-->

Articles by "Religius"

Showing posts with label Religius. Show all posts

Kisah di era Umar bin Khattab bisa terjadi di era kini. Ilustrasi/Ist

ALKISAH, tanah Arab dilanda paceklik. Kemarau panjang membuat tanah-tanah di sana tandus. Kala itu kepemimpinan berada di tangan Khalifah Umar bin Khattab.

Suatu malam, Khalifah Umar mengajak seorang sahabat bernama Aslam untuk mengunjungi kampung terpencil di sekitar Madinah.

Langkah Khalifah Umar terhenti di dekat sebuah tenda lusuh. Suara tangis seorang gadis kecil mengusik perhatiannya. Khalifah Umar lantas mengajak Aslam mendekati tenda itu dan memastikan apakah penghuninya butuh bantuan.

Setelah mendekat, Khalifah Umar mendapati seorang perempuan tengah duduk di depan perapian, sembari mengaduk-aduk bejana.

Setelah mengucapkan salam, Khalifah Umar meminta izin untuk mendekat. Usai diperbolehkan oleh wanita itu, Khalifah Umar duduk mendekat dan mulai bertanya tentang apa yang terjadi.

"Siapa yang menangis di dalam itu?" tanya Khalifah Umar.

"Anakku," jawab wanita itu dengan agak ketus.

"Kenapa anak-anakmu menangis? Apakah dia sakit?" tanya Khalifah selanjutnya.

"Tidak. Mereka lapar," balas wanita itu.

Jawaban itu membuat Khalifah Umar dan Aslam tertegun. Keduanya masih terduduk di tempat semula cukup lama, sementara gadis di dalam tenda masih saja menangis dan ibunya terus saja mengaduk bejana.

Perbuatan wanita itu membuat Khalifah Umar penasaran. "Apa yang kau masak, hai ibu? Mengapa tidak juga matang masakanmu itu?" tanya Khalifah.

"Kau lihatlah sendiri!" jawab wanita itu.

Khalifah Umar dan Aslam segera melihat isi bejana tersebut. Seketika mereka kaget melihat isi bejana itu.

"Apakah kau memasak batu?" tanya Khalifah Umar dengan tercengang.

"Aku memasak batu-batu ini untuk menghibur anakku. Inilah kejahatan Khalifah Umar bin Khattab. Dia tidak mau melihat ke bawah, apakah kebutuhan rakyatnya sudah terpenuhi atau belum," kata wanita itu.

"Lihatlah aku. Aku seorang janda. Sejak pagi tadi, aku dan anakku belum makan apa-apa. Jadi anakku pun kusuruh berpuasa, dengan harapan ketika waktu berbuka kami mendapat rezeki. Namun ternyata tidak. Sesudah maghrib tiba, makanan belum ada juga. Anakku terpaksa tidur dengan perut kosong. Aku mengumpulkan batu-batu kecil, memasukkannya ke dalam panci dan kuisi air. Lalu batu-batu itu kumasak untuk membohongi anakku dengan harapan dia akan tertidur lelap sampai pagi. Ternyata tidak. Mungkin karena lapar, sebentar-sebentar dia bangun dan menangis minta makan," ucap wanita itu.

"Namun apa dayaku? Sungguh Umar bin Khattab tidak pantas jadi pemimpin. Dia tidak mampu menjamin kebutuhan rakyatnya," lanjut wanita itu.

Wanita itu tidak tahu yang ada di hadapannya adalah Khalifah Umar bin Khattab. Aslam sempat hendak menegur wanita itu. Tetapi, Khalifah Umar mencegahnya. Khalifah lantas menitikkan air mata dan segera bangkit dari tempat duduknya.

Segeralah diajaknya Aslam pergi cepat-cepat kembali ke Madinah. Sesampai di Madinah, Khalifah langsung pergi ke Baitul Mal dan mengambil sekarung gandum.

Berulang
Peristiwa menyedihkan itu kini berulang kembali di Kenya. Peninah Bahati Kitsao juga memasak batu. Janda 8 anak ini mengelabui anak-anaknya seolah si ibu memasak makanan.

Biasanya si ibu itu sebelum corona datang, ia menyediakan jasa mencuci pakaian, tetapi sesudah orang-orang membatasi keluar rumah karena virus corona, tak ada pekerjaan untuknya.

Prisca Momanyi, tetangga Kitsao melihat penderitaan tetangganya itu dan merekamnya hingga kemudian mendapat perhatian media.

Cerita yang mirip juga terjadi di Indonesia. Seorang ibu rumah tangga di Kota Serang, Banten, meninggal dunia diduga karena kelaparan akibat bertahan di rumah tanpa memiliki makanan. Perempuan itu bersama keluarganya menahan lapar selama dua hari hanya dengan meminum air minum galon.

Lalu, di Batam, Kepulauan Riau, seorang pria yang menanggung empat orang anaknya kehabisan uang untuk membeli bahan makanan. Ia menawar-nawarkan ponsel bekasnya seharga Rp10.000 untuk membeli beras.

Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane, bercerita tentang seorang lelaki bersahaja tetangganya. "Setiap lima menit sebelum azan selalu lewat di depan rumahku, untuk menuju masjid. Ia tinggal berdua dengan istrinya. Kerjanya sebagai tukang ojek pangkalan. Istrinya berdagang sayur. Anaknya sudah besar-besar dan hidupnya sangat sederhana," ujarnya.

Suatu saat lelaki itu mendatangi tetangganya. Ia meminta segelas beras. Untuk apa, tanya tetangganya. "Untuk dimasak. Sudah dua hari saya dan istri tidak makan. Kami sahur dengan air putih dan buka puasa dengan air putih. Tolonglah, kalau ada segelas beras," ujarnya memelas.

Neta mengatakan tak menyangka, pandemi Covid 19 membuat tetangga kami "terkapar" seperti itu.

"Ada seorang pedagang keliling beranak tiga, kisahnya hampir serupa. Ada guru les beranak empat, kisahnya tak kalah pahit. Pun ada pengemudi ojol beranak satu yang berkisah duka. Tapi mereka tak pernah mengeluh. Hidup pahit akibat corona dilakoni sendiri. Sehingga tetangganya tak tahu bahwa mereka sudah dua hari hanya mengandalkan air putih untuk pengganjal perut," ujar Neta dalam akun Facebooknya, Sabtu (2/4/2020).

Cerita mirip disampaikan Zulia Ulfah. Ibu rumah tangga ini bercerita ketika hendak ke pasar ada yang menyapa, "Ummi, mau ke mana?"

Ia memanggil Ummi, kepada Zulia. "Ke Pasar mbak.." jawab Zulia.

Zulia berpikir perempuan yang belum dikenalnya itu langsung berlalu pergi. Ternyata tidak. Perempuan itu ingin melanjutkan obrolan.

"Maaf mbak ini siapa ya?"

Sembari membuka maskernya ia menjawab, "Saya ngontrak di belakang rumah Ummi".

"Oooo.. Dari mana kok mengajak anak bayi?" tanya Zulia melihat perempuan itu.

Singkat cerita, perempuan ini bercerita kalau dirinya habis dari rumah saudaranya. Mau pinjam uang, katanya. Perempuan ini perlu duit untuk kebutuhan membeli susu anaknya yang sekira berusia 9 bulan. Itu harus ditempuh dengan naik angkot.

Tanpa diminta, perempuan ini menjelaskan bahwa suaminya yang bekerja sebagai satpam di RSCM dikarantina beberapa pekan. Ia tak bisa menghubunginya karena Hp rusak.

"Kisah selanjutnya tentu bisa ditebak," ujar Zulia yang yakin bahwa apa yang dialaminya itu mewakili kisah-kisah lain yang tak terendus dan tak terekspose.

"Di sekeliling kita tiba-tiba menjadi berubah," keluh Zulia juga dalam akun Facebooknya. "Yaa Rabbana, di bulan Ramadhan yang penuh berkah ini ampuni segala dosa hambaMu, cukupkan segala kebutuhannya, dan mudahkan menjalankan puasa dan ibadah-ibadah lainnya," tulis Zulia.

Peristiwa-peristiwa yang mewarnai di seputaran wabah corona ini sungguh memprihatinkan. Hampir 2 juta orang kehilangan pekerjaan. Kemiskinan dan penderitaan mulai mengapung ke permukaan. Membangunkan jiwa kedermawanan kita.

Pemerintah memang telah memberi bantuan untuk warga miskin. Hanya saja, bantuan boleh jadi tak bisa menyentuh seluruh penduduk miskin.

Tanggung Jawab Umar
Kini, kita butuh pemimpin seperti Khalifah Umar. Tanpa mempedulikan rasa lelah, beliau mengangkat sendiri karung gandum di punggungnya. "Wahai Amirul Mukminin, biarlah aku yang memikul karung itu," pinta Aslam.

Kalimat Aslam tidak mampu membuat Umar tenang. Wajahnya merah padam mendengar perkataan Aslam. "Aslam, jangan jerumuskan aku ke dalam neraka. Kau akan menggantikan aku memikul beban ini, apakah kau mau memikul beban di pundakku ini di hari pembalasan kelak?" kata Umar dengan nada tinggi.

Khalifah Umar mengangkat karung itu dan diantarkan ke tenda tempat tinggal wanita itu. Sesampai di sana, Khalifah Umar menyuruh Aslam membantunya menyiapkan makanan. Khalifah sendiri memasak makanan yang akan disantap oleh wanita itu dan anak-anaknya.

Khalifah Umar segera mengajak keluarga miskin tersebut makan setelah masakannya matang. Melihat mereka bisa makan, hati Khalifah Umar terasa tenang.

Makanan habis dan Khalifah Umar berpamitan. Dia juga meminta wanita tersebut menemui Khalifah keesokan harinya.

"Berkatalah yang baik-baik. Besok temuilah Amirul Mukminin dan kau bisa temui aku juga di sana. Insya Allah dia akan mencukupimu," kata Khalifah Umar.

Keesokan harinya, wanita itu pergi menemui Amirul Mukminin. Betapa kagetnya si wanita itu melihat sosok Amirul Mukminin, yang tidak lain adalah orang yang telah memasakkan makanan untuk dia dan anaknya.

"Aku mohon maaf. Aku telah menyumpahi dengan kata-kata zalim kepada engkau. Aku siap dihukum," kata wanita itu.

"Ibu tidak bersalah, akulah yang bersalah. Aku berdosa membiarkan seorang ibu dan anak kelaparan di wilayah kekuasaanku. Bagaimana aku mempertanggungjawabkan ini di hadapan Allah? Maafkan aku, ibu," kata Khalifah Umar.

Lihat Tetangga Kita
Islam telah mengatur hubungan antarsesama manusia, dengan pola interaksi yang mengedepankan nilai-nilai luhur, sehingga hubungan dan komunikasi antartetangga tetap terjalin baik dan harmonis. Kita dianjurkan berbuat baik terhadap tetangga.

Islam mengajarkan

- لَيْسَ الْمُؤْمِنُ الَّذِيْ يَشْبَعُ وَجَارُهُ جَائْعٌ إِلٰى جَنْبِهِ .

Tidaklah mukmin, orang yang kenyang sementara tetangganya lapar sampai ke lambungnya.” Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad (112). Al-Hakim menilai, hadis itu sanadnya sahih.

Allah Ta’ala menyebutkan bahwa termasuk orang bodoh adalah orang yang tidak jeli melihat tanda-tanda kemiskinan pada seseorang.

لِلْفُقَرَاءِ الَّذِينَ أُحْصِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًا فِي الْأَرْضِ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ مِنَ التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُمْ بِسِيمَاهُمْ لَا يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا

(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang tidak mampu berjihad di jalan Allah; mereka tidak dapat berusaha di muka bumi; orang yang jahil menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu bisa mengenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. (QS. Al Baqarah: 273)

Apakah kita masih menunggu agar tetangga kita datang untuk meminta di depan pintu rumah kita? Sungguh kita orang tidak berperasaan bila bersikap seperti itu.

Dalam Al Quran Surat Az Zariyat ayat ke-19, Allah Ta’ala sebutkan salah satu sifat orang bertaqwa adalah:

وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ

Artinya: Di dalam harta mereka ada hak yang ditunaikan untuk peminta-minta dan juga orang mahrum.

Yang dimaksud orang mahrum adalah orang yang butuh tapi tidak mau meminta pada orang lain.

Lebih dari pada itu, banyak hadis yang menekankan agar kita peduli dengan tetangga. Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (SAW) bersabda: "Jibril terus menerus berwasiat kepadaku untuk berbuat baik terhadap tetangga, sampai-sampai aku mengira dia akan menjadikannya sebagai ahli waris”. [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (6014) dan Muslim (2624).

Lebih spesifik lagi, Dari Abu Dzar Radhiyallahu anhu berkata, Kekasihku Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat kepadaku: “Kalau kamu memasak sayur, maka perbanyaklah kuahnya. Kemudian lihatlah keluarga dari tetanggamu. Dan berilah mereka daripadanya dengan baik”. [HR Muslim)

Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda, "Wahai Abu Dzar! Jika kamu masak sayur, maka perbanyaklah kuahnya dan perhatikanlah tetanggamu”. [HR Muslim).

Semoga pada Ramadhan ini kepedulian kita antara sesama kian menebal sehingga kita bisa meraih gelar muttaqin. Aamiin Ya Rabbal Alamin.
(**)


Sumber : SindoNews.com

Foto/dok IG derrysulaiman

Inna lillahi wa inna ilahi raji'un. Indonesia kembali berduka atas berpulangnya seorang ulama kharismatik Banjarmasin Kalimantan Selatan, Tuan Guru KH Ahmad Zuhdiannor Sabtu, 2 Mei 2020 pukul 06.43 WIB. Kiyai Zuhdi wafat di RS Medistra Jakarta bertepatan 9 Ramadhan 1441 H.

Kiyai Zuhdi adalah pimpinan majelis di Masjid Agung Sabilal Muhtadin Kalimantan Selatan. Beliau merupakan putra KH Muhammad bin KH Muhammad Sani, pendiri Pesantren Al-Falah Banjarbaru.

"Majelis beliau selalu dipadati ribuan jamaah khususnya para anak muda di Banjarmasin. Beliau adalah guru tasawuf dan pakar ilmu hati. Tahun 2005 saya pernah ngaji duduk belajar kepada beliau," kata Ustaz Miftah el-Banjari.

Ulama kelahiran tahun 1972 juga pernah berguru kepada ulama besar Abah Guru Sekumpul KH Muhammad Zaini. Penuturan kerabat dan murid beliau, Kiyai Zuhdi wafat dalam keadaan tersenyum.

"Meninggalnya ulama adalah musibah yang tak tergantikan, dan sebuah kebocoran yang tak bisa ditambal. Wafatnya ulama laksana bintang yang padam. Meninggalnya satu suku lebih mudah bagi saya daripada meninggalnya satu orang ulama". (HR. Ath-Thabarani dalam Mujam al-Kabir dan al-Baihaqi dalam Syu'ab al-Iman dari Abu Darda).

Semoga Allah Ta'ala memuliakan derajat serta meninggikan maqam beliau di sisi-Nya. Al-Faatihah. (*)


Sumber : SindoNews.com

Makna imsak secara istilah telah bergeser menjadi tidak makan dan minum 10 menit sebelum masuknya waktu shubuh. Foto/Dok SINDOnews

Indonesia memiliki karakter unik yang tidak dimiliki negara berpenduduk muslim lainnya. Salah satunya memaknai istilah imsak, bahkan di tengah kaum muslimin Indonesia sudah akrab dengan istilah jadwal Imsakiyah. Padahal maksudnya adalah jadwal waktu salat.

Dalam Buku "Puasa: Syarat Rukun dan Membatalkan" karya Ustaz Ahmad Sarwat (pengasuh Rumah Fiqih Indonesia) beliau mengulas tentang imsak dan pergeseran maknanya.

Ustaz Ahmad Sarwat menjelaskan, kalau imsak itu berarti menahan diri dari segala yang membatalkan puasa, lantas apakah perbedaan antara puasa dan imsak? Jawabnya bahwa puasa dan imsak merupakan dua hal yang sama dalam beberapa hal, namun keduanya tetap berbeda. Persamaan puasa dan imsak adalah sama-sama merupakan tindakan untuk tidak makan, minum serta meninggalkan segala hal yang merupakan larangan ketika berpuasa. Dalam hal yang satu ini, puasa dan imsak tidak berbeda.

Perbedan puasa dan imsak tetap saja ada kalau lebih didalami, bahkan keduanya berbeda secara prinsipil. Perbedaan antara keduanya ada di niat. Puasa memang pada hakikatnya adalah berimsak, namun imsak dalam puasa harus didahului atau setidaknya diiringi dengan niat berpuasa. Orang yang tidak makan atau minum sejak subuh hingga maghrib bisa disebut berimsak, namun belum tentu bisa untuk disebut berpuasa.

Sebab, bisa saja dia memang tidak berniat untuk puasa. Maka kalau boleh kita buat rumus yang menghubungkan keduanya, kira-kira demikian: Puasa = Imsak + Niat

Kemudian, dari segi waktu, ibadah puasa itu harus terus berangsung dimulai sejak terbit fajar hingga terbenam matahari. Bila di tengah-tengah waktu itu terputus, maka puasa itu batal. Sedangkan imsak tidak harus selalu dimulai sejak fajar, tetapi bisa saja dilakukan sejak tengah hari atau sejak kapan seseorang diharuskan melakukannya.

Karena imsak itu bisa saja dilakukan ketika sedang berpuasa, namun bisa juga wajib dilakukan meski seseorang telah batal puasanya. Sebagai contoh adalah orang yang secara sengaja membatalkan puasa Ramadhan tanpa uzur yang syar'i. Orang itu diwajibkan untuk berimsak, yaitu tetap tidak boleh makan dan minum hingga masuk Maghrib. Jadi meski puasanya sudah batal, bukan berarti boleh makan dan minum. Dia tetap wajib ‘berpuasa’, tapi istilahnya adalah berimsak.

Pergeseran Makna Imsak
Istilah 'imsak' yang sangat populer di negeri kita sebenarnya merupakan istilah yang agak salah kaprah, baik secara pemahaman istilah atau pun secara hukum. Makna 'imsak' secara istilah telah bergeser menjadi 'tidak makan dan minum 10 menit sebelum masuknya waktu shubuh'.

Bahkan secara resmi ditulis di kalender dan poster. Kemudian orang menyebut dengan istilah 'jadwal imsakiyah'. Parahnya sampai ada yang keliru memahami bahwa seolah-olah batas awal mulai puasa justru dimulai sejak waktu imsak tersebut. Sehingga kalau ada orang yang masih makan dan minum di waktu imsak, dianggap puasanya telah batal.

Pergeseran makna seperti ini harus diluruskan agar tidak berlarut-larut kesalahan itu terjadi. Perlu diluruskan bahwa saat dimulai puasa itu bukan sejak masuknya waktu 'imsak', melainkan sejak masuknya waktu shubuh.

Menurut Ustaz Ahmad Sarwat, istilah yang paling tepat digunakan bukan imsak, tetapi ihtiyath (إحتياط) yang artinya adalah berhati-hati. Wallahu A'lam. (*)


Sumber Sindonews.com


 Foto/Ist

Ustaz Miftah el-Banjary
Pakar Ilmu Linguistik Arab dan Tafsir Al-Qur'an

Salah satu upaya mencegah penyebaran Covid-19, pemerintah mengimbau agar masyarakat menjaga jarak aman minimal 1 meter. Apakah hal ini boleh diberlakukan dalam praktik salat berjamaah di masjid atau musalla? Apakah salatnya sah?

Jawaban:
Mengenai hukum merapatkan shaf (barisan) dalam salat berjama'ah, memang disunnahkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam (SAW) dalam hadisnya:

وعن أنس رضي اللّه عنه أن رسول اللّه قال: رصوا صفوفكم) أي حتى لا يبقى فيها فرجة ولا خلل (وقاربوا بينها) بأن يكون ما بين كل صفين ثلاثة أذرع تقريباً، فإن بعد صف عما قبله أكثر من ذلك كره لهم وفاتهم فضيلة الجماعة حيث لا عذر من حر أو برد شديد

"Dari sahabat Anas RA, Rasulullah bersabda, "Susunlah shaf kalian) sehingga tidak ada celah dan longgar (dekatkanlah antara keduanya) antara dua shaf kurang lebih berjarak tiga hasta."


Mengenai hukum membuat jarak atau merenggangkan shaf salat juga telah banyak dibahas di kalangan para ulama Syafi'iiyah, di antaranya:

1. Imam Nawawi dalam Kitab Minhajut Thalibin.

وَيُكْرَهُ وُقُوفُ الْمَأْمُومِ فَرْدًا، بَلْ يَدْخُلُ الصَّفَّ إنْ وَجَدَ سَعَةً

"Posisi berdiri makmum yang terpisah dimakruh, tetapi ia masuk ke dalam shaf jika menemukan ruang kosong yang memadai."

Hukum merenggangkan shaf atau membiarkan shaf berjarak hukum dasarnya adalah makruh.

2. Imam Syihabuddin Al-Qalyubi dalam Kitab Hasyiah Qalyubiah.
Imam Syihabuddin menjelaskan kata 'fardan' atau terpisah sendiri di mana kanan dan kiri makmum terdapat jarak yang kosong sekira dapat diisi oleh satu orang atau lebih.

قوله (فردا) بأن يكون في كل من جانبيه فرجة تسع واقفا فأكثر

"Maksud kata (terpisah sendiri) adalah di mana setiap sisi kanan dan kirinya terdapat celah yang memungkinkan satu orang atau lebih berdiri," (Syihabuddin Al-Qalyubi, Hasyiyah Qaliyubi wa Umairah, [Kairo, Al-Masyhad Al-Husaini: tanpa tahun], juz I, halaman 239).

Hukum dasar merenggangkan posisi shaf memang dimakruhkan jika tidak ada uzur. Namun, sekiranya ada uzur, seperti menjaga jarak aman dari penularan Covid-19 hari ini, maka hukumnya tidak lagi menjadi makruh, sebagaimana pandangan Imam Ibnu Hajar al-Haitami berikut ini:

Ibnu Hajar al-Haitami dalam Kitab Tuhfatul Muhtaj.

نَعَمْ إنْ كَانَ تَأَخُّرُهُمْ لِعُذْرٍ كَوَقْتِ الْحَرِّ بِالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ فَلَا كَرَاهَةَ وَلَا تَقْصِيرَ كَمَا هُوَ ظَاهِر

"Ya, sekiranya mereka tertinggal (terpisah) dari shaf karena uzur seperti saat cuaca panas di Masjidil Haram, maka tidak (dianggap) makruh dan lalai sebagaimana zahir," (Ibnu Hajar Al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj bi Syarhil Minhaj, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 2011], halaman 296).

Jadi, menurut Imam Ibnu Hajar Al-Haitami sekiranya ada uzur saat cuaca panas, maka hal tersebut tidak menyebabkan kemakruhan. Apalagi dalam rangka mencegah penularan wabah penyakit Covid-19 yang lebih jelas dikhawatirkan bahayanya.

Pandangan ini juga didukung oleh Imam Ibnu 'Alan As-Shiddiqi di dalam kitabnya "Dalilul Faalihin".

"Jika sebuah shaf berjarak lebih jauh dari itu dari shaf sebelumnya, maka hal itu dimakruh dan luput keutamaan berjamaah sekira tidak ada uzur cuaca panas atau sangat dingin misalnya." (Ibnu Alan As-Shiddiqi, Dalilul Falihin, juz VI, halaman 424).

Lantas, apakah jika ada seseorang saja yang berdiri memisahkan jarak aman (social distancing) antarjamaah dan antarashaf minimal 1 meter dalam situasi uzur tersebut membatalkan salat berjamaahnya dan alat Jumatnya?

Imam An-Nawawi dalam karyanya yang lain, Raudhatut Thalibin menjelaskan bahwa seseorang yang mengambil jarak dalam satu shaf berjamaah dalam kesendirian saja, meskipun makruh, tetapi salat berjamaahnya tetap sah.

إذا دخل رجل والجماعة في الصلاة كره أن يقف منفردا بل إن وجد فرجة أو سعة في الصف دخلهاولو وقف منفرد صحت صلاته

"Jika seorang masuk sementara jamaah sedang shalat, maka ia makruh untuk berdiri sendiri. Tetapi jika ia menemukan celah atau tempat yang luas pada shaf tersebut, hendaknya ia mengisi celah tersebut. Tetapi jika ia berdiri sendiri, maka salatnya tetap sah." (Imam An-Nawawi, Raudhatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr: 2005 M/1425-1426 H], juz I, halaman 356).

Maka, idealnya jika seseorang merasa dirinya berpotensi menjadi sebab kemudharatan bagi orang lain, sebaiknya dia tidak ikut hadir salat berjamaah di masjid atau salat berjamaah lainnya. Sebab, dalam hadits lain dari Jabir RA, Nabi SAW bersabda:

مَنْ أَكَلَ ثُومًا أَوْ بَصَلًا فَلْيَعْتَزلْنَا أَوْ: فَلْيَعْتَزلْ مَسْجدَنَا [متفقٌ عليه]

"Barangsiapa yang memakan bawang putih atau bawang merah, hendaknya dia menjauhi kami atau menjauhi masjid kami". (HR. Bukhari-Muslim)

Perlu dipahami dari hadis di atas, Nabi melarang seseorang yang memakan bawang dan mengganggu dengan bau mulutnya mendatangi masjid/musalla untuk salat berjamaah. Apalagi membawa potensi penyebaran wabah penyakit yang bisa membahayakan orang lain bahkan bisa membawa kematian.

Wallahu A'lam Bisshowab

Dilansir dari SindoNews

Syaikh Prof. Dr. Ibrahim bin Amir ar-Ruhailiy. Foto/Ilustrasi Ist

ILMUWAN Muslim asal Saudi Arabia, Syaikh Prof. Dr. Ibrahim bin Amir ar-Ruhailiy, mengingatkan hendaknya dalam menangani wabah corona menggunakan metode syar’i. Dia meyakini metode syar'i lebih mumpuni dibandingkan cara-cara duniawi.

"Metode-metode syar’i ini dapat dipastikan memiliki pengaruh besar dan manjur dalam mewujudkan keselamatan dari wabah corona dan yang semisalnya. Karena metode tersebut merujuk kepada wahyu yang tak mungkin dapat dimasuki oleh hal batil sama sekali," tutur Ibrahim dalam tulisan yang diterjemahkan Muhammad Sulhan Jauhari berjudul "Pedoman Syar’i Pelindung Diri Dari Wabah Corona". Tulisan ini dalam versi PDF telah beredar di kalangan terbatas di Jakarta, sejak beberapa hari lalu.

Profesor di Fakultas Dakwah dan Ushuluddin Universitas Islam Madinah untuk bidang aqidah di Universitas Islam Madinah sejak 14 Rabiul Awal 1428 H ini, mengajak umat Islam untuk merenungi sejenak hakikat wabah ini dalam tinjauan syar’i, yang kemudian baru dikaji sebab-sebab dan pencegahannya.


Lantas, apakah sebenarnya hakikat wabah itu? Apa pula sebab kemunculannya dalam tinjauan syariat?

Menurut Ibrahim, siapa yang menelaah dalil-dalil yang ada seputar permasalahan ini sungguh ia akan yakin betul bahwa wabah tersebut telah ditakdirkan oleh Allah subhanahu wa ta'ala (SWT) adanya banyak hikmah; karena sebab kufur-nya hamba, kerusakan yang diperbuat di muka bumi. Sebagai hukuman Allah untuk manusia, dan sebagai peringatan bagi mereka supaya mereka rujuk dan kembali kepada Allah SWT.

Allah Ta’ala berfiman:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena sebab perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian (akibat) dari perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. ar-Rum: 41)

Allah Ta’ala juga berfirman:

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ

Dan musibah apa pun yang menimpa kalian adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari dosa-dosa kalian).” (QS. asy-Syuro: 30)

Sebagaimana Allah Ta’ala telah mengabarkan wabah-wabah semisal yang telah menimpa umat-umat terdahulu. Allah SWT berfirman:

وَيَسْتَعْجِلُونَكَ بِالسَّيِّئَةِ قَبْلَ الْحَسَنَةِ وَقَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِمُ الْمَثُلَاتُ

"Mereka meminta kepadamu supaya disegerakan (datangnya) siksa, sebelum (mereka meminta) kebaikan, padahal telah terjadi bermacam-macam contoh siksa sebelum mereka" (QS. ar-Ra'du: 6)

Menurut ath-Thobari, al-matsulaat artinya berbagai hukuman yang telah menimpa umat-umat terdahulu. Di antara umat dahulu ada yang rupa mereka diubah menjadi kera dan yang lain diubah menjadi babi. Di antara mereka ada yang dibinasakan dengan gempa bumi. Yang lainnya lagi dengan dibenamkannya bumi.

Berbagai siksaan tersebut diistilahkan dengan al-matsulaat (mirip dan serupa), sebab antara hukuman yang ada dan hukuman yang akan ditimpakan lagi terdapat kemiripan dan keserupaan.

Di antara bentuk siksaan serupa dan mirip dengan wabah ini yang Allah telah timpakan kepada umat-umat terdahulu ialah, seperti hukuman Allah bagi bala tentara Fir’aun berupa belalang, kutu dan katak.

وَقَالُوا۟ مَهْمَا تَأْتِنَا بِهِۦ مِنْ ءَايَةٍ لِّتَسْحَرَنَا بِهَا فَمَا نَحْنُ لَكَ بِمُؤْمِنِينَ
فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمُ ٱلطُّوفَانَ وَٱلْجَرَادَ وَٱلْقُمَّلَ وَٱلضَّفَادِعَ وَٱلدَّمَ ءَايَٰتٍ مُّفَصَّلَٰتٍ فَٱسْتَكْبَرُوا۟ وَكَانُوا۟ قَوْمًا مُّجْرِمِينَ

Dan mereka berkata (kepada Musa), “Bukti apa pun yang engkau bawa kepada kami untuk menyihir kami, maka kami tidak akan beriman kepadamu.” Maka Kami kirimkan kepada mereka topan, belalang, kutu, katak dan darah sebagai bukti-bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa.” (QS. al-A’raf: 132-133)

Di antara bentuk hukuman terdahulu yang mirip dengan wabah sekarang ini adalah tho’un. Bahkan sebagian ulama menganggap wabah-wabah yang mematikan masuk ke dalam kategori tho’un. Tho’un adalah wabah lama yang sudah makruf, berpotensi mematikan, yang Allah kirimkan kepada Bani Israil. Di dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Muslim, dari hadits Usamah bin Zaid radhiya Allahu ‘anhuma ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam (SAW) bersabda, “Tho’un adalah siksaan atau azab yang dikirim kepada Bani Israil, atau kepada umat sebelum kalian. Maka apabila kalian mendengar keberadaannya di suatu negeri janganlah kalian memasukinya. Dan apabila ia terdapat di suatu negeri sementara kalian berada di dalamnya, maka janganlah kalian keluar untuk melarikan diri darinya.” -- Riwayat al-Bukhari (3473) dan Muslim (5825).

Dalam riwayat Muslim disebutkan: “Sesungguhnya rasa sakit atau penyakit tersebut merupakan siksaan yang ditimpakan kepada sebagian umat sebelum kalian. Terkadang ia pergi, terkadang ia datang kembali. Siapa yang mendengarnya menimpa suatu negeri, maka janganlah sekali-kali ia mendatanginya. Dan apabila terdapat di suatu negeri sementara ia berada di sana, janganlah sekali-kali ia keluar untuk melarikan diri darinya.” --Riwayat Muslim (5830).

Dari hadits ini, menurut Ibrahim, jelaslah bahwa wabah merupakan hukuman yang ditakdirkan Allah, agar penduduk bumi kembali mengingat Allah. Dan agar mereka meninggalkan kekafiran, kezaliman, berbuat kerusakan dan tindakan melampaui batas yang telah merata di atas muka bumi akhir-akhir ini, seperti mendustakan Allah dan para Rasul-Nya, menjadikan agama sebagai bahan olok-olok, pembunuhan dan pengusiran kaum muslimin, serta tindakan perang terhadap nilai-nilai dan prinsip-prinsip Islam. (*)


Dilansir dari SindoNews


Oleh: Zahra Azzahi
Member AMK

Andai tak ada kelahiran Nabi, tentu tak akan pernah ada hijrah. Andai tak ada kelahiran Nabi, tentu tak akan ada Perang Badar. Andai tak ada kelahiran Nabi, tentu tak akan ada penaklukan Kota Makkah, Andai tak ada kelahiran Nabi, tentu tak akan pernah ada umat Islam. Andai tak ada kelahiran Nabi, tentu tak akan pernah ada dunia ini.” (Al-‘Allamah Sayyid Muhammad Alwy al-Maliki).

Kelahiran Nabi Muhammad Saw memiliki makna yang sangat agung, tanggal 12 Rabiul Awal adalah hari yang istimewa, penuh kegembiraan, pada tanggal ini telah lahir Nabi Saw yang mulia membawapetunjuk dari Allah Swt. Beliau diutus dangan membawa risalah Islam bagi seluruh manusia dan alam semesta. Rasulullah Saw mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya, membebaskan manusia dari berbagai kezaliman menuju keadilan, juga memerdekakan manusia dari penghambaan kepada manusia menuju penghambaan hanya kepada Allah Azza wa Jalla.

Tanggal 12 Rabiul Awal tahun 1H juga menjadi hari pertama Nabi Saw memasuki Madinah, dan menjadi awal pendirian Daulah Islamiyah secara sempurna dan penerapan syariah Islam. Selain sebagai Nabi dan Rasul dengan tugas menyampaikan wahyu, beliau juga menjadi penguasa yang diangkat oleh masyarakat Madinah melaluai Baiat ‘Aqabah II . Dalam hal ini Allah Swt memerintahkan Nabi Saw untuk menghukumi  dan menerapkan syariah-Nya di tengah-tengah masyarakat.

Nabi Saw pun menjelaskan dan mencontohkan bagaimana penerapan syariah dalam Daulah Islamiyah, Beliau memutuskan perkara di tengah masyarakat, menerapkan hukum-hukum Islam atas mereka serta memimpin segala urusan negara dan masyarakat. Hal ini terus berlangsung selama sepuluh tahun hingga datang kesedihan yang mendalam ketika Allah Swt mewafatkan Beliau pada hari Senin pagi 12 Rabiul Awal Tahun 11H. (Ibnu Katsir, As-Sirah an-Nabawiyyah, IV/507).

Sekitar tiga bulan sebelum wafat, Rasulullah Saw pada saat Haji Wada berpesan dalam khutbah beliau kala itu:
Wahai manusia, sungguh aku tinggalkan di tengah kalian perkara yang jika kalian berpegang teguh, kalian tidak akan tersesat selamanya: Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya.” (HR. Malik, al-Hakim, al-Baihaqi, al-Marwaziy dan al-Ajuri).
Sepeninggal Rasulullah penerapan syariah Islam terus dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin kemudian dilanjutkan oleh Khilafah Bani Umayyah, lalu oleh Khilafah Bani Abassiyah, kemudian oleh Khilafah Bani Utsmaniyah hingga berakhir pada 1924M.
Sejak keruntuhan Kekhilafahan Utsmaniyah hingga saat ini umat muslim seperti anak ayam yang kehilangan induknya, tercerai-berai dan tidak memiliki tempat berlindung. Maka sebagai wujud  kecintaan kita pada Nabi Saw, sudah menjadi tugas dan kewajiban kita untuk terus berpegang teguh pada Kitabullah dan Sunnah-sunnah yang beliau tinggalkan, serta melanjutkan dan mendakwahkan risalah yang telah Rasulullah Saw bawa yaitu penerapan syariah Islam.
Wallahu 'Alam Bishawab.

Oleh:  Asy Syifa
(Member AMK) 

Usiamu sangatlah kecil...
Dibandingkan mereka yang sudah banyak memakan asam garam kehidupan... Mereka telah banyak amunisi yang tengah masuk dalam dirinya... Seolah-olah mereka sudah layak untuk mengetahui segala tentang kehidupan, dan merasa merekalah orang yang harus di patuhi setiap perkataannya.

Tatkala mengingatkan kepada mereka yang lebih tua usianya, dirasa sosok2 an pintar, masih bayi tau apa sichh?? Disini seakan2 perkataan anak kecil dianggap lah remeh, padahal apa yang keluar dari lisannya berasal dari Allah yang memerintahkanNya. Si kecil ini hanyalah penyambung lidah saja.

It's okay mereka dapat dikatakan sangatlah layak untuk dijadikan panutan. Tapi, ketika apa yang disampaikan salah tidak sesuai dengan Islam maka boleh untuk menolaknya. Seorang muslim ketika menolak harus yang santun, berlemah lembut, menjaga ukhuwah dengan sesama muslim.

Ketaatan seorang muslim dalam melakukan setiap aktivitas standartnya sesuai dengan hukum syara' bukan sesuai dengan manusia.

Sesekali pasti pernahlah mendapat cibiran, hiraukan saja karena yang memberikan segala kenikmatan kita ini bukanlah dari manusia tapi dari Allah SWT. 

Jadi kalau menuruti hawa nafsu manusia memang tak ada habisnya, tetaplah ikuti Allah yang akan menentukan kehidupan kita kelak kemana setelah di dunia ini. Surga ataukah Neraka??? semua itu pilihan saat hari ini kita berada di dunia.

Wallahu a'lam bishoab

#AllahisEnough


Oleh : Ani Ghaziyah
(Penulis, dan Pemerhati Generasi)

Area yang tidak kita kuasai adalah area yang tidak terjangkau oleh kita, pada area ini Allah tidak akan memintai pertanggung jawaban, contohnya kita terlahir cantik, tampan, punya hidung mancung, pesek, hitam, putih, tinggi, pendek, dll. Semua itu tidak akan Allah tanya di akhirat, kenapa kita cantik, tampan, putih, dsb. Tapi yang Allah tanya adalah untuk apa kita gunakan potensi kita, umur kita, waktu kita, dan harta kita, apakah untuk kebaikan atau untuk keburukan.

Sering kali kita melihat manusia sibuk memperbaiki penampilannya, ada yang operasi wajah, operasi hidung, kulit, dimana bagi mereka yang paling penting adalah bisa terlihat cantik, putih, tampan dan gagah, karena penapilan adalah no.1. Banyak yang tidak bersyukur atas apa yang telah Allah berikan kepadanya, sehingga tidak merasa berdosa merubah ciptaan-Nya, semata-mata hanya untuk sekedar sensasi, uang, ketenaran, bahkan pengakuan status sosial, sangat miris dan menyedihkan, manusia mencari kebahagian lewat fisik,  yang pasti itupun tidak akan Allah mintai pertanggung jawaban, dan bahkan melupakan area yang dikuasainya dimana area yang dikuasailah yang akan ditanya.

Hari ini orang berlomba-lomba memperbaiki dan memperbagus fisiknya, fokus pada penilaian manusia, dan melupakan penilaian Allah, sementara penilaian manusia tidak akan memberikan manfaat kepada dirinya, justru akan membuat ia lupa pada identitasnya, pemikiran kaum muslimin benar-benar sudah terkontaminasi oleh budaya barat yang lebih mengutamakan fisik. Sehingga standar bahagia mereka adalah penampilan dan fisik yang sempurna. Padahal Allah telah menciptakan manusia dengan sebaik-baik bentuk, dan Allah tidak akan tanya seperti apa bentuk fisik kita. 

Dalam hadist yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda:“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuh kalian dan tidak pula kepada rupa kalian, tetapi Dia melihat kepada hati kalian”(H.R Muslim).

Saat semua orang fokus memperbagus fisiknya, marilah kita fokus untuk memperbaiki hati dan amal kita, karna Allah tidak memandang fisik seorang hamba, tapi Allah memandang apa yang didalam qolbunya.

Maka marilah kita menjadi orang-orang yang melawan arus rusakglobalisasi yang  banyak menghancurkan muda-mudi saat  ini, arus yang menyeret manusia pada lembah kehinaan, maka sudah saatnya kita menjadi orang-orang yang melakukan perbaikan. Kembalikan midset kaum muslimin bahwa kemulian tidak terletak pada rupa, tapi terletak pada kebaikan hatinya, dan alangkah luar biasa jika seseorang terlahir dengan rupa yang sempurna namun hatinya juga mulia. MasyaAllah. :D




Oleh : Ani Ghaziyah
(Penulis, dan Pemerhati Generasi)

Dalam menjalani kehidupan kita diberi kebebasan oleh Allah, yaitu ada area yang kita kuasai, dan ada area yang tidak kita kuasai, pada area yang kita kuasai Allah akan meminta pertanggung jawaban atas apa yang kita kerjakan, sebaliknya area yang tidak kita kuasai Allah tidak akan mintai pertanggung jawaban.

Apa saja area yang kita kuasai, seperti memilih untuk jadi taat atau maksiat, disini tidak ada yang memaksa kita untuk memilih jadi taat atau maksiat, yang menentukan adalah diri kita sendiri, yang membawa diri kita pada kebaikan atau keburukan adalah kita sendiri, sekuat apapun orang lain  mengajak  kita pada kebaikan juga tidak akan bisa, jika diri kita sendiri tidak bersedia untuk melakukannya. Dan sekeras apapun orang lain melarang kita untuk jangan melakukan maksiat atau berbuat kerusakan juga tidak akan berhasil jika kita sendiri tidak menghentikannya.

Semua pilihan ada ditangan kita, yang menetukannya adalah kita sendiri, karna memilih adalah area yang kita kuasai, memilih untuk jadi baik dan buruk itu terletak pada keputusan kita, maka sejatinya kita adalah makhluk yang Allah anugrahkan akal untuk berfikir, maka jalankan akal kita untuk menentukan area mana yang akan membuat kita jadi lebih baik atau bahkan lebih buruk, Allah memberikan akal sebagai alat untuk menimbang dan berfikir yang harus dituntun oleh wahyu, jika kita hanya menjadikan akal saja sebagai standar dalam menentukan pilihan, juga belum tentu bisa mengantarkan kita pada area yang diridhoi Allah. Karna sifat akal lemah dan terbatas, sehingga perlu dituntun oleh wahyu, jika tidak akal akan didominasi oleh nafsu.

Maka pada area yang kita kuasai, kita harus memaksimalkan potensi kita didalamnya untuk mewujudkan bahwa ridho Allah pasti untuk kita dapatkan, contoh: Allah memberikan kita waktu sehari 24 jam pertanyaannya untuk apa waktu 24 jam itu kita gunakan, untuk kebaikan atau keburukan? Jika dalam waktu 24 jam aktivitas kita adalah kuliah, bekerja, dll, maka kita harus benar-benar memaksimalkan aktivitas itu dan dalam menjalaninya harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah, ingat! Pada area yang kita kuasai Allah akan mintai pertanggung jawaban, hal hasil kita akan benar-benar menjadi mahasiswa yang idealis, dan bermanfaat bagi umat,serta bekerja dengan baik, tidak korupsi, apalagi memanipulasi, karna kita sadar bahwa Allah dzat yang selalu mengawasi.

Sebagai hamba Allah, kita senantiasa harus selalu memilki kesadaran yang tinggi, sadar atas apa yang kita lakukan, yang kita ucapkan, yang kita fikirkan, dengan kesadaran inilah kita akan slalu terjaga dalam ketaatan. Selalu ingin jadi hamba terbaik, memaksimalkan semua potensi untuk meraih ridho Allah, memperjuangkan Islam semata-mata harap akan kasih sayang dan cinta-Nya.



Oleh: Ani Ghaziyah
(Penulis, dan Pemerhati Generasi)
Jalan merupakan sarana, digunakan untuk meraih tujuan yang telah ditetapkan, ibarat peta yang mesti harus dibawa kemana-mana, setiap orang pasti akan menentukan jalan apa yang harus ia tempuh untuk mewujudkan impian mereka. Banyak orang yang memilih jalan yang berbeda-beda, ada yang memilih jalan pintas agar lebih cepat sampai, ada yang memilih menikmati proses, bahkan ada juga yang memilih santai tanpa target namun yang penting sampai ditujuan. Setiap mereka mempunyai cara tersendiri, karena konsep berfikir yang beda, sehingga penampakannya pun tak sama.

Dari pilihan tadi hasilnya pun tak serupa, ada yang sampai dengan bahagia, ada yang belum sampai karena asyik menikmati indahnya jalan yang mempesona pandangan mata, hingga terlupa pada tujuan utama, bahkan ada yang tersesat dan tak sampai pada tujuannya.

Apapun prinsip kita, itu adalah pilihan, setiap pilihan ada pertanggung jawaban. Pertanyaannya kira-kira pedoman apa yang bisa kita gunakan untuk  menghantarkan kita pada tujuan yang sama, semua sampai dengan selamat dan bahagia.

Nah untuk menjawab itu, kita harus satukan persepsi dan cara pandang, maka hal yang harus kita lakukan adalah berfikir menyeluruh tentang alam, manusia dan kehidupan, serta apa-apa yang ada sebelum dan sesudah itu, jika kita perhatikan alam, alam begitu indah tertata rapi dan sempurna, seandainya air laut pengen jalan-jalan kedaratan, apa ya yang akan terjadi, so pasti semua bangunan dan makhluk daratan bakal mandi bareng-bareng seperti peristiwa tsunami di aceh.  Melihatlah keatas pertahatikan angkasa raya,  banyak benda-benda indah tergantung disana, mulai dari tata surya, galaksi, bintang-bintang, meteor,salah satunya  tata surya, didalamnya terdapat matahari, planet-planet seperti merkerius, venus, bumi, uranus, neptunus, yupiter, dan pluto, semua planet itu berputar sesuai dgn garis orbit masing-masing, tidak ada garis orbitnya yang tertukar, pertanyaannya kira-kira siapakah yang mengaturnya? Bayangkan seandainya salah satu dari palanet itu bergeser saja dari garis orbitnya, 0,01 MM, apakah yang akan terjadi? Lihatlah seluruh planet itu akan hancur bertabrakan, karna kita tahu di luar angkasa tidak ada gaya grafitasi. MasyaAllah, semua planet itu patuh pada aturan yang telah ditetapkan untuk mereka, beda dengan kita yang masih suka melanggar aturan Allah.

Selanjutnya kita berfikir tentang manusia, kenapa ya kita punya mata, hidung, telinga, kaki, tangan, jantung, paru-paru,  ginjal, hati dll. Kalau kita pelajari lebih dalam semua organ tadi, masing-masing bekerja sesuai dengan tugas mereka, seperti jantung memompa darah keseluruh tubuh, paru-paru untuk bernapas, mata unatuk melihat, telinga untuk mendengar, pokonya semua organ tadi bekerja sesuai dengan Standar operasioanl nya, semua organ tadi akan berhenti bekerja jika jantung tidak lagi memompa darah, maka yang terjadi adalah kematian, pertanyaannya siapakah yang memerintahkan jantung itu berhenti memompa darah? Kira-kira kita bisa ngak memberikan perintah kepada jantung supaya berhenti sejenak untuk memompa darah. atau kita perintahkan pada hidung berhenti sekitar 1 jam saja untuk tidak bernafas? Sanggupkah kita? Seandainya jantung dan hidung melaksanakan perintah kita, pastilah kita akan segera isded, atau mati. Sama seperti robot, kalau kita sendiri yang menciptakan robot dan mensistemnya, pasti dia akan patuh pada semua perintah kita, dan kita juga tahu apa saja kelebihan dan kekurangan robot itu, begitupun dengan manusia, manusia juga makhluk, ciptaan yang sempurna yang diciptakan oleh pencipt, siapa dia? Tentunya dia lebih dahsyatt dari ciptaannya, dialah Allah SWT.

Lanjut ya, kita perhatikan kehidupan, pernah ga teman-teman semua bertanya, kenapa ya, tiba-tiba ada malam dan tiba-tiba ada siang, ada hujan, panas, ada musim salju, musim kemarau, sepertinya mereka semua udah teratur ya, atau bisa ga kita yang ngatur matahari supaya jangan terbit dulu, karna kita mau tidur 24 jam, atau kita perintahkan matahari untuk terbit selama 24 jam, karna kita pengen kerja dan lembur supaya dompet kita makin tebal, haha, tentu saja ga bisa ya, karna matahari lebih patuh sama penciptanya, bukan sama kita, kalaupun ada orang jenius dibumi ini, mereka pun tidak akan sanggup untuk memerintahkan matahari, bulan, ataupun jagad raya ini, karena pada hakekatnya, manusia, alam, dan kehidupan sama-sama ciptaan.

Akhirnya setelah kita berfikir menyeluruh tentang manusia, alam, dan keihdupan maka akan dapat kita simpulkan bahwa ketiganya adalah ciptaan, dan yang pasti ada yang menciptakannya dan tidak mungkin ada dengan sendirinya dan ketiganya itu akan berakhir alias tidak abadi.

Maka pertanyaannya, untuk apakah semua itu diciptakan? Apakah hanya sekedar hiasan atau ada tujuan penciptaannya, nah kita aja kalau mau menciptakan sesuatu pasti ada tujuannya kan, contohnya ketika kita ingin menciptakan handphone tiada lain tujuannya adalah untuk berkomunikasi dengan sauadara, keluarga, dan teman-teman, dikarenakan antara kita dan mereka ada yang berjauhan, dengan tujuan kita bisa mengetahui kabar mereka walaupun terpisah jarak dan waktu.

Untuk mengetahui siapa sebenarnya diri kita, dan jalan apa yang harus kita tempuh agar kita selamat dunia dan akhirat, maka kita harus menjawab tiga pertanyaan mendasar, dari menjawab pertanyaan ini maka akan terpecahkan masalah terbesar dalam hidup kita, serta kita akan mengetahui hakekat tujuan penciptaan kita dan jalan manakah yang harus kita tempuh. Pertanyaannya 1. Dari mana kita berasal. 2. Untuk apa gunanya kita diciptakan. 3. Kemana kita setelah kehidupan ini. Memang pertanyaannya simple dan gampang, tapi menjawabnya haruslah dengan jawaban yang mendasar.

Dari mana kita berasal, pernahkah kita berfikir kenapa saya bisa ada dibumi ya, ada dikeluarga ini ya, baik itu keluarga dari kalangan mampu, sederhana ataupun miskin, atau kita pernah berfikir kenapa semua ini bisa ada ya, kira-kira kita berasal dari mana ya, ada yang mengatakan dia berasal dari kampung halamannya, berasal dari kedua orang tuanya, berasal dari setetes mani, dan ada yang mengatakan berasal dari tanah, maka jawaban mendasarnya adalah kita berasal dari Allah, dari mana kita tahu, karna  tadi kita sudah berfikir menyeluruh tentang manusia, alam dan kehidupan.

Untuk apa gunanya kita hidup, disini ada yang menjawab hidup untuk meraih kebahagian, kesuksesan, hidup untuk senang-senang, lalu apakah hidup kita hanya untuk itu saja? Contoh, sejak kita terlahir kedunia orang tua kita membesarkan kita penuh dengan kasih sayang, mereka rela susah demi kita, mereka rela mengorbankan kesenanganya agar kita bahagia, bahkan mereka rela tidak makan asalkan kita kenyang, lalu kita disekolahkan, mulai dari PAUD, TK, SD, SMP, dan SMA, bahkan ada yang sampai KULIAH, hingga mendapat gelar sarjana, bertahun-tahun kita melewati jenjang pendidikan itu, tujuannya untuk apa? Sudah pasti agar dapat ijazah, bisa mendapatkan pekerjaan yang layak dan posisi yang bagus ditengah masyarakat, gunanya untuk apa? Sudah pasti untuk mendapatkan uang agar bisa memenuhi kebutuhan pangan, sandang, dan papan, karna kita butuh makan, juga butuh rumah untuk berteduh, butuh kendaraan untuk pergi-pergi. Coba kita pikirkan apakah semua itu akan abadi? Atau akan hancur dan binasa, yang cantik akan tua dan ujung-ujungnya dibawa oleh keranda kepusara nya. Rumah, kendaraan pun juga akan lapuk, tidak ada yang bisa kita bawa mati, sementara selama kita hidup kita hanya berorientasi untuk meraih sesuatu yang akan lapuk dan akan binasa, seluruh umur kita habiskanuntuk meraih dunia.

Pertanyaannya  lalu untuk apa gunanya saya hidup, untuk apa gunanya saya diciptakan, maka Allah sendirilah yang menjawab dalam Al-Qur’an: surat az-zariyat: 56 “maka tidaklah Kuciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepada-Ku” berarti tiada lain kita adalah hamba Allah atau budaknya Allah yang diciptakan hanya untuk beribadah kepada Allah. Nah berarti kita harus berfikir bagaimana supaya setiap perbuatan yang kita lakukan bernilai ibadah disisi Allah, pada hakikatnya setiap amal yang kita lakukan haruslah menjadi amal yang baik dan bernilai ibadah disisi Allah maka harus memenuhi dua syarat yaitu: Niat melakukannya ikhlas karena Allah, dan caranya sesuai dengan tuntunan Rasulullah, intinya perbuatan apapun yang kita lakukan itu harus sesuai dengan syariat Islam atau sesuai dengan apa yang telah Allah perintahkan untuk kita, contoh seperti bekerja, belajar, menolong, beribadah, semua itu sudah ada aturannya dalam Islam, tinggal kita lagi yang harus mempelajarinya dan mengamalkannya, jika amal yang kita lakukan tidak memenuhi dua syarat tadi, maka dia tidak tergolong amal yang baik, contoh: kita semangat sekali sholat subuh, saking semangatnya kita sholat 5 raka’at, berarti caranya salah karena Rasulullah tidak pernah mengajarkan sholat subuh 5 raka’at walaupun kita mengerjakannya dengan penuh keihlasan.

Pertanyaan selanjutnya kemana kita setelah kehidupan ini, tidak pernah kita menyaksikan orang yang hidup di tahun 100 masehi masih ada sampai sekarang ini, yang punya umur panjang pun pasti akan meninggal, karna tidak ada yang abadi didunia ini, nah intinya kita akan kembali kepada sang pencipta, kembalinya kita kehadapan-Nya akan mempertangung jawabkan semua apa yang kita lakukan dibumi ini, baik yang kita perbuat adalah amalan baik atau buruk, semua akan Allah mintai pertanggung  jawaban.

Nah setelah kita berfikir menyeluruh tadi, bahwasanya manusia, alam dan kehidupan adalah ciptaan. Berarti setiap ciptaan yang telah Allah ciptakan pasti Allah juga  memberikan buku panduan bagaimana untuk menjalani hidup didunia ini, sama seperti kita membuat hp pasti kita juga buat buku panduan cara menggunakan hp, jika kita memakai buku panduan mesin cuci tentu hp kita akan rusak, karna panduan pemakaiannya berbeda. Begitupun manusia, Allah menciptakan manusia lengkap dengan buku panduannya yaitu Al-Qur’an dan Hadist, maka dalam menjalani kehidupan ini manusia harus berpedoman pada buku panduannya, jika manusia mengambil pedoman selain Al-Qur’an dan Hadist sudah bisa dipastikan manusia akan cepat hancur dan binasa, contoh Allah memerintahkan muslimah untuk menutup aurat, namun muslimah itu tidak mau menjalankan aturan yang telah Allah tetapkan untuk dirinya, maka saat ini banyak kita saksikan pelecehan-pelecehan terhadap perempuan yang tidak mau menutup aurat.Astagfirullah

Sebagaimana sabda Nabi: “Kutinggalkan kepadamu (Umat Islam)dua pusaka abadi, apabila kamu berpegang teguh kepadanya niscaya kamu tidak akan sesat, dan akan selamat”

Karna kita adalah ciptaan yang lemah dan terbatas, butuh kepada yang Maha kuat, Maka sudah selayaknya kita menjadi muslim seutuhnya, menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya dengan menjadikan Al-Qur’an dan Hadist sebagai pedoman dan Islam sebagai jalan hidup kita.


Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.