakanmu
itu?" tanya Khalifah.
"Kau lihatlah sendiri!" jawab wanita itu.
Khalifah Umar dan Aslam segera melihat isi bejana tersebut.
Seketika mereka kaget melihat isi bejana itu.
"Apakah kau memasak batu?" tanya Khalifah Umar
dengan tercengang.
"Aku memasak batu-batu ini untuk menghibur anakku.
Inilah kejahatan Khalifah Umar bin Khattab. Dia tidak mau melihat ke bawah,
apakah kebutuhan rakyatnya sudah terpenuhi atau belum," kata wanita itu.
"Lihatlah aku. Aku seorang janda. Sejak pagi tadi, aku dan
anakku belum makan apa-apa. Jadi anakku pun kusuruh berpuasa, dengan harapan
ketika waktu berbuka kami mendapat rezeki. Namun ternyata tidak. Sesudah
maghrib tiba, makanan belum ada juga. Anakku terpaksa tidur dengan perut
kosong. Aku mengumpulkan batu-batu kecil, memasukkannya ke dalam panci dan
kuisi air. Lalu batu-batu itu kumasak untuk membohongi anakku dengan harapan
dia akan tertidur lelap sampai pagi. Ternyata tidak. Mungkin karena lapar,
sebentar-sebentar dia bangun dan menangis minta makan," ucap wanita itu.
"Namun apa dayaku? Sungguh Umar bin Khattab tidak pantas
jadi pemimpin. Dia tidak mampu menjamin kebutuhan rakyatnya," lanjut
wanita itu.
Wanita itu tidak tahu yang ada di hadapannya adalah Khalifah
Umar bin Khattab. Aslam sempat hendak menegur wanita itu. Tetapi, Khalifah Umar
mencegahnya. Khalifah lantas menitikkan air mata dan segera bangkit dari tempat
duduknya.
Segeralah diajaknya Aslam pergi cepat-cepat kembali ke
Madinah. Sesampai di Madinah, Khalifah langsung pergi ke Baitul Mal dan
mengambil sekarung gandum.
Berulang
Peristiwa menyedihkan itu kini berulang kembali di Kenya.
Peninah Bahati Kitsao juga memasak batu. Janda 8 anak ini mengelabui
anak-anaknya seolah si ibu memasak makanan.
Biasanya si ibu itu sebelum corona datang, ia menyediakan
jasa mencuci pakaian, tetapi sesudah orang-orang membatasi keluar rumah karena
virus corona, tak ada pekerjaan untuknya.
Prisca Momanyi, tetangga Kitsao melihat penderitaan
tetangganya itu dan merekamnya hingga kemudian mendapat perhatian media.
Cerita yang mirip juga terjadi di Indonesia. Seorang ibu
rumah tangga di Kota Serang, Banten, meninggal dunia diduga karena kelaparan
akibat bertahan di rumah tanpa memiliki makanan. Perempuan itu bersama
keluarganya menahan lapar selama dua hari hanya dengan meminum air minum galon.
Lalu, di Batam, Kepulauan Riau, seorang pria yang menanggung
empat orang anaknya kehabisan uang untuk membeli bahan makanan. Ia
menawar-nawarkan ponsel bekasnya seharga Rp10.000 untuk membeli beras.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane,
bercerita tentang seorang lelaki bersahaja tetangganya. "Setiap lima menit
sebelum azan selalu lewat di depan rumahku, untuk menuju masjid. Ia tinggal
berdua dengan istrinya. Kerjanya sebagai tukang ojek pangkalan. Istrinya
berdagang sayur. Anaknya sudah besar-besar dan hidupnya sangat sederhana,"
ujarnya.
Suatu saat lelaki itu mendatangi tetangganya. Ia meminta
segelas beras. Untuk apa, tanya tetangganya. "Untuk dimasak. Sudah dua
hari saya dan istri tidak makan. Kami sahur dengan air putih dan buka puasa
dengan air putih. Tolonglah, kalau ada segelas beras," ujarnya memelas.
Neta mengatakan tak menyangka, pandemi Covid 19 membuat
tetangga kami "terkapar" seperti itu.
"Ada seorang pedagang keliling beranak tiga, kisahnya
hampir serupa. Ada guru les beranak empat, kisahnya tak kalah pahit. Pun ada
pengemudi ojol beranak satu yang berkisah duka. Tapi mereka tak pernah
mengeluh. Hidup pahit akibat corona dilakoni sendiri. Sehingga tetangganya tak
tahu bahwa mereka sudah dua hari hanya mengandalkan air putih untuk pengganjal
perut," ujar Neta dalam akun Facebooknya, Sabtu (2/4/2020).
Cerita mirip disampaikan Zulia Ulfah. Ibu rumah tangga ini
bercerita ketika hendak ke pasar ada yang menyapa, "Ummi, mau ke
mana?"
Ia memanggil Ummi, kepada Zulia. "Ke Pasar mbak.."
jawab Zulia.
Zulia berpikir perempuan yang belum dikenalnya itu langsung
berlalu pergi. Ternyata tidak. Perempuan itu ingin melanjutkan obrolan.
"Maaf mbak ini siapa ya?"
Sembari membuka maskernya ia menjawab, "Saya ngontrak di
belakang rumah Ummi".
"Oooo.. Dari mana kok mengajak anak bayi?" tanya
Zulia melihat perempuan itu.
Singkat cerita, perempuan ini bercerita kalau dirinya habis
dari rumah saudaranya. Mau pinjam uang, katanya. Perempuan ini perlu duit untuk
kebutuhan membeli susu anaknya yang sekira berusia 9 bulan. Itu harus ditempuh
dengan naik angkot.
Tanpa diminta, perempuan ini menjelaskan bahwa suaminya yang
bekerja sebagai satpam di RSCM dikarantina beberapa pekan. Ia tak bisa
menghubunginya karena Hp rusak.
"Kisah selanjutnya tentu bisa ditebak," ujar Zulia
yang yakin bahwa apa yang dialaminya itu mewakili kisah-kisah lain yang tak
terendus dan tak terekspose.
"Di sekeliling kita tiba-tiba menjadi berubah,"
keluh Zulia juga dalam akun Facebooknya. "Yaa Rabbana, di bulan Ramadhan
yang penuh berkah ini ampuni segala dosa hambaMu, cukupkan segala kebutuhannya,
dan mudahkan menjalankan puasa dan ibadah-ibadah lainnya," tulis Zulia.
Peristiwa-peristiwa yang mewarnai di seputaran wabah corona
ini sungguh memprihatinkan. Hampir 2 juta orang kehilangan pekerjaan.
Kemiskinan dan penderitaan mulai mengapung ke permukaan. Membangunkan jiwa
kedermawanan kita.
Pemerintah memang telah memberi bantuan untuk warga miskin.
Hanya saja, bantuan boleh jadi tak bisa menyentuh seluruh penduduk miskin.
Tanggung Jawab Umar
Kini, kita butuh pemimpin seperti Khalifah Umar. Tanpa
mempedulikan rasa lelah, beliau mengangkat sendiri karung gandum di
punggungnya. "Wahai Amirul Mukminin, biarlah aku yang memikul karung
itu," pinta Aslam.
Kalimat Aslam tidak mampu membuat Umar tenang. Wajahnya merah
padam mendengar perkataan Aslam. "Aslam, jangan jerumuskan aku ke dalam
neraka. Kau akan menggantikan aku memikul beban ini, apakah kau mau memikul
beban di pundakku ini di hari pembalasan kelak?" kata Umar dengan nada
tinggi.
Khalifah Umar mengangkat karung itu dan diantarkan ke tenda
tempat tinggal wanita itu. Sesampai di sana, Khalifah Umar menyuruh Aslam
membantunya menyiapkan makanan. Khalifah sendiri memasak makanan yang akan
disantap oleh wanita itu dan anak-anaknya.
Khalifah Umar segera mengajak keluarga miskin tersebut makan
setelah masakannya matang. Melihat mereka bisa makan, hati Khalifah Umar terasa
tenang.
Makanan habis dan Khalifah Umar berpamitan. Dia juga meminta
wanita tersebut menemui Khalifah keesokan harinya.
"Berkatalah yang baik-baik. Besok temuilah Amirul
Mukminin dan kau bisa temui aku juga di sana. Insya Allah dia akan
mencukupimu," kata Khalifah Umar.
Keesokan harinya, wanita itu pergi menemui Amirul Mukminin.
Betapa kagetnya si wanita itu melihat sosok Amirul Mukminin, yang tidak lain
adalah orang yang telah memasakkan makanan untuk dia dan anaknya.
"Aku mohon maaf. Aku telah menyumpahi dengan kata-kata
zalim kepada engkau. Aku siap dihukum," kata wanita itu.
"Ibu tidak bersalah, akulah yang bersalah. Aku berdosa
membiarkan seorang ibu dan anak kelaparan di wilayah kekuasaanku. Bagaimana aku
mempertanggungjawabkan ini di hadapan Allah? Maafkan aku, ibu," kata
Khalifah Umar.
Lihat Tetangga Kita
Islam telah mengatur hubungan antarsesama manusia, dengan
pola interaksi yang mengedepankan nilai-nilai luhur, sehingga hubungan dan
komunikasi antartetangga tetap terjalin baik dan harmonis. Kita dianjurkan
berbuat baik terhadap tetangga.
Islam mengajarkan
- لَيْسَ الْمُؤْمِنُ الَّذِيْ يَشْبَعُ وَجَارُهُ جَائْعٌ إِلٰى جَنْبِهِ .
“Tidaklah mukmin, orang yang kenyang sementara tetangganya
lapar sampai ke lambungnya.” Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam
Al-Adab Al-Mufrad (112). Al-Hakim menilai, hadis itu sanadnya sahih.
Allah Ta’ala menyebutkan bahwa termasuk orang bodoh adalah
orang yang tidak jeli melihat tanda-tanda kemiskinan pada seseorang.
لِلْفُقَرَاءِ الَّذِينَ أُحْصِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًا فِي الْأَرْضِ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ مِنَ التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُمْ بِسِيمَاهُمْ لَا يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا
(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang tidak mampu
berjihad di jalan Allah; mereka tidak dapat berusaha di muka bumi; orang yang
jahil menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu
bisa mengenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada
orang secara mendesak. (QS. Al Baqarah: 273)
Apakah kita masih menunggu agar tetangga kita datang untuk
meminta di depan pintu rumah kita? Sungguh kita orang tidak berperasaan bila
bersikap seperti itu.
Dalam Al Quran Surat Az Zariyat ayat ke-19, Allah Ta’ala
sebutkan salah satu sifat orang bertaqwa adalah:
وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ
Artinya: Di dalam harta mereka ada hak yang ditunaikan untuk
peminta-minta dan juga orang mahrum.
Yang dimaksud orang mahrum adalah orang yang butuh tapi tidak
mau meminta pada orang lain.
Lebih dari pada itu, banyak hadis yang menekankan agar kita
peduli dengan tetangga. Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha berkata, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam (SAW) bersabda: "Jibril terus menerus
berwasiat kepadaku untuk berbuat baik terhadap tetangga, sampai-sampai aku
mengira dia akan menjadikannya sebagai ahli waris”. [Diriwayatkan oleh
Al-Bukhari (6014) dan Muslim (2624).
Lebih spesifik lagi, Dari Abu Dzar Radhiyallahu anhu berkata,
Kekasihku Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat kepadaku: “Kalau kamu memasak
sayur, maka perbanyaklah kuahnya. Kemudian lihatlah keluarga dari tetanggamu.
Dan berilah mereka daripadanya dengan baik”. [HR Muslim)
Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda, "Wahai Abu
Dzar! Jika kamu masak sayur, maka perbanyaklah kuahnya dan perhatikanlah
tetanggamu”. [HR Muslim).
Semoga pada Ramadhan ini kepedulian kita antara sesama kian
menebal sehingga kita bisa meraih gelar muttaqin. Aamiin Ya Rabbal Alamin.
(**)
Sumber : SindoNews.com