-->

Latest Post

Penulis : Heintje Mandagi, Ketua LSP Pers Indonesia dan Ketum DPP Serikat Pers Republik Indonesia


Baru-baru ini insan pers kembali dikejutkan dengan pernyataan kontroversial seorang Ketua Dewan Pers yang menuding pelaksanaan uji kompetensi di luar Dewan Pers merusak kemerdekaan pers. Pernyataan itu kemudian diviralkan oleh jaringan media gerombolan konstituennya. 


Tak heran telepon selular pihak yang dituding pun banjir telepon dan pesan singkat dari berbagai pihak yang tersulut emosi, dan ada pula yang hanya sekedar basa-basi untuk menyulut reaksi. Beragam tanggapan minor dari kelompok mayoritas terus bermunculan di berbagai diskusi grup aplikasi selular. 


Penulis memberi istilah “Kelompok Mayoritas” karena  sejatinya insan pers mayoritas inilah yang menguasai ruang lingkup pers dari pusat hingga ke pedesaan. Sementara Kelompok Minoritas yang kini menguasai Dewan Pers justeru sebagian besar berada di lingkaran wartawan elit nan ekslusif berstatus Gerombolan Konstituen.


Ketua Dewan Pers yang tidak pernah mengalami panasnya terik matahari di kancah peliputan, dan tingginya tekanan dan ancaman keselamatan jiwa hanya demi sebuah berita, tiba-tiba dengan begitu percaya diri dan yakin mengkalim pelaksanaan uji kompetensi di luar Dewan Pers merusak kemerdekaan pers. 


Beginilah jadinya jika Insan Pres diatur-atur oleh orang yang tidak mengerti dunia pers dan tidak pernah berprofesi sebagai jurnalis. Penulis sekedar berhayal bagaimana jadinya jika Ikatan Dokter Indonesia dipimpin oleh tukang insinyur, jadi gak nyambung. 


Pergerakan perjuangan kemerdekaan pers yang dikerjakan oleh para tokoh pers yang lahir dari Kelompok Mayoritas, yang salah satunya menghadirkan Sertifikasi Kompetensi Wartawan berkualitas dan berlisensi resmi dari Lembaga negara yakni Badan Nasional Sertifikasi Profesi malah dianggap merusak kemerdekaan pers. 


Pada kondisi ini, negara memberi kewenangan kepada BNSP, berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, untuk membuat dan mengatur system sertifikasi kompetensi profesi, termasuk profesi wartawan atau jurnalis. BNSP telah memberi ruang yang seluas-luasnya bagi insan pers untuk mengikuti system yang diatur untuk pelaksanaan program sertifikasi kompetensi wartawan secara berkualitas dan diakui negara. 


Bahkan Dewan Pers yang dipimpin Muhammad Nuh secara terbuka pernah mendatangi BNSP untuk melakukan proses harmonisasi dalam rangka memenuhi ketentuan perundang-undangan di bidang sertifikasi kompetensi wartawan. Bahkan suatu waktu di kantor Kementrian Ketenagakerjaaan RI, diduga ada upaya untuk menjegal lisensi LSP Pers Indonesia dari BNSP. Dewan Pers dan gerombolannya, sempat mendatangi Menteri Tenaga Kerja untuk membatalkan SK Lisensi BNSP kepada LSP Pers Indonesia namun gagal total. 


Mencermati situasi ini, penulis menilai, hambatan utama Dewan Pers mengikuti proses harmonisasi di BNSP adalah Standar Kompetensi Wartawan yang dimiliki Dewan Pers dan gerombolan konstituennya belum diakui oleh Kementrian Ketengakerjaan RI karena dianggap belum sesuai dengan Kerangka Kualifikasi Kerja Nasional Indonesia atau KKNI. 


Umumnya, setiap profesi di Indonesia wajib menggunakan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) sesuai bidang masing-masing. Dan profesi di bidang pers ternyata belum ada SKKNI. 


Sehingga belum lama ini Dewan Pers membentuk tim perumus penyusunan SKKNI di bidang pers yang bertujuan untuk memenuhi persyaratan harmonisasi di BNSP agar mendapat lisensi melaksanakan Uji Kompetensi Wartawan resmi dari negara. 


Penulis memahami, mungkin Dewan Pers dan gerombolan konstituennya lagi ‘frustrasi’ karena menyusun SKKNI bidang Pers ternyata membutuhkan waktu yang lumayan Panjang. Hal itu berdampak proses harmonisasi untuk mendapatkan lisensi dari BNSP pun makin lama. 


Di satu sisi, LSP Pers Indonesia justeru lebih dulu berhasil memperoleh lisensi karena memiliki Standar Kompetensi Kerja Khusus Wartawan dari Serikat Pers Republik Indonesia yang sudah diregistrasi di Dirjen Bina Latas Kementrian Ketenagakerjaan RI. 


Selama hampir dua tahun, LSP Pers Indonesia telah mengikuti proses yang sangat panjang dan sistematis di BNSP dan akhirnya diberi lisensi oleh negara melalui BNSP untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi wartawan. Namun anehnya, negara yang memberi izin dan kewenangan, serta jaminan melalui sertifikat berlogo Burung Garuda Pancasila malah dituding merusak kemerdekaan pers. 


Timbul pertanyaan, apakah perlu penulis meminjam kalimat pengamat politik Roky Gerung ‘bajingan tolol’ atau ‘dungu’ yang pantas disematkan kepada sang Ketua Dewan Pers atas pernyataannya bahwa pelaksanaan uji kompetensi di luar Dewan Pers merusak kemerdekaan pers? Silahkan publik yang menilai.   


Lagi-lagi penulis terpaksa harus kembali memberi kuliah gratis bagi para petinggi Dewan Pers dan para gerombolan konstituennya. Bahwa belum lama ini sudah ada Putusan Mahkamah Konstitusi terkait uji materiil Pasal 15 Ayat (2) huruf f Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi memang menolak permohonan yang diajukan pemohon (salah satunya penulis). Namun di dalam isi Putusan MK, Majelis Hakim MK memutus berdasarkan pertimbangan keterangan dari pihak pemerintah dalam hal ini Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. 


Dalam pertimbangan hukumnya, Majelis Hakim MK menyatakan, beberapa ketentuan dalam UU 40/1999 yang mengatur jaminan kebebasan pers yaitu : poin ke sembilan, “Pengaturan mandiri (self regulation) dalam penyusunan peraturan di bidang pers dengan memberikan ruang bagi organisasi-organisasi pers dalam menyusun sendiri peraturan-peraturan di bidang pers dengan difasilitasi oleh Dewan Pers yang independen.” 


Pada bagian penting pertimbangan hukumnya, Majelis Hakim MK mengutip keterangan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, bahwa ketentuan UU Pers memiliki makna bahwa fungsi Dewan Pers adalah sebagai fasilitator dalam penyusunan peraturan-peraturan di bidang pers, dan bukan sebagai lembaga pembentuk peraturan (regulator). 


Mahkamah mempertimbangkan bahwa tujuan dibentuknya Dewan Pers adalah untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kualitas serta kuantitas pers nasional. Tujuan tersebut dicapai antara lain dengan adanya peraturan-peraturan 

di bidang pers yang menjadi acuan dan standarisasi. Namun demikian, agar tetap 

menjaga independensi dan kemerdekaan pers maka peraturan di bidang pers 

disusun sedemikian rupa tanpa ada intervensi dari pemerintah maupun dari Dewan 

Pers itu sendiri. 


Jadi dengan pertimbangan ini, penulis menggap sah SPRI menyusun Standar Kompetensi Kerja Khusus Wartawan yang diregistrasi Kemenaker RI untuk kepentingan lisensi LSP Pers Indonesia dan sertifikasi kompetensi wartawan.


Dalam pertimbangan Majelis Hakim MK, juga disebutkan : “Memperhatikan definisi kata ‘Memfasilitasi’ tersebut, maka maknanya Dewan Pers tidak bertindak sebagai lembaga pembentuk (regulator) karena berdasarkan ketentuan a quo UU Pers, penyusunan peraturan-peraturan di bidang pers dilakukan oleh organisasi-organisasi pers.”


Hal tersebut telah jelas disebutkan setelah kata ‘Memfasilitasi’ dalam ketentuan a quo terdapat frasa “organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan pers.” sehingga rumusan tersebut tidak dapat ditafsirkan menghalangi hak organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan pers namun justru ewan pers sebagai pihak yang memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan pers.


Selanjutnya pada halaman 221 ada tertuliskan: “Pasal a quo sebenarnya hanya memberikan kewenangan kepada Dewan Pers untuk memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan di bidang pers, sehingga sebenarnya tidak ada sama sekali ruang dan kesempatan Dewan Pers untuk memonopoli. Sebagai fasilitator, Dewan Pers diwajibkan adanya ikut serta dari organisasi pers dalam pembentukan peraturan di bidang pers.”


Selain itu ada keterangan DPR RI yang dijadikan salah satu dasar pertimbangan. Berdasarkan putusannya, Mahkamah Konsitusi telah menegaskan, Dewan Pers yang ada saat ini merupakan keberlanjutan dari keanggotaan Dewan Pers sebelumnya, bahkan keberlanjutan dari Dewan Pers periode 2000 – 2003 (Dewan Pers periode pertama yang dibentuk segera setelah pengesahan dan pengundangan UU Pers 40/1999). 


Dengan demikian, penulis melihat ada benang merah yang selama ini terputus oleh karena ada keputusan Dewan Pers yang secara sepihak menentukan sendiri isi peraturan pers tentang Konstituen Dewan Pers, maka berdasarkan putusan MK, peraturan itu menjadi tidak berkekuatan hukum.


Karena menurut pertimbangan MK, maksud dari “memfasilitasi” adalah menegaskan bahwa Dewan Pers hanya menyelenggarakan tanpa ikut menentukan isi dari peraturan di bidang pers tersebut. Dengan demikian, majelis MK mengakui keberadaan organisasi-organisasi pers yang tercatat ikut memilih Dewan Pers pada tahun 2000 yakni terdapat 40 organisasi pers. 


Penulis juga berpendapat, Dewan Pers selama ini memanfaatkan dokumen Penguatan Dewan Pers yang ditentukan oleh puluhan organisasi pers pada tahun 2006. Di dalam dokumen konsensus bersama itu, tidak ada satupun pasal dan klausul yang memberi kewenangan Dewan Pers untuk mengatur tentang Organisasi Konstituen Dewan Pers berdasarkan penguatan Dewan Pers, Standar Organisasi wartawan, dan standar Organisasi Perusahaan Pers. 


Dewan Pers harus menghormati pertimbangan hukum dan putusan MK terkait perkara Nomor 38/PUU-XIX/2021 dalam perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 


Jadi seharusnya Peraturan Dewan Pers Nomor 01/Peraturan-DP/IX/2016 tentang Statuta Dewan Pers yang hanya ditentukan sendiri oleh 9 Anggota DP dan bukan oleh 40 organisasi pers yang diakui MK, batal dan tidak memiliki kekuatan hukum. 


Dewan Pers saat ini telah menjadi status quo. SK Presiden tentang pemberhentian dan pengangkatan Anggota Dewan Pers menjadi tidak memiliki dasar hukum karena Peraturan DP tentang Statuta bertentangan dengan putusan MK karena ternyata Anggota Dewan Pers yang diajukan ke presiden tidak dipilih oleh 40 organisasi pers yang dimaksud MK. Putusan MK harus dibaca secara keseluruhan isi pertimbangan hukum Majelis Hakim MK dalam pokok perkara. 


Seluruh Organisasi Pers (40 Organisasi Pers menurut putusan MK) yang kini sudah berbadan hukum, termasuk Serikat Pers Republik Indonesia, merupakan pihak yang berhak menyusun peraturan pers. Dewan Pers yang hanya sebagai fasilitator tidak bisa mengatur organisasi pers karena fungsinya bukan regulator. 


SPRI sudah membuat laporan organisasi kepada Dewan Pers, termasuk melaporkan telah mendirikan LSP Pers Indonesia. Persoalan SPRI dan LSP Pers Indonesia akan difasilitasi atau tidak, itu urusan Dewan Pers. Karena faktanya, tanpa difasilitasi untuk menjamin kemerdekaan pers pun SPRI dan LSP Pers Indonesia tetap jalan. Begitupun dengan puluhan organisasi pers di Indonesia. Jadi sejatinya tidak ada lagi istilah komunitas di dalam maupun di luar Dewan Pers. 


Semua mengacu pada UU Pers bahwa Organisasi Pers Berbadan Hukum  bukan Organisasi Pers konstituen Dewan Pers. Kecuali UU Pers direvisi dan ditambah kalimat Organisasi Pers yang merupakan konstituen Dewan Pers.  


Seharusnya, di era digital informasi yang makin sulit dibendung ini, membutuhkan kesadaran bersama untuk saling menguatkan bukan saling menunjukan power kekuasaan. Dewan Pers sejatinya menjadi Lembaga yang mengayomi insan pers untuk memperjuangkan kemerdekaan pers. Bukan menjadi Lembaga eksklusif dan pejabatnya eksekutif. 



Apa itu kemerdekaan pers ? 


Pers yang merdeka adalah pers yang dijalankan oleh insan pers yang sejahtera dan independent. Bagaimana bisa independent jika wartawan di Indonesia digaji sebegitu rendahnya. Bahkan nyaris 90 persen media online di seluruh Indonesia tidak menggaji wartawannya. Ini sudah menjadi rahasia umum di kalangan wartawan. 


Penulis dan beberapa tokoh pers idealis terus berupaya agar pers Indonesia merdeka dari pengaruh dan kekuasaan oligarki media. Belanja iklan nasional yang dimonopili oleh oligarki media selama bertahun-tahun hanya dibiarkan saja oleh Dewan Pers dan gerombolan konstituennya.   


Sadar akan hal itu, penulis akan membuat satu tantangan kepada para pejuang kemerdekaan pers dari Kelompok Mayoritas pers. Sekali lagi tantangan ini bukan atau tidak ditujukan kepada Kelompok Minirotas atau Dewan Pers dan gerombolan konstituennya. 


Kepada tokoh pers Kelompok Mayoritas, penulis menyerukan : “Ayo hentikan perjuangan kemerdekaan pers dan jangan usik kenyamanan Dewan Pers !” Namun sebelum itu diwujudkan, silahkan lakukan beberapa pertimbangan berikut : 


Pertama, lakukan itu ketika level kebebasan pers Indonesia sudah berada di atas standar. Kedua, ketika seluruh wartawan media mainstream di Indonesia telah menerima gaji minimal 15 juta perbulan dan media non mainstream mendapat gaji minimal UMR.


Ketiga, wartawan media penyiaran swasta mendapat bagian laba dari perusahaan Lembaga penyiaran swasta sesuai yang diatur dalam Undang-Undang Penyiaran, dan pimpinan Lembaga penyiaran swasta yang tidak membagi laba bagi wartawannya mendapat sanksi pidana melalui proses hukum sesuai pasal pidana dalam UU Peyiaran. 


Keempat, puluhan ribu media lokal yang tersebar di seluruh penjuru tanah air Indonesia Raya mendapat kesempatan menikmati atau mendapat bagian dari belanja iklan nasional yang berjumlah ratusan triliun rupiah per tahun, dan tidak ada lagi monopoli belanja iklan nasional oleh para konglomerat/ oligarki media. 


Kesimpulan akhir dari tulisan ini sesungguhnya untuk menjawab tudingan pelaksanaan  Sertifikasi Kompetensi Wartawan yang diakui negara dengan sertifikatnya berlogo burung Garuda Pancasila bukanlah merusak kemerdekaan pers. Justeru BNSP melalui LSP Pers Indonesia memberi jaminan mutu sertifikat kompetensi yang diakui negara memiliki standar yang berskala nasional dan diakui dunia internasional. 


Menteri Kominfo Budi Arie sendiri mendukung pelaksanaan SKW di LSP Pers Indonesia karena berlisensi BNSP. Hal itu mengemuka ketika rapat dengar pendapat Komite I DPD RI dengan Menkominfo baru-baru ini.  Artinya Menkominfo menyadari bahwa legalitas SKW melalui LSP Pers Indonesia telah diakui karena itu produk negara. Namun Menkominfo berharap UKW yang sudah dijalankan selama ini tetap diberi ruang.  


Jadi, bagaimana mungkin produk UKW abal-abal yang tidak berlaku di dunia internasional sementara SKW yang diakui negara dan berlaku di dunia internasional menjadi pihak yang dianggap merusak kemerdekaan pers ?  Penulis lagu lawas Ebit G. Ade mengatakan : “Tanyakan saja pada rumput yang bergoyang.” ***



SUMBAR - Anggota DPRD Provinsi Sumatera Barat dari Fraksi PPP Imral Adenansi SH, MH,  berkunjung ke Dinas Perkebunan Tanaman Pangan dan Holtikultura (DPTPH) Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel) dalam rangka menyerahkan Bantuan   5 (Lima) Unit Becak Motor (Bentor) Serba Guna, Jumat 06 Oktober 2023.

Kunjungan anggota DPRD Provinsi Sumatera Barat Imral Adenansi, SH, MH ke Dinas Perkebunan Tanaman Pangan dan Holtikultura Kabupaten Pesisir Selatan dalam rangka menyerahkan bantuan  5 (lima)  unit becak motor serba guna kepada 5 (lima) kelompok tani yang ada di Pesisir Selatan,  kelompok tani yang menerima bantuan tersebut  adalah Kelompok Tani Saiyo Sakato diketuai oleh Yulisman,  Kelompok Tani Mekar Sari  di ketuai oleh Nur Aini,  Kelompok Tani Pasar Kambang diketuai oleh Aprianto, S.Pd,  Kelompok Tani KWT Padang  Darma Tirta dan kelompok Tani  Bangkuang Indah  yang diketuai oleh Miliar Jaka.


Bantuan  5 (lima)  unit becak motor serba guna untuk 5 (lima)  kelompok tani tersebut langsung diserahkan oleh anggota DPRD Provinsi Sumatera Barat Imral kepada Dinas Perkebunan Tanaman Pangan dan Holtikultura Kabupaten Pesisir Selatan yang diwakili oleh Kepala Bidang Yeni Gusti,  SP, M. Si dan didampingi oleh Kepala Dinas Perkebunan Tanaman Pangan  dan Holtikultura Provinsi Sumatera Barat yang diwakili oleh Sasra Lasmana. 


Penyerahan bantuan 5(lima) unit becak motor serba guna Imral menyampaikan kepada kelompok tani yang menerima bantuan untuk senantiasa menjaga dan memelihara bantuan ini dengan sebaik - baiknya sehingga bantuan ini betul - betul dapat dirasakan manfaatnya oleh  kelompok tani dan masyarakat bila musim panen datang.


Dalam kesempatan itu Anggota DPRD Provinsi Sumatera Barat Imral berpesan kepada ketua dan anggota kelompok tani  untuk  senantiasa kompak antar sesama anggota dan selalu menjaga hubungan harmonisasi antara ketua dengan anggota kelompok  serta tingkatkan disiplin diri,  karena orang yang disiplin itu yang  sering berhasil. 


Selanjutnya Aanggota DPRD Provinsi Sumbar Imral meneruskan perjalanannya menuju Yapenmas Kecamatan  Koto XI  Tarusan dikenagarian Kapuh Utara. 

Yapenmas adalah  sebuah Yayasan Pembangunan Koto XI Tarusan, yang mana di yayasan tersebut  terdiri dari  sekolah  MAS, SLB, MTS dan Panti Asuhan. 


 Kunjungan silaturahim Imral ke Yapenmas Kecamatan Koto XI Tarusan diterima  langsung oleh pengasuh Panti Ibu Yusnimar Syah dan Wakil ketua Yayasan Drs. H.Jasril Jabar, M. Pd Dt, Kayo. Kunjungan  Silaturahim Imral ke Panti Asuhan Yapenmas  tersebut  membuat cerita tersendiri  bagi anak - anak panti asuhan,  konon katanya belum ada satupun Anggota Dewan  yang berkunjung ke panti tersebut, dengan  kehadiran Imral bersama putri tercintanya Cerint ke panti asuhan suasana menjadi berobah semangat dan motivasi  terpancar dari wajah anak - anak panti asuhan yang sangat membutuhkan uluran tangan dan kasih sayang  dari semua orang,  anak - anak panti asuhan Yapenmas Koto XI Tarusan kebanyakan anak yatim dan piatu serta anak orang miskin. 


Dalam kesempatan yang berbahagia itu  Imral juga memperkenalkan putri tercintanya," Cerint Iralloza Tasya, S. Ked" calon anggota DPD-RI kepada semua hadirin yang hadir dan sekaligus memberikan kesempatan kepada Cerint untuk memperkenalkan diri,  dalam kesempatan emas itu dipergunakan  oleh "Cerint" untuk menceritakan pengalaman cerint sehingga  cerint maju menjadi Calon anggota DPD-RI, dengan semangat audien yang hadir mendengarkan sambutan dari Cerint, sehingga memicu semangat dan motivasi para anak panti asuhan yang mendengarkannya.


Dalam kesempatan itu Imral juga berpesan kepada anak panti jangan kalian merasa sedih bila orang tua kalian miskin  tapi yakinkan dalam  hati kalian bahwa kalian kaya iman dan rajin-rajinlah belajar  semoga  apa yang kalian cita-citakan  dikabulkan oleh Allah SWT,  tingkatkan disiplin diri dan jangan mudah menyerah  dengan kondisi apapun, lakukan hal-hal yang bermanfaat untuk mencapai tujuan masa depan kalian dan jangan sekali - kali meninggalkan sholat,  karena dengan kita sholat hidup akan lebih nyaman, "kata Imral"


Dalam kesempatan itu Cerint menekankan kepada adek - adek semua untuk tidak pernah mencoba yang namanya "Narkoba", narkoba itu sangat berbahaya dan tolong jauhkan adek-adek dari "Narkoba", kalau sempat mencobanya adek - adek akan kecanduan, ujung - ujungnya adek - adek  akan  menghuni rumah sakit jiwa.


Selanjutnya Cerint berpesan kepada adek-adek panti untuk  tidak pacaran,  jangan waktu kita habis sia-sia untuk pacaran,  belajarlah dengan serius, kalau kita melakukan sesuatu dengan serius hasilnya pasti maksimal, "kata Cerint" sambil menutup  sambutannya.  **

SUMBAR - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah menetapkan daftar calon sementara (DCS) anggota DPR RI melalui keputusan KPU Nomor 1039 tahun 2023.

Seperti diketahui, dari DCS itu, Dapil I Sumbar yang terdiri dari Kota Padang, Kota Padang Panjang, Kota Solok, Kota Sawahlunto, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Pesisir Selatan, Solok Selatan, Solok, Tanah Datar, Sijunjung dan Dharmasraya termasuk dapil berat dan istimewa karena dipenuhi nama-nama beken di panggung politik tanah air.


Menurut catatan Dapil I Sumbar ini memperebutkan 8 kursi DPR RI dari total 14 kursi untuk Sumbar. Sejumlah nama popuper pun dipastikan bakal bersaing di dapil ini. Artinya, perang bintang akan terjadi di dapil tersebut.

Diantara sekian banyak nama politisi yang dikenal luas oleh masyarakat tersebut salah satu diantaranya H. Nukaddis Nasher, SE, MM, caleg nomor urut 1 dari Partai Ummat. Putra asli Pulau Punjung, Kabupaten Dharmasraya ini bukan orang baru di panggung politik tanah air. Pada tahun 1999 dan tahun 2004 namanya juga pernah muncul sebagai caleg DPR RI Dapil I Sumbar dari Partai Amanat Nasional (PAN).


Sempat vakum selama beberapa tahun, karena ingin fokus pada bisnisnya sebagai CEO PT. Green Global Solution, tiba-tiba ia dikontak oleh Ketua DPW Partai Ummat Sumbar dan beberapa orang Ketua DPD Partai Ummat beberapa daerah di Sumbar agar sama-sama berjuang untuk ummat pada pemilihan umum (pemilu) 2024 mendatang.


Setelah berembuk dengan sang istri, Reni Anggaraini SE yang merupakan putra asli Nagari Sulit Air, Kabupaten Solok, akhirnya ayah empat orang anak kelahiran 18 Oktober 1963 ini memantapkan hati kembali berjuang untuk masyarakat kampung halamannya pada Pemilu 2024 mendatang.


“Alhamdulillah saya bersama keluarga memutuskan untuk maju sebagai caleg dari Partai Ummat. Mana tahu ini jalan jihad politik bagi saya,” katanya saat diwawancarai, Senin 2 Oktober 2023.


Walau sebagian orang beranggapan bahwa kehadirannya di Dapil I Sumbar yang dinilai sebagai dapil berat dan istimewa akan “memberatkan” dirinya sendiri, namun Ketua Alumni Universitas Islam Nusantara (UNINUS), Bandung, Jawa Barat ini menanggapinya dengan kata sarat makna.


“Dahulu, saat Nabi Ibrahim dibakar sang Raja, ada dua binatang yang turut serta berperan meski tidak berarti apa-apa, yaitu cecak dan burung pipit,” kata Ketua Umum DPP Perhimpunan Keluarga Minang (PKM) Jabar ini penuh makna.

Ia menjelaskan, cecak di masa itu berusaha untuk meniup-meniup agar api yang sedang membakar Nabi Ibrahim makin membesar. 


Sementara, burung pipit pada masa itu bolak balik ke sungai untuk mengambil air dan menyemburkan air tersebut agar dapat memadamkan api yang membakar Nabi Ibrahim.


“Lalu, apa pelajaran sarat makna dari kisah cecak dan burung pipit yang berkaitan dengan dibakarnya Nabi Ibrahim ini? Bila berpandangan secara logika, air yang sedikit dari burung pipit dan angin yang sedikit yang ditiupkan cecak tidak akan berpengaruh apa-apa terhadap api besar yang membakar Nabi Ibrahim.

Namun ada pelajaran dan hikmah yang dapat dipetik dalam kisah tersebut. 


Jadi, dalam melakukan sesuatu, meskipun kecil sedikitpun dan tidak ada berguna atau menghasilkan sesuatu, tapi kalau munculnya atas dasar pembelaan dan cinta kasih kepada Allah, maka itu akan dibalas oleh Allah dan pasti ada nilainya, begitupun sebaliknya,” ujar Nukaddis Nasher. (rel)

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.