Baca Juga
By
: Zainal Abidin.HS
“Masyarakat
membutuhkan sosok pemimpin yang teladan, bukan pemimpin
rakus dan pembohong. Pernyataan ini jelas bukan pernyataan basa-basi tanpa
arti”.
MPA,PADANG - Di tengah era euforia politik dan demokrasi yang kita hadapi sekarang,
masyarakat berharap akan menghasilkan pemimpin yang tangguh, bijak,
merakyat, berintegritas tinggi, bisa menjadi suri teladan masyarakat. Jangan
sampai terpilih sosok pemimpin bobrok yang praktiknya seperti jauh
panggang dari api.
Demokrasi pemilihan pemimpin kepala daerah selama ini, sepertinya menjadi ajang
menonjolkan politik kemasan dan ke berpura-puraan, yang intinya hanya untuk
menyuburkan para petinggi yang hobi cari perhatian (caper) dengan berbagai cara
melalui pesan- pesan moral yang tertulis dalam baliho- balihonya yang menyebar
diseluruh pelosok, baik ditingkat Kabupaten dan Kota
Pesan moral ini juga tak
terlepas dari peran media cetak, elektronika dan online, yang penting bisa
heboh dengan harapan mendapatkan perhatian masyarakat. Apakah itu pesan moral
penuh kebohongan atau tidak. Yang penting niatnya bisa tercapai.
Calon pemimpin kedepan
menjelang pesta demokrasi, tentu tidak terlepas oleh peran tim khusus
(Timsus) yang dibentuk untuk membangun opini secara massif, kontiniu dan
sistematis, baik langsung maupun tidak langsung untuk mengorbitkan idolanya
dengan popularitas, tapi belum tentu idola yang dipopularitasnya itu berkenan
dihati masyarakat
Timsus harus mampu
menghadang tokoh- tokoh calon pemimpin lainnya, yang dianggap lawan dari
tokoh calon pemimpin idolanya, dengan melakukan penggalangan opini atau
propaganda yang tak kalah masifnya dan paling ngetrent, mereka melakukan
propaganda- propaganda rekayasa melalui dunia maya. ini sangat luar biasa
dahsyatnya, dan propaganda busuk itu, benar- benar dilakukan kepada lawan-
lawan politiknya
Pasalnya, timsus dibidang sosial media ini didukung oleh pernyataan-pernyataan
para opinian maker yang sudah disiapkan sebelumnya agar tampak natural,
sehingga kesan publik mudah percaya dengan framing yang mereka bangun. Ini membuktikan
rekayasa opini di media sosial memang dahsyat dan efektif untuk dimainkan oleh
mereka-mereka yang mengincar posisi-posisi strategis di pemerintahan, parlemen,
ataupun aneka jabatan publik lainnya.
Inilah fakta yang
dihadapi masyarakat kita sekarang. Mereka sulit mengidentifikasi mana pemimpin
yang benar dan amanah atau mana pemimpin palsu hasil branding media sosial.
Ruang publik sudah penuh sesak oleh perang opini, saling ungkap borok masa
lalu, perang ancaman, psy war, serta saling hujat menghujat dan saling kecam
mengecam demi kekuasaan.
Para elite Politik kita telah mempertontonkan perilakunya yang
melelahkan, dan tidak pantas menjadi contoh kearah yang baik bagi
masyarakatnya. Memang tidak semua pejabat negara terbawa arus yang lagi tren
ini. Namun, para pejabat yang baik dan kompeten di bidangnya sering kali kalah
di medan pertempuran sengit yang sudah dikuasai para kelompok yang mampu
menguasai dunia maya dan ruang publik itu.
Jika sudah begini, dalam perdebatan mengenai isu-isu politik, hukum, ekonomi,
sosial, agama dan budaya, masyarakat awam sangatlah sulit untuk
membedakan mana yang benar dan yang salah. Dan dimungkinkan yang salah bisa
dianggap benar dan sebaliknya yang benar itu dianggap salah.
Apakah demokrasi harus dilalui dengan tahapan yang membingungkan seperti ini?..
kita tidak tahu persis. Yang jelas, saat ini masyarakat makin sulit mencari
pemimpin yang bisa menjadi panutan dan teladan. Mayoritas rakyat memilih
pemimpin karena budaya ikut-ikutan. Ibarat akuarium, orang akan sulit
membedakan antara ikan, mana arwana dan lele, karena airnya sudah dikeruhkan
dan penuh kotoran lumpur.
Sudah sedemikian parahkah kondisi kita sekarang ini?. Mari kita merenung
sejenak sebelum menjawab pertanyaan ini. Bagi mereka yang pesimistis, pasti
setuju dan menyatakan situasi negeri ini sudah sedemikian parah. Air akuarium
yang sudah sangat keruh itu harus segera dikuras dan diganti dengan air bersih
yang jernih, sehingga dari jauh kelihatan mana yang ikan arwana yang indah itu
dan mana ikan lele yang berbisa itu.
Sementara bagi yang optimistis, mereka merasa yakin dan menebak bahwa yang dia
pegang adalah ikan arwana meski sebenarnya samar- samar di air keruh.
Jangan-jangan mereka tidak sadar sebenarnya yang dia timang-timang selama ini hanyalah
seekor ikal lele yang yang bertaji tajam, berbisa dan pandai berdandan seperti
arwana. Bangsa Indonesia membutuhkan pemimpin yang mampu menjadi teladan,mulai
dari kata, janji dan tindakannya.
Biasanya pemimpin yang orisinal dan bijak seperti ini akan mudah ditemukan,
meskipun dia sedang dikelilingi para pemimpin pura-pura di dalam air yang
keruh. Perlu kita camkan secara cermat, untuk memilih pemimpin jangan sampai terlena oleh slogan- slogan
yang menghembuskan bisikan atau kata- kata “Pesan Moral Tapi Tak
Bermoral” ***